Bahasa Ibu atau Bahasa Pembantu?
Bahasa ibu adalah identitas diri.
SATUHARAPAN.COM – ”Kalau mengobrol dengan papa mama… pakai bahasa apa?” tanya saya pada anak umur 17 tahun, yang lebih fasih berbahasa Inggris daripada bahasa Indonesia
”Bahasa Inggris, ” jawabnya cepat.
”Jadi di sekolah dan di rumah pakai bahasa Inggris, di mana kamu pakai bahasa Indonesia?”
”Kalau bicara dengan pembantu,” jelas remaja, yang berencana kuliah di negara Paman Sam, ini menjawab sambil tersenyum.
”Tapi, nanti setelah lulus kuliah, mau balik ke Indonesia atau di sana?” tanya saya lagi.
”Sepertinya balik…’kan di sana enggak ada pembantu, saya akan kesulitan hidup tanpa pembantu,” jelasnya.
Dengan semakin majunya teknologi, dunia seakan menjadi tanpa batas. Kita sudah sangat paham bahwa bahasa internasional harus dikuasai, kalau kita mau menembus batas tersebut. Anak-anak sedari kecil sudah dibekali dengan bahasa internasional. Jika perlu dua atau tiga bahasa asing pun harus dimengerti, agar mereka bisa mengglobal, bermasa depan cerah.
Dan berjamurlah sekolah-sekolah yang menawarkan bahasa asing sebagai bahasa pengantarnya. Orang tua pun semakin bangga jika anak-anaknya sudah cas-cis-cus dari kecil, sehingga akhirnya bahasa asinglah yang menjadi bahasa sehari-hari mereka. Jadi, tidaklah heran jika sekarang anak-anak yang sudah meningkat remaja dan pemuda tersebut, sangat mahir berbahasa asing, namun tidak mahir berbahasa Indonesia.
Kesenjangan dalam lingkungan pun terjadi, bagaimana mereka dapat bergaul dengan teman-teman seusianya di gereja, jika bahasa yang digunakan berbeda?
”Saya tidak suka ke gereja saya karena mereka tidak bisa berbahasa Inggris, sedangkan saya sulit berbahasa Indonesia…” kata seorang anak pendeta, yang mencoba menjelaskan mengapa dia malas ke gereja.
”I’m alone in my church,” lanjutnya, ”Saya mau ke gereja dalam bahasa Inggris bersama teman-teman saya, tapi Papa mengatakan, this is our church!”
Memang agak ironis, ketika bahasa yang digunakan berbeda. Yang tidak fasih berbahasa Inggris merasa malu, takut salah ucap jika berbahasa Inggris. Sedangkan yang tidak fasih berbahasa Indonesia juga malu berkata-kata, karena biasanya hanya kepada pembantulah dia bercakap-cakap dengan bahasa Indonesia.
Jika demikian, bagaimana solusinya? Apakah benar bahasa Indonesia adalah bahasa Ibu, atau jangan-jangan hanya dianggap bahasa pembantu?
Bahasa ibu adalah identitas diri. Jadi alangkah herannya jika seorang yang mengaku dirinya adalah Indonesia, tetapi tidak bisa berbahasa Indonesia. Marilah, belajar bahasa Indonesia karena itulah bahasa ibu kita, dan jangan takut salah ucap dalam bahasa asing karena bahasa-bahasa itu hanyalah alat komunikasi!
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor: Yoel M. Indrasmoro
Rubrik ini didukung oleh PT Petrafon (www.petrafon.com)
Muslim Syiah Lebanon Membayar Harga Mahal untuk Perang Israe...
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Warga sipil Lebanon yang paling hancur oleh perang Israel-Hizbullah adalah M...