Foto Waria Salat Bersama di Pesantren Yogya Menangi Penghargaan Dunia
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -Foto-foto yang menggambarkan aktivitas para Waria hidup dan dididik di Pondok Pesantren Waria di Kotagede Yogyakarta --diantaranya ketika salat bersama -- telah berhasil memenangi tempat ketiga pada kompetisi foto World Press Photo tahun ini untuk kategori Isu Konptemporer.
Foto-foto itu dibuat oleh Fulvio Bugani, seorang fotografer dari Italia.
Sebagaimana dilansir oleh Time dalam sebuah esai foto berjudul Inside Indonesia’s Islamic Boarding School for Transgender People, foto-foto hitam putih yang jumlahnya 15 tersebut (di sini ditampilkan hanya sebagian) secara hidup dan terperinci mempertunjukkan berbagai aktivitas Waria, yang oleh sebagian penganut agama Islam masih sering disisihkan, bahkan tidak jelas tempatnya ketika bersembahyang di masjid.
"Ketika Shinta Ratri mengunjungi keluarganya di Yogyakarta, sebuah kota di Indonesia di mana ia masih tinggal sampai sekarang, ia duduk di luar rumah keluarganya dan menunggu. Dia belum diperbolehkan ke dalam karena dalam usianya yang 16 tahun, itu pertama kalinya sebagai seorang yang fisiknya pria ia memberitahu keluarganya bahwa dia merasa sebagai seorang gadis," tulis Niah Rayman dalam esai yang mengantarkan foto-foto karya Fulvio Bugani.
Kini, Shinta, 53, adalah salah satu aktivis transgender terkemuka di Tanah Air. Ia mengelola Pondok Pesantren Waria, Al Falah, sebuah pesantren seperti namanya yang memang dikhususkan untuk Waria. Pesantren itu berada di rumah Shinta, yang disediakan untuk komunitas Waria saling bahu membahu membantu para transgender dari seluruh Nusantara yang kemungkinan menghadapi diskriminasi di rumah.
"Mereka datang ke Yogyakarta karena mereka tahu tentang pesantren ini," kata Fulvio Bugani, yang menghabiskan hampir tiga minggu tinggal bersama komunitas Waria di pesantren tersebut. "Mereka tahu bahwa di sana mereka bisa salat dan hidup seperti seorang wanita dalam suasana yang baik."
Menurut Time, foto-foto Bugani kuat menggambarkan kehidupan sehari-hari komunitas Waria dengan beragam tingkat pendidikan itu. Sekitar 10 orang tinggal di pesantren, menurut Bugani, meskipun angkanya berfluktuasi. Banyak dari mereka mencari nafkah sebagai pekerja seks atau artis jalanan, karena tidak dapat menemukan pekerjaan di bidang lain, tetapi pesantren itu menawarkan lingkungan yang nyaman di mana, Bugani mengatakan, mereka bisa menjadi diri mereka sendiri.
Pesantren juga menyediakan tempat yang unik untuk para waria itu menunaikan ibadah salat. Di Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, masjid biasanya memisahkan tempat duduk berdasarkan jenis kelamin dan wanita transgender enggan untuk bergabung atau dilarang berpartisipasi dalam kedua kelompok. Tapi Shinta telah memastikan bahwa perempuan dapat berdoa bersama di pesantren itu.
"Dia sangat bangga menjadi seorang wanita dan juga menjadi seorang Muslim," kata Bugani tentang Shinta. "Dia ingin membantu Waria lain untuk menjadi seperti dia."
Sekali waktu Bugani mendampingi Shinta mengunjungi rumah keluarganya. Dan Shinta menunggu beberapa waktu di luar, sebelum ibunya muncul, seolah sebuah ritual.
"Anda tahu, ibu selalu ibu," kata Bugani.
Editor : Eben Ezer Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...