2 Pendeta Diancam Hukuman Mati di Sudan
SUDAN, SATUHARAPAN.COM - Tahun lalu, seorang perempuan yang dijatuhi hukuman mati di Sudan karena keyakinan agamanya (Kristen), dibebaskan karena tekanan internasional pada negara itu terkait kebebasan beragama. Namun sekarang ada dua pendeta yang kemungkinan dijatuhi hukuman mati karena keyakinan mereka di negara itu.
Meriam Yahya Ibrahim yang dituduh sebagai orang Muslim yang pindah menjadi Kristen dan dihukum mati. Dia menyatakan bahwa sejak kecil dia adalah seorang Kristen, dan oleh tekanan internasional dia dibebaskan. Namun sekarang di negara itu ada dua pendeta Kristen yang dipenjara dan mereka kemungkinan juga menghadapi hukuman mati.
Baca Juga:
- Perempuan Sudan Yang Dihukum Gantung Melahirkan di Penjara
- Suami : Meriam Tidak Pernah Menjadi Muslim
Pendeta Michael Yat dan Pendeta Peter Yein Reith dari Gereja Presbiterian Injili Sudan Selatan, telah dituduh merusak sistem dan menjadi mata-mata, pelanggaran yang bisa diancam hukum mati atau penjara seumur hidup.
kedua pendeta dituduh melancarkan perang terhadap negara dan serangan terhadap keyakinan agama (Islam).
"Kami tahu mereka telah ditangkap, tetapi kami tidak tahu di mana mereka ditahan," kata Pendeta Kori Romla Koru, Sekretaris Jenderal Dewan Gereja-gereja Sudan, seperti dikutip RNS. "Kami berusaha untuk menemukan mereka."
Yat ditangkap tahun lalu setelah mengunjungi jemaat Bahri dari Gereja Presbiterian Injili Sudan di ibu kota Sudan, Khartoum, menurut Christian Solidarity Worldwide (CSW), sebuah badan amal yang bekerja untuk orang Kristen yang dianiaya.
Jemaat gereja itu menolak pengambilalihan gedung gereja dengan seorang pengusaha Muslim di sana yang akan menghancurkan rumah ibadah mereka.
Pada bulan Desember, polisi memukuli dan menangkap 38 orang Kristen dari jemaat itu, karena mereka beribadah di dalam gedung gereja.
Setelah Yat ditangkap, Gereja Presbiterian Evangelical Sudan Selatan mengirim Reith dengan membawa surat kepada pihak berwenang dan menuntut pembebasan Yat. Namun dia justru ditangkap pada 11 Januari.
Kelompok hak asasi manusia menyatakan keprihatinan yang mendalam atas tuduhan terhadap mereka, memperingatkan bahwa kedua pendeta itu kemungkinan mengalami penyiksaan.
"Tidak dapat diterima bahwa setelah penahanan diperpanjang tanpa tuduhan, mereka sekarang menghadapi tuntutan ekstrim yang tidak beralasan," kata Mervyn Thomas, ketua pelaksana CSW, mengatakan pada awal bulan ini.
Sejak pemisahan Sudan dan Sudan Selatan pada tahun 2011, Sudan telah mengusir semua misionaris asing, menggerebek banyak gereja dan menangkap serta menginterogasi warga Kristen dengan alasan bahwa mereka orang Sudan Selatan.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...