Demografi Agama Menunjukkan Pluralitas Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Data demografi agama di semua provinsi menunjukkan fakta pluralitas agama di Indonesia. Hal ini disampaikan Agus Indiyanto. Dia adalah penulis buku ‘Agama di Indonesia dalam Angka Dinamika Demografis Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000-2010’ yang diterbitkan Center for Religious and Crosscultural Studies Universitas Gadjah Mada (CRCS UGM) Yogyakarta.
Dalam penelitian tentang data demografi agama, Agus Indiyanto mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencakup sensus penduduk dan definisi agama. Dalam data BPS diakui ada enam agama dan lainnya di luar agama.
Dari hasil terakhir BPS pada 2010 menunjukkan persentase agama di Indonesia. Persentase umat Islam 87,18 persen; Kristen 6,96 persen; Katolik 2,91 persen; Hindu 1,69 persen; Budha 0,72 persen; Konghucu 0,05 persen; dan lainnya 0,13 persen. Selain itu ada kelompok yang tidak terjawab 0,06 persen dan tidak ditanyakan 0,32 persen.
Konghucu baru diakui kembali sebagai agama resmi pada tahun 2006. Pada data 1990 dan 2000 tidak tersedia jumlah data penganut Konghucu secara pasti. Pada data terakhir BPS di 2010 menunjukkan bahwa persentase penganut agama mengalami penurunan kecuali Kristen, dan Konghucu yang sebelumnya tidak tersedia datanya pada 2010 tercatat.
Hasil data demografi agama ini dipengaruhi laju pertumbuhan penduduk. “Yang namanya pertumbuhan ada lahir dikurangi mati, orang datang dan pergi.” Kata Agus Indiyanto dalam wawancara di Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina Jakarta pada Rabu (5/2) usai Seminar Nasional 'Demografi Agama di Indonesia'.
Data demografi agama rentan untuk dipolitisir karena ini isu sangat sensitif dan rentan konflik. “Oleh karena itu kita harus ngerti logika-logika di belakang angka.” Dia berharap perbedaan ini tidak dipolitisir, karena bisa sangat berbahaya. Dia berharap ”seyogyanya pemerintah lebih sensitif dalam menyikapi fakta pluralitas.”
Ada enam provinsi yang diteliti terkait demografi agama di Indonesia. Di antaranya Bali, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku, dan Yogyakarta. Empat provinsi sengaja dipilih mewakili dominasi dari masing-masing empat kelompok agama di empat daerah yang berbeda, seperti Bali dengan Hindu, Jawa Barat dengan Islam, Nusa Tenggara Timur dengan Katolik, dan Sulawesi Utara dengan Kristen. Maluku dipilih karena sejarah konfliknya di awal era Reformasi dan wilayah ini juga dipilih karena jumlah umat Muslim dan Kristen relatif berimbang. Sementara Yogyakarta dipilih atas dasar sejarah kohesifnya.
Lebih jauh, Agus Indiyanto menyampaikan implikasi demografi agama tidak saja berupa pemetaan komposisi penduduk, kecenderungan penduduk, pengelompokan, tetapi turut menentukan strategi kebijakan. Hal ini mempengaruhi besaran anggaran yang harus dialokasikan pemerintah.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...