Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 07:36 WIB | Senin, 19 Agustus 2013

Pemerintah Mesir Bahas Status Hukum Ikhwanul Muslimin

Jenderal Abdel Fattah al-Sisi. (Foto: istimewa)

KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Kepala angkatan bersenjata Mesir, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi menyampaikan pesan kepada pendukung presiden terguling, Mohammed Morsi, bahwa ada ruang untuk semua orang Mesir. Namun pada hari Minggu, pertemuan pemerintah sementara menyebutkan membahas masalah status hukum Ikhwanul Muslimin.

Jenderal Sisi juga mendesak mereka (Ikhwanul Muslimin) untuk membantu membangun kembali jalur demokrasi dan integrasi dalam proses politik. Namun ditegaskan bahwa militer tidak akan diam dalam menghadapi kekerasan.

Jnderal Sisi yang memimpin penggulingan Morsi pada tanggal 3 Juli, mengatakan bahwa militer tidak bisa mengabaikan jutaan orang yang telah menuntut pengunduran diri presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis itu.

Sebelum pasukan keamanan melancarkan operasi membubarkan aksi menduduki di beberapa kawasan di Kairo, Sisi meminta jutaan orang untuk turun ke jalan untuk memberinya mandat melawan "kekerasan dan terorisme." Hal itu merupakan petunjuk kuat bagi Ikhwanul Muslimin, sebuah gerakan Islam yang mendukung Morsi.

Dalam pidato kepada tentara dan polisi pada hari Minggu (18/8), Sisi memperingatkan bahwa militer tidak akan membiarkan kekerasan dan kerusuhan berlanjut di Maesir.

"Kami tidak akan berdiri diam menonton kehancuran negara dan rakyat atau tindakan membakar bangsa dan meneror warga," katanya. Namun dia juga mengajak lawan-lawan politiknya itu untuk bergabung dalam proses politik.

"Ada ruang untuk semua orang di Mesir, dan kami sangat berhati-hati terhadap setiap tetes darah Mesir."

Di pihak lain, Ikhwanul Muslimin telah menyerukan kepada demonstran untuk terus melakukan protes setiap hari sejak pasukan keamanan membersihkan kamp mereka di Kairo pada hari Rabu (14/8).

Status Hukum Ikwanul Muslimin

Hari Minggu kemarin, pemerintah sementara Mesir bertemu untuk membahas kerusuhan. Menteri Informasi, Dorreya Sharaf al-Din, mengatakan bahwa kabinet ingin mengungkapkan penyesalan atas hilangnya banyak nyawa, tapi akan terus menghadapi "terorisme" dengan tegas.

Dia menambahkan pemerintah akan mengubah status hukum televisi  al-Jazeera yang dituduh mengancam keamanan dan stabilitas. Kabinet juga disebutkan telah membahas usulan Perdana Menteri, Hazem Beblawi, untuk pembekuan status hukum Ikhwanul Muslimin.

Gerakan Islam yang sudah berusia 85 tahun itu dilarang oleh penguasa militer Mesir pada tahun 1954, tetapi mendaftarkan diri sebagai organisasi non-pemerintah pada bulan Maret. Ikhwanul Muslimin juga memiliki sayap politik terdaftar secara hukum, yaitu Partai Kebebasan dan Keadilan, yang didirikan pada Juni 2011 sebagai partai "non-teokratis." Kelompok ini ikut dalam aksi memaksa Presiden Hosni Mubarak kehilangan kekuasaan.

Pada konferensi pers pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri, Nabil Fahmy, menunjukkan sebuah klip video yang menunjukkan demonstran bersenjata menembaki pasukan keamanan di Kairo. Dia mengatakan bahwa pemerintah dihadapkan pada upaya yang mengguncang dasar negara.

Hingga senin ini, lebih dari 1.000 anggota Ikhwanul Muslimin ditahan dalam penangkapan sejak Rabu. Para pejabat mengatakan bahwa aparat keamanan juga menyita bom, senjata dan amunisi dari mereka. Di antara mereka 300 orang ditangkap pada hari Minggu di berbagai kota, termasuk Kairo, Alexandria, Suez dan Assiut.

Tahanan Tewas

Perkembangan terbaru di Mesir diberitakan bahwa lebih dari 600 orang tewas selama operasi, termasuk puluhan personel pasukan keamanan. Sebanyak 173 orang tewas pada hari Jumat selama aksi yang oleh Ikhwanul Muslimin disebut sebagai "hari kemarahan."

Selain itu diberitakan bahwa ada 36 anggota Ikhwanul Muslimin yang ditahan tewas ketika mereka mencoba melarikan diri dalam proses pemindahan ke sebuah penjara di luar kota Kairo.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa mereka tewas dalam baku tembak setelah beberapa dari mereka menyandera perwira militer. Konvoi kendaraan penjara itu mengangkut total 612 tahanan ke Abu Zaabal, penjara di Provinsi Qalyubia. Konvoi ini diserang oleh sekelompok orang bersenjata yang tak dikenal.

Namun belakangan kementerian itu mengatakan bahwa para tahanan meninggal karena efek dari menghirup gas air mata yang ditembakkan ketika para tahanan melarikan diri dengan menyandera polisi. Sandera itu kemudian  dibebaskan, dan dalam kondisi terluka parah.

Kementerian Dalam Negeri juga menyampaikan bahwa di berbagai daerah di Mesir rakyat telah terbentuk apa yang disebut "komite rakyat" untuk menjamin keamanan, namun akan dilarang, karena beberapa telah digunakan untuk kegiatan main hakim sendiri.

Sementara itu, kantor berita MENA melaporkan bahwa 79 orang tewas dan 549 terluka dalam kekerasan di seluruh negeri pada hari Sabtu (17/8). Hal itu menmbah jumlha korban menjadi 830 orang meninggal sejak kerusuhan pada hari Rabu, termasuk di antaranya 70 orang anggota polisi dan tentara. (ahram.org.eg / bbc.co.uk / aljazeera.com)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home