Dipaksa Masuk Islam, Kristen Irak Memilih Pergi dari Mosul
MOSUL, SATUHARAPAN.COM – Orang Kristen Irak lebih memilih untuk meninggalkan kota Mosul untuk mempertahankan iman mereka daripada harus masuk Islam. Mereka diberikan batas waktu oleh para ekstremis militan dengan pesan bahwa orang Kristen Irak itu harus meninggalkan barang-barang mereka dan para ekstremis akan beramai-ramai mencuri barang-barang tersebut.
Beberapa komentar menggambarkan betapa mengerikannya kehidupan dari masyarakat kuno yang telah lama berjuang untuk bertahan hidup di tengah-tengah negara yang mayoritas beragama Muslim.
Kebanyakan orang Kristen meninggalkan Mosul yang merupakan kota kedua terbesar di Irak, setelah negara Islam Irak dan Suriah dan militan Sunni lainnya merebut kota tersebut pada tanggal 10 Juni 2014 yang lalu di mana awal pergerakan mereka pemberontak membombardir wilayah Irak utara dan barat. Sebagai agama minoritas, orang Kristen waspada tentang bagaimana mereka akan diperlakukan oleh militan Islam garis keras.
Beberapa orang Kristen ada yang memilih untuk tetap tinggal, namun saat ini jumlahnya telah berkurang setelah para militan memberi mereka batas waktu Sabtu (19/7) lalu untuk masuk ke dalam agama Islam, membayar pajak atau mati. Hal itu merupakan kesempatan terakhir bagi banyak orang, termasuk Zaid Qreqosh Ishaq (27) dan keluarganya yang melarikan diri relatif lebih aman ke wilayah Kurdi.
“Kami harus pergi melalui daerah di mana mereka telah mendirikan pos pemeriksaan,” kata dia. “Kelompok militan Negara Islam tersebut meminta kami untuk keluar dari mobil. Kami keluar. Mereka mengambil barang-barang kami, tas kami, uang kami dan semua yang kami miliki.”
Seperti begitu banyak keluarga yang melarikan diri dari Mosul, Ishaq berlindung di Gereja St. Joseph di kota Kurdi utara, Irbil. Tapi mereka mungkin terpaksa pindah ke kamp-kamp yang telah diatur untuk orang Irak yang mencoba menghindar dari kekerasan.
“Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita,” kata Ishaq. “Masa depan kita tidak pasti.”
PBB mengatakan pada Minggu (20/7) bahwa setidaknya 400 keluarga yang berasal dari Mosul – termasuk kelompok minoritas agama dan etnis lainnya – mencari perlindungan di provinsi utara Irbil dan Dohuk.
Mosul adalah rumah kuno bagi beberapa komunitas Kristen yang paling kuno, tapi jumlah orang Kristen telah menurun sejak pecahnya kekerasan sektarian yang dimulai setelah invasi pimpinan AS yang menggulingkan Saddam Hussein pada 2003 lalu. Sekitar 25 keluarga Kristen tetap tinggal di kota tersebut, Duraid Hikmat, kata seorang pejabat kantor gubernur Ninenveh kepada Associated Press (AP). Sebagian besar orang tinggal karena alasan medis dan telah menemukan tempat perlindungan di rumah-rumah tetangga Muslim mereka.
Pada Minggu (20/7), para militan merebut Mar Behnam, sebuah biara tua yang berusia 1.800 tahun berlokasi sekitar 25 km atau 15 mil di selatan kota Mosul. Menurut warga setempat, para pendeta dan penduduk setempat mengungsi ke kota terdekat yaitu di Qaraqoush.
“Bahkan di sini di Qaraqoush, kita tidak merasa aman karena militan IS hanya beberapa kilometer jauhnya,” kata Pastor Sherbil Issou yang juga melarikan diri dari Mosul.
Noel Ibrahim, yang melarikan diri dari Mosul minggu lalu dengan keluarganya mengatakan orang-orang bersenjata dari kelompok negara Islam menghentikan mobil mereka, mencuri uang tunai dan perhiasan emas dari para perempuan.
“Salah satu pria bersenjata mengatakan kepada kami, “Kau bisa pergi sekarang, tapi jangan bermimpi akan kembali lagi ke Mosul,”” kata Ibrahim.
Gubernur Irbil, Nawzad Hadi, telah berjanji untuk melindungi komunitas Kristen dan komunitas minoritas lainnya yang melarikan diri dari Mosul. Menurut PBB, wilayah tersebut saat ini merupakan rumah bagi lebih dari dua juta pengungsi dan orang terlantar dari Irak dan Suriah.
Sementara itu, Tentara Pria dari Thariqat Naqsybandi – kumpulan dari mantan anggota partai terlarang Baath Saddam – yang menyatakan bahwa mereka membantu kelompok IS di daerah yang ditaklukannya telah memisahkan diri dari kekerasan terhadap kelompok minoritas di Irak.
“Tentara kami adalah perpanjangan tangan dari mantan tentara Irak nasional dan mencakup semua faksi rakyat Irak seperti Sunni, Syiah, Arab, Kurdi, Turkmen serta Kristen, Yazdis dan Sabean yang ingin membebaskan Irak dan melepaskannya dari subordinasi,” kata kelompok itu dalam sebuah pesan yang diposting di situs resminya, Selasa (22/7). “Kami tidak memiliki hubungan atau kerja sama dengan kelompok yang menyerukan membagi Irak dan rakyatnya secara etnis dan sektarian.”
Kelompok Negara Islam telah bersumpah untuk melanjutkan serangannya ke Baghdad, meskipun tampaknya keadaan di daerah tersebut sudah mencapai puncaknya yang saat ini telah menduduki daerah Sunni, Irak. Namun pemerintah negara itu telah mampu meluncurkan pertahanan serangan yang efektif terhadap militan dan politisi masih berjuang untuk membentuk pemerintahan setelah pemilu pada April lalu. (alarabiya.net)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...