GMKI: Kesadaran Pemuda dalam Berbangsa Perlu Diasah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ayub Manuel Pongrekun menilai tantangan terbesar pemuda dewasa ini adalah sebuah kesadaran akan tanggung jawab berbangsa dan bernegara.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, menurut Ayub, pemuda mesti membangun kesadarannya dan kesadaran akan tanggungjawab itu harus terus diasah. Hal itu dikatakan Ayub menyoroti berbagai persoalan yang dihadapi pemuda berkaitan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda pada tahun ini.
“Tantangan terbesarnya adalah sebuah kesadaran akan lebih besar terhadap tanggung jawab berbangsa dan bernegara. Bentuknya sekarang banyak berkarir. Kita lihat banyak yang berkarya. Tetapi dalam konteks berbangsa dan bernegara ini ya membangun kesadarannya yang masih harus perlu diasah,” kata Ayub saat dihubungi satuharapan.com, beberapa waktu lalu.
Keterlibatan pemuda dalam berbangsa dan bernegara, lanjut Ayub, salah satunya dengan berkarya. “Sekaligus yang kedua juga, jangan sampai kehilangan rasa aware-nya terhadap persoalan-persoalan dan dinamika yang terjadi atau dihadapi oleh kebangsaan sekarang dalam bentuk apapun itu,” kata pemuda lulusan pendidikan S2 di Prodi Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia itu.
Berikut ini petikan wawancara satuharapan.com dengan Ayub Manuel Pongrekun, hari Selasa (13/10).
Satuharapan.com: Mengapa pemuda jarang berbicara nasionalisme di rumah ibadah?
Ayub: Di rumah ibadah ini kan ada pemimpin-pemimpin rumah ibadah. Jadi kalau dalam pengamatan saya, pemuda terutama di gereja selalu mengikuti pemimpin-pemimpin rumah ibadah di mana pun mereka berada, baik itu di masjid, di gereja atau di manapun itu.
Nah kalau melihat konteks ini peran daripada pemimpin rumah ibadah itu sangat besar, termasuk untuk mendorong pemuda-pemuda gereja untuk berbicara mengenai nasionalisme sendiri.
Jadi kalau misalnya ada pemimpin-pemimpin rumah ibadah yang hanya fokus tentang rumah ibadahnya sendiri ya itu bisa dipastikan bahwa persoalan percakapan anak-anak muda di rumah ibadah tersebut, itu akan relatif lebih sedikit dibandingkan misalnya mungkin para pemimpin rumah ibadah tersebut memberi perhatian yang cukup tinggi terhadap nasionalisme.
Satuharapan.com: Kegiatan apa yang cocok untuk pemuda dalam membangun bangsa?
Ayub: Karena konteks di Indonesia ini beragam, mungkin kegiatan bersama interfaith. Kegiatan antara pemuda gereja dengan remaja masjid dengan pemuda hindu, budha, dan konghucu itu misalnya mungkin kamp bersama atau kegiatan bersama bisa membantu saling mencairkan suasana antara satu dengan yang lainnya.
Satuharapan.com: Kegiatan apa yang menarik pemuda dalam kegiatan rohani?
Kegiatan rohani pemuda salah satunya mungkin dengan konser musik, festival musik untuk menarik kegiatan kerohanian. Tetapi yang paling utama pendekatan persuasive ternyata itu juga bisa menarik keterlibatan teman-teman sekaligus juga memang kegiatan-kegiatan anak muda yang outdoor bisa membantu, yang tidak hanya di dalam ruangan-ruangan gereja yang menarik perhatian.
Satuharapan.com: Hubungan antarumat beragama saat ini seperti apa?
Hubungan antarumat beragama sekarang ini cukup bagus. Walaupun memang kita hari ini juga cukup bersedih dengan kasus kejadian yang terjadi di Aceh Singkil, tetapi ini kan kalau secara nasional kita lihat relasi antara umat beragama itu relatif lebih baik.
Tetapi ada satu persoalan utama sebenarnya yang muncul, yaitu adalah tidak adanya terbangunnya kepercayaan antara banyak pemuda. Jadi kesannya timbul adalah saling ketidakpercayaan dan saling mencurigai antara satu dengan yang lainnya sebagai sesama anak bangsa.
Apalagi dalam konteks Indonesia ini sebenarnya isu agama sangat sensitif. Jadi kurangnya dialektika antara anak-anak muda interfaith ini yang membuat distractnya semakin tinggi.
Satuharapan.com: Sejauh ini peran rumah ibadah dalam membangun kerukunan beragama?
Peran rumah ibadah dalam membangun kerukunan sangat besar. Jadi selama ini peran-peran daripada Pendeta, Ulama, Pastor, Rohaniwan, para pendeta-pendeta ini sangat penting. Karena apa? Karena kita menempatkan tokoh-tokoh pemimpin rumah ibadah ini, pemimpin-pemimpin agama ini di posisi dalam konteks kultural bangsa Indonesia itu di posisi yang sangat tinggi, sehingga posisi mereka adalah membimbing, mengarahkan dan memberikan penguatan spiritualitas itu sangat penting dan sangat membantu.
Kita bisa bayangkan, kalau semua seperti pendeta-pendeta di gereja itu memprovokasi umatnya untuk membalas tindakan teror, melakukan tindakan kekerasan, atau membalas tindakan kekerasan itu akan menjadi dampak yang buruk sangat besar terhadap persoalan sosial kebangsaan kita.
Satuharapan.com: Saran untuk pemuda dalam membangun nasionalisme?
Ayub: Pemuda di Indonesia ini harus menemukan musuh bersamanya. Dengan adanya musuh bersama maka terjadinya persatuan, karena latar belakang dari pemuda ini kan sangat berbeda-beda.
Selanjutnya, pemuda Indonesia harus memulai jujur dan terbuka atas segala bentuk perbedaan yang ada. Walaupun tetap menjaga, menjunjung tinggi persamaan, tetapi paling tidak adalah mulai mempercakapan perbedaan-perbedaan, sehingga persoalan saling memahami antara perbedaan itu, identitas-identitas itu menjadi sangat penting untuk saling memahami.
Kemudian, membangun event-event kebersamaan, kegiatan-kegiatan kebersamaan ini cukup membantu di dalam proses membangkitkan nasionalisme di kalangan anak-anak muda.
Editor : Bayu Probo
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...