Hubungan Diplomatik dengan Israel: Mengapa Tidak?
SATUHARAPAN.COM – Berbicara tentang Israel, lebih-lebih lagi sebagai orang Indonesia tidak selalu nyaman. Pendudukan Israel atas Tanah Palestina, yang sampai sekarang belum juga selesai, telah menimbulkan antipati besar terhadap negara Yahudi ini. Penandatangan perdamaian yang berkali-kali dilakukan ternyata tidak membawa perdamaian sejati di kawasan itu. Malah peperangan terus bertubi-tubi. Saling serang antara Israel dan Hamas di Gaza telah menjadi berita setiap hari. Kadang-kadang ada gencatan senjata, tetapi itu tidak berlangsung lama. Konflik lagi. Israel memang selalu merasa terancam. Guna mengatasi rasa keterancaman itu, Israel membangun tembok raksasa di sekeliling perbatatsannya, suatu tindakan yang tidak terlalu mudah dicerna, lebih-lebih lagi ketika Tembok Berlin justru telah dirobohkan beberapa tahun lalu.
Posisi Indonesia sangat jelas, tidak mengakui Israel sebagai negara dan ikut memperjuangkan terwujudnya Negara Palestina. Gereja-gereja juga, baik pada aras dunia, maupun di Indonesia ikut mendukung terbentuknya Negara Palestina, tetapi pada saat yang sama diserukan terwujudnya perdamaian sejati atas dasar keadilan dan kesetaraan. Posisi ini sangat dipahami. Ini juga sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945, bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Namun di dalam kenyataannya, posisi hampir-hampir tidak membawa dampak besar bagi terjadinya perubahan yang signifikan di Palestina. Relasi Israel dan Palestina tetap saja memanas, entah sampai kapan.
Pada waktu Gus Dur menjadi presiden, pernah diwacanakan agar dibuka hubungan diplomatik dengan Israel. Tetapi sebgaimana kita ketahui, wacana ini dengan segera dilupakan, karena sekian banyak kritik dan protes dilancarkan. Tetapi sementara itu kita juga menengarai adanya kontak-kontak rahasia atau setengah rahasia dengan Israel.
Beberapa waktu lalu kita membaca di Satu Harapan perkunjungan delegasi dagang Indonesia ke Israel. Perkunjungan itu diberi judul berita: “Diam-diam hubungan dagang Indonesia-Israel kian mesra”, (15 Maret 205). Malah ada foto bersama sejumlah intelektual Indonesia dengan Simon Peres, Presiden Israel yaang diambil pada Februari 2015. Diperkirakan juga 200 ribu orang Indonesia mengunjungi negara tersebut setiap tahun. Diberitakan juga, sejumlah perusahan besar ditengarai memilik keterkaitan dengan dunia bisnis di negara yang sekarang ini dipimpin oleh Benyamin Netanyahu. Muhammad Zulfikar Rakhmat, mahasiswa pasca sarjana jurusan Politik Internasional di Universitas Manchester dalam sebuah tulisnnya di Diplomat dengan judul, The Quiet Growth of Indonesia-Israel Relations mengatakan, kendati hubungan diplomatik tidak ada, perdagangan kedua negara tumbuh dalam beberapa tahun terakhir ini.
Melihat fakta-fakta ini, saya kira Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan secara serius untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Dalam sebuah pertemuan makan pagi di Kementerian Luar Negeri RI beberapa tahun lalu, Menlu waktu itu, Hasan Wirayudha mengatakan, berbagai pertemuan “rahasia” terjadi antara Indonesia dan Israel di Markas Besar PBB, New York. Mendengar itu saya secara spontan mengatakan, mengapa tidak dibuka saja hubungan diplomatik sekalian, ketimbang main rahasia-rahasian. Pak Menteri waktu itu, sejauh yang saya ingat mengatakan, hal itu belum bisa dibuat mengingat sensitivitas politik di dalam negeri yang melihat Israel sebagai penjajah yang menduduki Tanah Palestina. Alasan yang sangat dapat dipahami.
Untuk menghindarkan salah paham, perlu saya tegaskan bahwa saya adalah pendukung terwujudnya Negara Palestina. Ketika masih Ketua Umum PGI, Duta Besar Palestina beberapa kali berkunjung ke rumah saya dalam kesempatan open house, maupun di kantor PGI untuk berdiskusi. Namun demikian, dengan melihat berbagai perkembangan sebagaimana telah dilukiskan di atas, ada baiknya hubungan diplomatik dijalin dengan Israel. Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Dengan adanya hubungan diplomatik itu, Indonesia akan mempunyai posisi yang sangat kuat untuk dapat memainkan peranan besar bagi terwujudnya perdamaian sejati di Timur Tengah. Indonesia dapat dengan leluasa berdiplomasi, baik dengan Palestina, negara-negara Arab, maupun Israel. Sampai sekarang, Mesir dan Yordania telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Mungkin baik juga dilihat keuntungan-keuntungan apakah yang diperoleh kedua negara ini, dan sumbangan-sumbangan positif apakah yang disumbangkan keduanya bagi terwujudnya perdamaian sejati di kawasan itu.
Penulis adalah Ketua Umum PGI periode 2004 – 2014
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...