Diskusi Lintas Agama: Melacak Jejak Yesus dalam Jokowi-Basuki
JOMBANG, SATUHARAPAN.COM - Kaum muda lintas agama di Jombang berdiskusi dengan tema "Melacak Jejak Yesus dalam Kepemimpinan Jokowi-Ahok", diskusi ini diadakan dalam rangka memperkuat praksis kehidupan harmonis dan toleran antar umat beragama dan etnis di Jombang, diskusi ini berlangsung di GKI Jombang, Rabu (5/11).
Penggagas diskusi adalah Aan Anshori, Koordinator Gusdurian Jawa Timur dan Andreas Kristianto, calon pendeta di GKI Jombang, keduanya bersepakat ada 3 hal yang menjadi jejak Yesus yang dapat ditemukan dalam kepemimpinan Jokowi-Ahok, yakni tentang teladan kesederhanaan, pemimpin blusukan dan pemimpin yang memperjuangkan keadilan.
Aan Anshori memulai diskusi dengan mengangkat Yesus yang dalam pemahamannya, adalah bagian dari ke-Islaman itu sendiri. "Yesus (Isa) adalah juga bagian dari ke-islaman. Yesus bukanlah liyan (orang lain), tetapi keluarga sendiri, bagian dari kami (Islam) juga," kata Aan.
Selain rekan muda dari Gusdurian Jombang, hadir juga dari aktivis Staramuda, Muhamadiyah, pemuda Sidiqiyah di Jombang, mereka berdiskusi dengan kaum muda dan jemaat GKI Jombang serta kaum muda dari GKJW dan GPDI Jombang.
Jejak Keteladanan, Blusukan dan Keadilan
Di dalam diskusi ini dibahas salah satu Jejak Yesus adalah pribadi yang sederhana.
"Dalam injil Lukas 2 : 24 dikatakan, Yusuf dan Maria memberikan persembahan sepasang burung merpati. Yesus adalah anak dari tukang kayu Yusuf dan pasangannya Maria. Mereka adalah keluarga yang tergolong Miskin dan sederhana," kata Andreas Kristianto.
"Teladan inilah yang juga terlihat di dalam sosok pemimpin Joko Widodo," lanjut Andreas.
Andreas berpendapat Joko Widodo atau yang sering dikenal dengan Jokowi adalah sosok sederhana yang berasal dari keluarga penjual kayu dan bambu di Bantaran Kali Anyar Solo, yang sudah terbiasa hidup susah, baik susah membeli makan dan susah membayar biaya sekolah. Tetapi kondisi seperti ini, tidak mengurungkan niat dan komitmen Jokowi untuk terjun dan berkiprah di dunia politik.
Jejak Yesus yang berikutnya adalah Yesus adalah sosok yang blusukan. Andreas menerangkan, Yesus adalah sosok pemimpin yang bukan hanya duduk di belakang meja, Ia mewujudkan misi-Nya, dengan ‘turun’ melayani. Ia blusukan, ke desa, ke kota, ke tempat “yang terhormat”, ke tempat “yang rendah”, ke darat, ke danau, ke tempat ramai dan ke tempat sepi.
Andreas menerangkan dalam Alktab yang mencatat perjalanan Yesus untuk berkeliling ke seluruh wilayah Galilea, ke kota-kota dan ke desa-desa. "Yesus melihat langsung, Ia mendengar, ia memahami pergumulan orang-orang yang dijumpainya," demikian jelas Andreas.
Dengan model blusukan, bagaimana dia melihat, mendengar dan menangani persoalan masyarakat seorang Pemimpin akan dekat dengan rakyat. Andreas mengatakan bagi Jokowi yang penting turun dan berbicara langsung dengan orang yang bersangkutan, ini terlihat ketika Jokowi berusaha memindahkan PKL tanah abang.
Secara teologis, Andreas yang tengah menanti persiapan menjadi pendeta di GKI menjelaskan, Yesus adalah Sang Logos yang berimanensi menjadi manusia. Tidak heran, Yesus adalah pribadi yang dekat, menyapa dan memanusiakan manusia tanpa terkecuali. Yesus adalah pribadi yang dekat dengan siapapun orang. Dia berjumpa dengan orang kusta, lumpuh, buta, Zakheus - penarik pajak, bahkan perempuan Samaria yang mendapat stigma negatif di kancah pergaulan orang Yahudi.
