BNPT Nilai Siyono Terlibat Jaringan Jemaah Islamiyah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian mengatakan, bahwa terduga teroris Siyono warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawa, Klaten terlibat dalam jaringan Jemaah Islamiyah (JI) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir.
“Yang tepat beri keterangan adalah Polri, karena domainnya ada di Densus 88 dan struktrnya di bawah Polri. Dan ada penyelidikan dari Polri. Dari BNPT minta masukan dan laporan. Siyono adalah bagian dari Jemaah islamiyah (JI),” kata Tito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Rabu (13/4).
Tito mengatakan bahwa jaringan Jemaah Islamiyah melemah pasca-Bom Bali dan operasi Nurdin M Top tahun 2009 serta operasi Janto di Aceh. Namun, komunikasi dan konsolidasi jaringan Jemaah Islamiyah ini masih saja terjadi.
“Jaringan ini terpukul bom Bali, dan Nurdin M Top tahun 2009, serta operasi janto di Aceh dimana Abu Bakar Ba’asyir ditangkap, JI mulai melemah. Tapi masih ada. Tahun 2014 ditangkap 9 orang yang menyimpan bahan peledak. Kasus sudah disidang dan sejumlah senjata yang tersita tapi masih ada yang disimpan,” kata dia.
“Pada tahun 2015 akhir ditangkap 4 orang lagi. Mereka akui ada tiga senjata sisa dan diserahkan kepada Awang untuk menyimpannya. Awang ditangkap pada awal Maret, senjatanya ada tiga, sebagian dititipkan pada Siyono. Siyono masuk dalam pengurus JI ini. Dia bilang senjata dititipkan kepada Tomi alias Giri alias Pak Pendek yang tinggal di Wonogori. Dia mau ditangkap bersama Siyono. Siyono mengantar dan dalam keadaan tidak terborgol lakukan perlawanan. Makannya ini yang disebutkan adanya luka tumpul.Ini penyidikan berjalan di Propam Polri ,” dia menambahkan.
Selain itu, kata Tito bahwa kasus jaringan Siyono ini sudah ada sejak lama, tahun 1999. Pengalaman 30 tahun di reserse, lanjut Tito jaringan teroris ini sangat kuat militansinya dengan motif ideologis.
“Sekedar hanya untuk membrikan gambaran, kelempok ini adalah keluarga militan, dari pengalaman saya yang paling berat adalah menghadapi kelompok ini, mereka siap untuk mati, terlatih conter intelejen, conter surveilence. Sebelum berkegiatan, ada kegiatan namanya latihan, berlatih sebelum perang. Umumnya mereka siap untuk perang,” kata dia.
“Mereka percaya syahid. Menurut mereka syahid bisa terjadi dua hal, saat eksekusi dan saat kontak kemudian tertembak petugas. Kita liat bom Bali, Mariot, Dubes Australia. Di Dubes Australia itu mobil diparkir dan sebetulnya bisa ditinggal, tapi diledakan dan orangnya didalam. Di Mariot, ransel itu sebenarnya bisa ditnggal, tapi meledakan bersama. Sama dengan bom Thamrin. Bagi mereka meledak seperti itu langsung masuk surga, juga saat kontak senjata itu langsung masuk surga,” dia menambahkan.
Editor : Bayu Probo
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...