Awal Konflik Israel dan Palestina
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Konflik Israel-Palestina bukan sekadar konflik sektarian yang melibatkan agama—Islam dan Yahudi. Konflik ini bermula dari kepentingan politik pasca-perang dunia I
Diawali oleh Perjanjian Sykes-Pickot, sebuah perjanjian rahasia yang ditandatangani negara pemenang perang dunia I yaitu Inggris, Prancis, dan Rusia pada 19 Mei 1916. Perjanjian Sykes-Pickot berisi pembagian wilayah bekas Turki Ottoman di Timur Tengah yang kalah perang dunia I, yang saat ini mencakup wilayah Suriah, Israel, Palestina dan sebagian Irak.
Dalam perjanjian itu Inggris akan mendapatkan area antara Pesisir Mediterania dan Sungai Yordan, Irak Selatan dan kota pelabuhan Haifa dan Acre. Prancis mendapatkan Selatan Turki, Utara Irak, Suriah, dan Lebanon. Rusia mendapatkan Istanbul, Selat Bosphorus dan Armenia. Garis-garis perbatasan dibuat tanpa memperhatikan kondisi etnis di wilayah itu.
Perjanjian Sykes-Pickot penting karena mengamankan kepentingan jalur dagang ke India yang selama perang dunia I berada di bawah ancaman Turki Ottoman. Itu juga untuk mengamankan kepentingan kolonialisme Barat di Timur Tengah.
Padahal pada periode Juli 1915 dan Januari 1916 Komisioner Inggris di Mesir Sir Henry McMahon dan Penguasa Mekkah Hussein bin Ali telah surat-menyurat dan sepakat menyerahkan wilayah Turki Ottoman kepada penguasa lokal Arab. Peristiwa ini disebut Korespondensi McMahon-Hussein.
Perjanjian Sykes-Pickot inilah yang memicu kemarahan Bangsa Arab. Mereka menganggap dipecundangi oleh kepentingan kolonialisme Barat. Seharusnya yang memiliki bekas wilayah Turki Ottoman (sekarang meliputi Irak, Lebanon, Israel, Palestina dan Yordania) adalah Bangsa Arab, merujuk kepada Korespondensi McMahon-Hussein.
Terlebih lagi Inggris menjual tanah-tanah bekas Turki Ottoman di Palestina kepada imigran Yahudi, yang mengalami penindasan di Eropa pada paruh pertama abad ke-20.
Inggris menjual tanah-tanah di Palestina dengan tujuan untuk mengonversi lahan-lahan tandus di Palestina dengan tenaga dari imigran Yahudi.
Bangkitnya Perlawanan Bangsa Arab
Penjualan tanah dan penguasaan tanah oleh imigran Yahudi di Palestina memicu perlawanan Bangsa Arab, apalagi dengan adanya arus pengungsi Yahudi pasca-Holocaust di Eropa.
Perlawanan Bangsa Arab pada awalnya dimulai dengan serangan-serangan kecil ke kantong-kantong pemukiman Yahudi di Palestina, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Inggris.
Kaum Yahudi bereaksi dengan membentuk unit pasukan Haganah, cikal bakal dari Angkatan Bersenjata Israel. Pasukan ini terkenal kejam terhadap musuhnya, Bangsa Arab. Kekejaman pasukan Haganah ditambah dengan ketidakpedulian Pemerintahan Mandat Inggris di Palestina memperuncing konflik antara Bangsa Arab dan imigran Yahudi.
Proklamasi kemerdekaan Israel membuat konflik Arab-imigran Yahudi mencapai puncaknya. Perlawanan besar-besaran Bangsa Arab menghasilkan perang Arab-Israel 1948 yang dimenangkan oleh Israel.
Perang antara Israel dan Arab terus berlanjut hingga kini, terakhir serangan Israel ke Jalur Gaza dipicu oleh penculikan remaja Israel yang diduga dilakukan oleh Hamas di Tepi Barat.
Sehingga konflik Israel-Palestina bukan konflik sektarian, konflik ini disebabkan oleh kepentingan kolonialisme Barat di Timur Tengah pasca-perang dunia I tanpa mementingkan kondisi etnisitas di Timur Tengah.
Editor : Bayu Probo
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...