Gerakan Revolusi Mental Tawarkan Konsep Kebhinekaan Harmonis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Konsep dasar gerakan revolusi mental yang pada awalnya digagas oleh Pendeta Guntur Subagyo menawarkan konsep hidup kebhinekaan yang harmonis. Hal tersebut dipaparkan pada simposim dan forum diskusi gerakan revolusi mental yang diselenggarakan oleh para tokoh Kristen Indonesia di Graha Bethel, Jalan Ahmad Yani, Cempaka Putih, Jakarta pada Jumat (5/9).
Simposium dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan kembali serta menyempurnakan modul gerakan revolusi mental yang telah disetujui Jokowi.
Acara ini menghadirkan Pendeta Guntur Subagyo, M. Th (penulis awal gerakan revolusi mental); Iman Santoso, Ph. D (koordinator Transformation Connection Indonesia); Pendeta Dr. Phil K. Erari (Ketua I PGI); dan Daniel Pandji (koordinator My Home) sebagai pembicara. Sementara itu, Romo Agus Ulahayanan (sekretaris eksekutif komisi HAK – KWI) yang pada awalnya dijadwalkan hadir sebagai pembicara tidak dapat memenuhi undangan karena menghadiri acara kepemerintahan.
Iman Santoso sebagai pembuka forum menyampaikan bahwa apabila suatu bangsa mengalami perubahan, hal pertama kali yang menyebabkan perubahan itu terjadi adalah pikiran. Jadi, jika bangsa menginginkan adanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik, revolusi mental adalah salah satu alternatif untuk mewujudkannya. Ia menambahkan, pada dasarnya sifat dasar revolusi mental itu mengubah sifat dan pikiran negatif menjadi positif.
Sejalan dengan pengubahan sifat negatif menjadi positif yang disampaikan Iman, Erari juga mengajak masyarakat menyerukan seruan moral dan melakukan pembaruan atau tranformasi mendasar terhadap sikap, perilaku, kebiasaan yang destruktif, merusak, dan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan bangsa.
Menurut Erari, motivasi dasar dari seruan moral revolusi mental ini adalah sebuah awal gerakan tranformasi budaya bangsa Indonesia dari pemerintahan yang membiarkan bertumbuhnya korupsi, diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadilan. Transformasi merupakan sebuah pendekatan pembangunan yang berbasis rakyat. Erari menyampaikan bahwa revolusi mental juga harus menciptakan keadilan.
Sementara itu, landasan gerakan revolusi mental dalam konsep dasar yang ditulis oleh Guntur diharapkan dapat membentuk karakter dan kepribadian bangsa yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong, kebhinekaan, dan Pancasila melalui proses pembelajaran yang cepat. Proses revolusi mental ini dapat dimulai dengan pembentukan individu yang berdaulat, yakni individu yang mampu menentukan pilihan hidupnya sendiri sesuai keyakinan untuk kebaikan dan keluhuran martabat dirinya maupun bangsanya. Kemudian, individu yang mandiri, yaitu individu yang mampu bertanggungjawab atas kebutuhannya sendiri serta dapat menopang kemandirian bangsanya tanpa bergantung pada pihak lain. Selanjutnya, individu yang berkepribadian dan berkebudayaan, yakni individu yang memiliki dan melakukan nilai-nilai kolektif di Indonesia. Ketiga hal ini dirangkum dalam trisakti pembangunan karakter bangsa.
Sejalan dengan hal tersebut, Guntur menyampaikan bahwa gerakan revolusi mental perlu melalui empat tahapan proses, yaitu pengenalan, pemaknaan, penerapan, dan harmoni. Agar gerakan revolusi mental ini terealisasi dengan cepat, perlu adanya satu kelompok yang terdiri atas 5-7 orang, yang masing-masing nantinya akan memecah berlipat ganda membentuk kelompok yang baru. Kelompok ini disebutnya sebagai sel. Jika berhasil, Guntur yakin dalam tiga tahun penduduk Indonesia akan mengalami gerakan revolusi mental walaupun masih berada pada tingkat dasar atau pengenalan.
Menanggapi hal tersebut, salah satu peserta diskusi menyangsikan periode waktu yang dipaparkan Guntur. Periode waktu gerakan tersebut ditakutkan akan berbenturan dengan masa jabatan Jokowi yang cukup terbatas. Ia mengkhawatirkan gerakan ini tidak akan menjadi gerakan yang berkelanjutan. Usulan dari para peserta sempat terlontar untuk menjadikan revolusi mental sebagai sistem pendidikan agar gerakan ini menjadi program yang sustainable.
“Gerakan revolusi mental ini memang ditempuh dengan cara informal, bukan melalui institusi-institusi. Gerakan ini bisa lebih cepat daripada harus melalui program pendidikan asalkan ada orang-orang yang mau bekerja keras menggarap modul ini,” sanggah Guntur.
Sementara itu, implementasi gerakan revolusi mental disampaikan oleh Daniel. Ia menyampaikan bahwa gerakan tersebut diharapkan akan bergulir seperti bola-bola salju yang awalnya kecil kemudian lama-lama menjadi besar dan menyebar ke seluruh pelosok Indonesia.
“Perlu gerakan yang sistematis dari pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkannya,” tutur Daniel. “Dengan keyakinan, kita bisa memulihkan keadaan bangsa,” ia memungkasi pembicaraan.
Para peserta diskusi berharap gerakan ini dapat terealisasi, bukan hanya sekadar wacana.
Editor : Bayu Probo
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...