Instagram Buka Lagi Akun Ayatollah Khomeini
SATUHARAPAN.COM - Layanan berbagi foto Instagram pada Senin (1/6) membuka kembali akun yang didedikasikan untuk pemimpin revolusi Iran Ayatollah Khomeini, beberapa hari setelah ditutup menjelang peringatan ke-26 kematiannya. Al Arabiya memberitakan.
Akun @EmamKhomeini, yang menerbitkan foto langka atau tak pernah diterbitkan dari pendiri republik Islam itu, memiliki 100.000 pengikut sebelum dihapus pada akhir Mei.
"Instagram dalam emailnya mengumumkan penghapusan halaman ... dan hanya disediakan teks generik otomatis yang melarang konten kekerasan, pornografi atau iklan," menurut media Iran.
Akun lain @EmamKhomeiny diciptakan untuk menggantikannya menjelang Iran mempersiapkan untuk menandai perayaan kematian Khomeini, Kamis (7/6).
Iran, yang memiliki 40 juta pengguna internet dari populasi hampir 78 juta, telah memblokir banyak akun berita, situs politik, atau pornografi dan beberapa jaringan sosial, terutama Twitter dan Facebook, sejak protes massal pada bulan Juni 2009 yang menantang terpilihnya kembali presiden Mahmoud Ahmadinejad.
Namun, rakyat Iran menggunakan perangkat lunak untuk menghindari pembatasan ini.
Iran mulai menyaring gambar di Instagram pada akhir 2014 untuk menyensor konten yang dianggap "ofensif" sebagai bagian dari proyek pemerintah untuk selektif mengendalikan jaringan sosial.
Presiden Hassan Rouhani, yang moderat, telah menjanjikan pelonggaran sensor internet tetapi ia menghadapi perlawanan dari kelompok garis keras.
Pemimpin Revolusi Iran
Menurut Wikipedia, Sayyid Ayatollah Ruhollah Khomeini (lahir di Khomein, Provinsi Markazi, 24 September 1902 – meninggal di Tehran, Iran, 3 Juni 1989 pada umur 86 tahun) ialah tokoh Revolusi Iran dan merupakan Pemimpin Agung Iran pertama.
Ia lahir di Khomein, Iran. Ia belajar teologi di Arak dan kemudian di kota suci Qom, di mana ia mengambil tempat tinggal permanen dan mulai membangun dasar politik untuk melawan keluarga kerajaan Iran, khususnya Shah Mohammed Reza Pahlavi.
Pada 1962, pemerintahan Shah meluncurkan RUU yang mendelegasikan beberapa kekuasaan pada dewan provinsi dan kota. Sejumlah pengikut Islam keberatan pada perwakilan yang baru dipilih dan tak diwajibkan bersumpah pada Alquran namun pada tiap teks suci yang dipilihnya. Khomeini menggunakan kemarahan ini dan mengatur pemogokan di seluruh negara yang menimbulkan penolakan pada RUU itu.
Khomeini menggunakan posisi yang kuat ini untuk menyampaikan khotbah dari Faiziyveh School yang mendakwa negara berkolusi dengan Israel dan mencoba "mendiskreditkan Alquran." Penangkapannya yang tak terelakkan oleh polisi rahasia Iran, SAVAK, memancing kerusuhan besar-besaran dan reaksi kekerasan yang biasa oleh pihak keamanan yang mengakibatkan kematian ribuan orang.
Khomeini dibuang ke Turki. Ia tinggal sebentar di sana selama sebelum pindah ke Irak. Dari Irak, ia merancang jatuhnya rezim Shah. Pada 1978 pemerintahan Shah meminta Irak untuk mengusirnya dari Najaf, lalu ia menuju Paris. Menyusul rangkaian kekacauan membuat keluarga Shah meninggalkan negeri pada Februari 1979, meratakan jalan untuk kembalinya Khomeini dan 'Permulaan Revolusi Islam'. Disambut ratusan ribu rakyatnya di bandara dan yang berjajar sepanjang jalan kembali ke Teheran. Ayatollah sudah sepantasnya memandang Iran sebagaimana dirinya, dan Khomeini pun menjadi pemimpin spiritual. Teheran menjadi kursi kekuatan, jauh dari jantung kota Qom.
Kamala Harris: Negara Harus Terima Hasil Pemilu, Mendesak Pe...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Menghadapi penolakan besar-besaran oleh para pemilih Amerika, Kamala ...