Eropa Dilanda Banjir Pengungsi Daerah Konflik
SATUHARAPAN.COM – Dilanda banjir pencari suaka, Jerman, Prancis, dan Italia menyerukan perombakan undang-undang tentang hak suaka dan penyebaran yang lebih adil atas para migran di seluruh Uni Eropa, Menteri Luar Negeri Italia mengatakan pada Rabu (2/9).
Para Menteri Luar Negeri dari tiga negara tersebut menandatangani surat bersama untuk menekankan kekurangan dari sistem suaka yang ada saat ini.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Frank-Walter Steinmeier, Paolo Gentiloni, dan Laurent Fabius mereka menyerukan “distribusi yang adil untuk pengungsi di seluruh Uni Eropa.”
Dokumen tersebut ditujukan kepada Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini menjelang pertemuan informal para menteri luar negeri Uni Eropa di Luxembourg pada hari Jumat dan Sabtu.
Italia telah lama menyerukan kebijakan Uni Eropa terhadap imigrasi dan penciptaan sebuah hukum Uni Eropa pada suaka, sesuatu yang akan membutuhkan reformasi undang-undang yang telah ada saat ini.
Sesuai dengan pencapaian kesepakatan Dublin pada 1990, sistem suaka mewajibkan para pengungsi untuk melaporkan kasus mereka di negara Uni Eropa pertama yang mereka capai, di mana mereka juga harus mendaftar terlebih dahulu.
Namun negara-negara di Eropa Utara mengeluh bahwa Italia dan Yunani gagal mengidentifikasi pendatang baru yang memungkinkan banyak pengungsi untuk terus bepergian mencari suaka di tempat-tempat lainnya.
Cheska Tandai Pengungsi dengan Angka
Di Eropa Timur, polisi Republik Cheska (disebut juga Republik Cek/Ceko) memberikan tanda para pengungsi dengan angka setelah menahan mereka di sebuah kereta. Ini menuai kecaman dari pembela dan pengacara HAM pada Rabu.
“Tidak ada aturan yang mengizinkan para polisi itu menandai pengungsi seperti ini,” ujar pengacara dari Liga HAM Cheska (Czech Human Rights League), Zuzana Candigliota kepada AFP.
Tindakan para polisi itu sungguh membuat marah karena mengingatkan kembali tindakan Nazi Jerman yang menandai lengan para penghuni kamp konsentasi dengan angka.
Polisi Cheska menggunakan spidol untuk menuliskan angka di 214 tangan pengungsi, mayoritas pengungsi Suriah, ditahan pada Selasa di kereta dengan rute Austria dan Hongaria yang melintasi pos perbatasan wilayah tenggara.
Juru bicara kementerian dalam negeri Lucie Novakova mengatakan tindakan itu dijalankan karena makin banyaknya jumlah anak-anak di antara para pengungsi.
“Tujuan kami untuk mencegah pengungsi anak-anak agar tidak tersesat,” katanya kepada AFP.
Tindakan itu digunakan terhadap sejumlah besar pengungsi untuk mendata anggota keluarga, menurut Katerina Rendlova, juru bicara untuk unit kepolisian Cheska yang menangani imigran.
“Kami juga menuliskan kode di kereta imigran yang tiba agar kami dapat mengetahui ke negara mana kami harus memulangkan mereka melalui sistem pendaftaran kembali kami.”
Tidak seperti beberapa negara anggota Uni Eropa lainnya, pihak berwenang memberlakukan bahwa imigran yang memasuki negara itu tanpa terlebih dahulu mengajukan permintaan suaka harus dipulangkan ke negara tempat mereka tiba pertama kali, sesuai dengan Dublin Provision Uni Eropa.
Hampir seluruh rakyat Cheska menolak untuk menampung pengungsi, menurut survei pada Agustus dari lembaga survei setempat Focus dengan 93 persen responden mengatakan mereka harus dideportasi ke negara asalnya.
Pemerintah Inggris Didesak Tambah Kuota Pengungsi
Di daratan Inggris, juga terjadi guncangan. Lebih dari 20.000 orang menandatangani petisi untuk mendesak pemerintah Inggris menampung lebih banyak pengungsi, seiring dengan derasnya aliran pengungsi, terutama dari Suriah, ke Eropa.
