Indonesia Tertinggal dari Jepang Dalam 3 Hal ini
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bila Indonesia ingin maju seperti Jepang, paling tidak Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam tiga hal. Ketiga hal itu adalah hak perempuan, kebebasan politik dan organisasi buruh serta land reform.
“Ada tiga hal yang membuat Jepang berubah setelah mereka tumbang di Perang Dunia II, dan mereka bisa menjadi negara yang lebih berkembang yakni hak-hak perempuan dijunjung tinggi, partai sosialis dan buruh diakui, dan adanya land reform,” kata Sugeng Bahagijo Direktur Eksekutif INFID (International NGO Forum on Indonesian Development).
Sugeng Bahagijo mengemukakan hal ini ketika memberi materi berjudul Masukan dan Perspektif Organisasi Masyarakat Sipil tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun 2016 pada Forum Komunikasi Publik guna penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2016, Dimensi Pembangunan dalam RKP 2016 dan Prioritasnya, di Ruang Serbaguna Kementerian PPN, Jalan Taman Suropati, Jakarta, Kamis (9/4).
Sugeng memberi penjelasan bahwa Indonesia harus memiliki kebangkitan seperti Jepang, dan perkembangan sebuah bangsa jangan dinilai dari luar, tetapi juga dari dalam.
“Dalam momen krusial saat Jepang kalah perang, yang sangat dramatis diubah adalah softwarenya (Sumber Daya Manusia) bukan hardwarenya (Sumber Daya Alam).” Kata Sugeng menjelaskan.
Sugeng mengatakan bahwa leadership berperan penting untuk mengubah sebuah bangsa, dan tidak perlu ada konsep-konsep visi dan misi yang dilandasi ideologi politik tertentu.
“Sebenarnya yang penting adalah leadership, apakah bangsa itu dihormati bangsa lain atau tidak, dan bagaimana dia memiliki kemandairian ekonomi atau tidak,” Sugeng menambahkan.
Dalam kaitannya dengan penerimaan negara saat ini, ia mengatakan pajak bisa menjadi instrumen yang potensial. “Kalau kita ingin meraih potensi pajak kita harus mendukung kinerja direktorat jenderal pajak, sehingga penerimaan negara tercapai,” Sugeng menjelaskan.
Sugeng mengemukakan bahwa Indonesia seharusnya memiliki keseimbangan penerimaan negara dengan luas wilayah. “Umumnya saat ini di Indonesia penerimaan pajak kecil tidak sesuai dengan profil ekonominya, karena kalau negara yang luas wilayahya maka profil pajak seharusnya sesuai dengan kondisi ekonominya, dan pendapatan per kapitanya,” kata Sugeng.
Sugeng kembali membandingkan Indonesia dengan negara lain. Sebagai contoh, dia menyebut bahwa Singapura yang memiliki luas wilayah kecil memiliki penerimaan pajak yang besar. Sugeng memberi penjelasan bahwa pajak di negara dengan Sumber Daya Alam kecil, akan menggenjot penerimaan pajak dari sektor lain, dalam hal itu sektor jasa.
“Dalam kaitannya dengan pajak, Bappenas harus memberi keseimbangan, bahwa saat ini jangan sampai dalam sektor-sektor ekonomi yang ada, dikuasai pengusaha tertentu,” kata Sugeng.
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...