"Ini yang menjadi keunikan di dalam Kekristenan, bahwa Allah hadir dan berjumpa dengan manusia. Teladan ini, sekarang melekat di dalam gaya kepemimpinan Jokowi," jelas Andreas.
Jejak Yesus lain yang menarik dalam diskusi adalah sosok Yesus yang membela keadilan dan kebenaran. Ketika Yesus marah di sinagoge yang telah dijadikan pasar dan tidak lagi altar, Yesus dengan tegas berkata, "Rumah-Ku adalah rumah doa, tetapi kamu menjadikannya sebagai sarang penyamun."
Melacak jejak Yesus dalam membela keadilan, Andreas dan Aan Anshori sepakat dalam kepemimpinan Basuki Tjahaya Purnama atau yang sering dikenal dengan nama Ahok adalah pribadi yang gigih dalam memperjuangkan keadilan. Dia berani menentang praktik ketidakadilan. Dia melawan koruptor-koruptor yang selama ini menerima suap sana-sini. Ahok sempat marah dan berkata dirinya membenci perilaku korup, bukan orangnya.
Aan Anshori menjelaskan ketika Ahok mengatakan bahwa dia rela mati demi mempertahankan dan memperjuangkan konstitusi. Itu artinya, Ahok rela mati demi Indonesia, ini berarti ada harapan baru di tengah ketidaktegasan dan ketidakcakapan pemimpin dalam berbuat dan bertindak.
"Ahok muncul sebagai penyegar dahaga pemimpin yang tegas demi keindonesiaan," demikian kata Aan Anshori yang sering dipanggil Gus Aan oleh para sahabatnya.
Andreas juga menambahkan, Ahok hadir dengan segala bentuk keindonesiaannya dengan menentang sikap diskriminasi dan ‘penghakiman’ karena alasan Suku, Ras dan Agama (SARA). "Kalau SARA maka saya lawan sampai mati," demikian Andreas mengutip kalimat yang pernah disampaikan Ahok.
Menjelaskan hal ini, Andreas menerangkan keberanian Ahok untuk mati demi Indonesia, terinspirasi dari surat Filipi 2 : 21 yang mengatakan, karena bagiku hidup adalah kristus dan mati ada keuntungan. Inilah yang membuat Ahok memiliki passion, daya juang, roh yang menyala-nyala untuk memperjuangkan kebenaran di negeri ini.
"Gereja seharusnya ada di tengah dunia, seperti Yesus yang hadir di tengah manusia," demikian Andreas Kristianto membuat kesimpulan diskusi.
Memahami Untuk Memperkaya
Diskusi lintas agama mengambil tema kepemimpinan Jokowi-Ahok ini digagas dan dipandu oleh Aan Anshori dan Andreas Kristianto ini bertujuan agar jaringan lintas iman dan etnis juga mengumuli isu-isu sosial (khususnya kepemimpinan) dalam konteks teologis. Tujuan lain adalah melalui diskusi ini jaringan lintas iman dan etnis saling belajar dan membuka diri satu dengan yang lain dengan kekayaan tradisi dan agama yang berbeda.
Aan Anshori mengungkapkan bahwa ada empat pijakan awal yang harus menjadi dasar di dalam diskusi semacam ini. Pijakan awal itu adalah pertama, Yesus atau Isa, merupakan sosok suci yang kelahirannya mendapat apresiasi khusus Alquran (Maryam 33, Baqarah 253), kedua, mempercayai kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah merupakan salah satu pilar (rukun) keimanan (Baqarah 87, al imran 3-4), ketiga, kebenaran tidak tunggal, menacari titik temu, berdakwah yang baik (baqarah 62, al-imran 64), keempat, kebencian terhadap kelompok tidak bisa menjadi alasan berbuat tidak adil pada mereka (maidah 8).
"Dasar inilah yang membuat diskusi menjadi sejuk dan konstruktif. Empat pijakan inilah yang memberanikan saya untuk berbicara tentang Yesus di mana saja dan kapan saja," kata Aan Anshori.
Andreas menambahkan bahwa diskusi tentang Yesus adalah sesuatu yang sentral di dalam Kekristenan. "Yesus menjadi nafas dan bagian hidup kami. Kekristenan tanpa Yesus, tidak akan ada spirit dan daya juang,
Belajar dari sosok Gus Dur, Andreas Kristianto mengutip pentingnya menyikapi perbedaan, "Gus Dur mengatakan bahwa justru karena kita berbeda, maka kita akan jelas dimana letak persatuan kita."
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...