Petisi itu menyerukan agar Inggris menambah kuota pencari suaka dan meningkatkan bantuan bagi para pengungsi.
“Saat ini sedang terjadi krisis pengungsi global. Jumlah pengungsi yang akan ditampung Inggris berbeda jauh dengan negara-negara Eropa lainnya,” kata petisi itu.
“Kami tidak akan membiarkan para pengungsi yang sudah mempertaruhkan nyawa mereka untuk melarikan diri dari konflik dan kekerasan yang mencekam hidup dalam kondisi tak layak, tidak aman dan tidak manusiawi di Eropa.”
Pemerintah berkewajiban merespons petisi itu karena sudah ada lebih dari 10.000 tanda tangan, dan jika mencapai 100.000 ribu, masalah tersebut akan dipertimbangkan untuk dibawa ke parlemen.
Politikus oposisi sudah mendesak Perdana Menteri David Cameron untuk menambah jumlah pengungsi yang akan ditampung Inggris—yang menerima jumlah pencari suaka lebih sedikit dibandingkan negara Eropa lainnya.
Masalah imigrasi merupakan salah satu isu politik paling sensitif di Inggris.
Slovakia: Zona Schengen Eropa ‘Hancur Berantakan’
Zona bebas paspor Schengen Eropa “hancur berantakan” di tengah eskalasi tajam krisis pengungsi dan imigran, ungkap menteri luar negeri Slovakia pada Rabu (02/09).
“Schengen secara de facto hancur berantakan,” ujar Menteri Luar Negeri Miroslav Lajcak kepada wartawan di Bratislava, seraya menambahkan bahwa Slovakia siap untuk menawarkan dukungan materi dan personel untuk meningkatkan keamanan di sepanjang perbatasan Uni Eropa.
Sejumlah besar pengungsi memasuki Uni Eropa melalui jalur laut dan darat pada tahun ini, di saat ratusan ribu orang melarikan diri dari konflik di Afrika, Asia dan Timur Tengah.
“Dalam kondisi normal, sulit untuk mendapatkan visa Schengen, dan sekarang ada puluhan ribuan orang berjalan di sekitar sini tanpa seorang pun yang memeriksa mereka,” ujar Lajcak.
“Jadi, apakah kami harus memiliki visa Schengen, atau tidak “
Sejak pendiriannya pada 1995, wilayah Schengen—yang diberi nama menurut sebuah kota di Luksemburg—telah menghapus kontrol paspor untuk perjalanan di antara 22 dari 28 negara Uni Eropa, ditambah non-Uni Eropa seperti Islandia, Liechtenstein, Norwegia dan Swiss.
Penuhi Permintaan Jerman, Italia Siap Berlakukan Kontrol Perbatasan
Italia siap memberlakukan pemeriksaan identifikasi di Brennero yang berbatasan dengan Austria setelah menerima permintaan bantuan dari Jerman guna meredakan gelombang masuk imigran ke wilayah Bavaria, ujar pihak provinsi Bolzano pada Rabu.
Pemerintah Roma siap “mengaktifkan kembali” pengawasan seperti yang pernah dijalankan selama gelaran G7 pada Juni lalu, sebagai “langkah sementara agar memungkinkan Bavaria melakukan reorganisasi dan menghadapi kondisi darurat,” menurut pernyataan dari provinsi tersebut.
Bolzano, berada di wilayah Alto Adige, Italia utara yang berbahasa Jerman, mengatakan Bavaria meminta “bantuan logistik”.
Wilayah itu juga akan menampung “300 hingga 400 pengungsi”, menempatkan mereka secara sementara di sejumlah gym yang sudah dilengkapi fasilitas untuk kepentingan semacam itu, di bawah organisasi badan perlindungan sipil, dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah.
“Bavaria mengalami rekor kedatangan pengungsi, terutama via rute migrasi Balkan, yang menimbulkan situasi tidak terkendali,” kata pihak provinsi tersebut, seraya menambahkan sejumlah upaya sedang berlangsung “untuk menemukan struktur baru dan segera menangani peningkatan luar biasa jumlah imigran.” (AFP)
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...