Dengar Kesaksian: Menelusuri Sejarah Kelam Indonesia Sebagai Bangsa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejarah kelam Indonesia sebagai sebuah bangsa ditelusuri dalam kegiatan Dengar Kesaksian ‘Bicara Kebenaran Memutus Lingkar Kekerasan’. Kegiatan ini merupakan bagian dari proses sepanjang tahun yang disebut ‘Tahun Kebenaran’. Hal ini disampaikan Koordinator Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK), Kamala Chandrakirana dalam sambutan ‘Dengar kesaksian’ di Ruang Teater Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta pada Senin (25/11).
“Mulai hari (Senin) ini hingga Jum’at, kita akan mendengar peristiwa-peristiwa kekerasan yang terus berulang dari Sabang sampai Merauke. Mengarungi lima tema besar dalam waktu 40 tahun sejak 1965 hingga 2005.” Kata Kamala Chandrakirana.
Tema pertama yang diangkat pada hari Senin (25/11) adalah kekerasan terhadap perempuan. Sekaligus tema ini untuk memperingati hari internasional untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Empat tema lainnya adalah kekerasan dalam operasi militer, kekerasan dalam ideologi, dan kebebasan beragama dan berkeyakinan, kekerasan dalam basis sumber daya alam, dan kekerasan terhadap pembela hak asasi manusia (HAM).
Kasus-kasus itu kekerasan dan konflik itu dalam konteks perjalanan bangsa untuk menemukenali akar-akar masalah yang harus ditangani. Hal ini diperlukan guna membeaskan generasi Indonesia ke depan dari siklus kekerasan dan diskriminasi yang tengah membelenggu. KKPK juga tengah melengkapi dokumen-dokumen tentang kasus pelanggaran berat HAM yang telah terjadi sepanjang 40 tahun dan membangun suatu database yang mencakup 948 peristiwa pelanggaran HAM.
Setiap kesaksian dari para penyintas, saksi korban konflik dan kekerasan, memberi pijakan kepada seluruh bangsa untuk bisa berdiri tegak di atas kebenaran. Kesediaan untuk mengingat pengalaman pahit bertujuan sebagai pemulihan diri dan Indonesia sebagai bangsa.
PBB dan Negara Menjamin Hak Untuk Tahu Fakta Pelanggaran HAM
Hak untuk mengetahui kebenaran tentang pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di dalam sebuah bangsa merupakan hak yang diemban para korban maupun masyarakat secara umum. Hal ini ditegaskan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hak atas kebenaran termasuk hak untuk mengetahui identitas para pelaku pelanggaran, mengetahui sebab-sebab dan fakta-fakta pelanggaran, serta situasi yang melatari terjadinya pelanggaran HAM. Hak korban atas kebenaran tidak dapat dipisahkan dari hak korban atas keadilan, reparasi atau pemulihan.
Dewan HAM PBB juga menyatakan bahwa hak atas kebenaran punya sebutan-sebutan lain dalam pelbagai konteks hukum. Misalnya hak untuk tahu, hak atas informasi atau jaminan kebebasan informasi.
UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia juga memberi jaminan semua warga negara atas hak untuk mencari, mengolah, dan menyampaikan informasi guna mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Konstitusi juga menjamin kapasitas negara bangsa untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu secara tuntas dan sesuai standar HAM.
Majelis Permusaywaratan Rakyat (MPR) pun mengintegrasikan kebenaran sebagai bagian dari Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) untuk 1999-2004 melalui TAP MPR IV/1999. MPR menegaskan bahwa untuk mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan, misi negara mencakup tegaknya supremasi hukum dan HAM berlandaskan keadilan dan kebenaran. Tetapi misi ini belum terpenuhi setelah 15 tahun reformasi dimulai.
“Tahun kebenaran merupakan gagasan masyarakat sipil dan wujud kepemimpinan warga di tengah negara yang otopilot. Inisiatif ini mencerminkan kesiapan kita sebagai warga yang peduli untuk ikut menanggung hutang sejarah yang masih terus dipikul bangsa. Langkah ini diambil atas dasar keyakinan pada kewenangan moral yang dimiliki warga yang peduli dan berbuat atas dasar kepedulian itu. Serta atas dasar keyakinan dukungan sosial yang dimiliki kita sebagai warga, sebagai sumber teladan, di mata masyarakat.“ Kata Kamala Chandrakirana.
“Kami KKPK bersyukur atas kesediaan sejumlah warga yang peduli, tokoh-tokoh panutan masyarakat, yang sama-sama peduli untuk mendengarkan kesaksian para korban dan memaknai pengalaman korban dalam konteks kebangsaan kita.”
Kegiatan hari pertama Dengar Kesaksian juga diisi permenungan oleh sastrawan Putu Oka Sukanta, orasi kebudayaan oleh Sinta Nuriyah, pertunjukan gerak dan lagu oleh SMP Santo Markus Jakarta, kelompok mahasiswa Papua, Heriansyah Latief, dan Kiprah Perempuan (KIPER) Yogyakarta.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...