Irak (bagian IV): Lahir Negara Kurdistan?
Baca Juga: Irak (bagian III): Dari Sisi Sunni, Syiah, Kristen
Baca Juga: Irak (bagian II) Gagal Membangun Pemerintahan Bersama
hBaca Juga: Irak (bagian I): Peta Retak Oleh Konflik Sektarian
SATUHARAPAN.COM - Tiga provinsi di Irak utara yang membentuk Irak Kurdistan, Sulaimaniyeh, Irbil dan Dohuk, bagaikan dunia yang berbeda dari wilayah lain Irak. Wilayah selatan tengah menikmati ‘’keistimewaan’’ oleh pemerintahan yang didominasi Syiah, dan Irak bagian tengah mengesankan daerah perkotaan yang makin suram. Namun Kurdistan tengah menjadi wilayah yang bertumbuh.
Surat kabar Inggris, The Guardian, menggambarkan Kurdistan sebagai surga toleransi beragama dan relatif aman, membandingkan wilayah lain yang terus berdarah oleh konflik sektarian. Pinggiran kota Ankawa, misalnya, adalah rumah bagi komunitas Kristen yang besar dengan biara dan gereja Chaldean. Ada juga sebuah taman yang menyenangkan di mana orang banyak berkumpul selama akhir pekan untuk minum Efes (minuman khas mereka) dan untuk menonton final pertandingan Piala Dunia sepak bola pada layar raksasa.
Di dekat benteng kuno Irbil ada kafe di mana orang-orang yang tidak berpuasa selama bulan Ramadhan bisa makan siang, terlindung oleh kain putih. Kota ini didominasi warga Kurdi, tetapi juga rumah bagi orang-orang Arab yang melarikan diri dari Baghdad karena keamanan memburuk, dan gelombang baru pengungsi yang melarikan diri Mosul oleh serangan ISIS. Jika ada kisah sukses di Irak, di sinilah tempatnya, lapor The Guardian.
Gambaran yang mirip dilaporkan oleh majalah The Economist. Alkitab mengatakan Taman Eden berada di Irak selatan, di mana sungai Tigris dan Efrat bertemu. Tapi ketika orang Irak memikirkan surga duniawi, mereka cenderung melihat utara, menuju Kurdistan. Dan digambarkan bagaimana industri dan perdagangan tumbuh pesat di wilayah itu, meskipun wilayah itu juga harus menampung banyak pengungsi akibat konflik di wilayah sekitarnya.
Apa Setelah ISIS Kalah ?
Sejak 2011 sekitar 130.000 pengungsi Suriah, hampir semua dari etnik Kurdi, telah disambut sebagai saudara di sana. Namun PBB mengatakan bahwa jumlahnya bisa mencapai 350.000. Selain itu, komunitas Kristen yang harus lari menghindari kekejaman ISIS juga melihat Kurdistan sebagai tempat untuk menyelamatkan diri.
Kurdi sendiri setelah pergolakan di Irak telah mendapatkan status semi otonom dengan Masoud Barzani sebagai presidennya, dan baru beberapa tahun menikmati perubahan dengan mengurus sendiri pemerintahannya, serta menikmati petro dolar (ekonomi minyak) dari bumi mereka.
Kurdistan sedang berjuang untuk referendum yang memilih tetap bagian Irak atau menjadi negara merdeka. Namun upaya ini sementara ditangguhkan, mengingat pertempuran dengan ISIS. Namun ini berarti kepahitan bagi Irak, sebab kemenangan segera terhadap ISIS berarti segera pula referendum untuk Kurdistan.
Hasil referendum seperti terlihat dari semangatnya warga Kurdi akan mudah ditebak bahwa mereka akan segera lepas dari Irak. Apalagi melihat wilayah Kurdistan yang didominasi etnis Kurdi. Sementara wilayah Irak lain masih dalam situasi yang kacau oleh konflik sektarian dari kelompok Syiah dan Sunni.
Bangsa Tanpa Negara
Selama ini bangsa Kurdi yang tersebar di Turki, Iran, Irak dan Suriah (semuanya di bagian utara), bagaikan bangsa tanpa negara.
Setelah berabad-abad Kurdi memimpikan memerintah di tanah air sendiri, dan hal itu dilalui dengan perjuangan penuh darah. Gerakan ke sana makin nyata, meskipun referendum belum dilakukan. Di Erbil, ada banyak projek pembangunan perkantoran dan perumahan. Di Sulaymaniyah ada puluhan gedung perkantoran baru dan beberapa hotel mewah baru. Sebagian besar ini dimungkinkan karena cadangan minyak yang kaya di wilayah Kirkuk.
Secara historis, wilayah itu mengalami pergolakan selama berabad-abad. Sepanjang abad lalu, sejak jatuhnya Kekaisaran Ottoman yang kalah dalam Perang Dunia I pada 1918, dan Kurdistan jatuh ke tangan Inggris hingga sekarang menjadi bagian dari Irak.
Wilayah mereka sebenarnya terbelah menjadi bagian wilayah Irak, Turki, Iran, dan Suriah. Bangsa Kurdi pun terbelah sebagai akibat wilayah mereka yang kaya minyak menjadi rebutan kekuasaan di sekitarnya, bahkan mereka mengalami situasi sulit selama pemerintahan Sadham Husein.
Namun setelah jatuhnya Sadham Husein dan wilayah Kurdistan Irak ini memperoleh otonomi, situasinya berubah. Wilayah ini bukan hanya bertumbuh secara ekonomi, namun juga dilihat sebagai daerah yang ramah bagi warga Irak lain, terutama mereka yang tertindas oleh ISIS.
Sekitar 800.000 warga Irak sekarang mengungsi di Kurdistan dari pertempuran di wilayah Irak tengah dan barat. Mayoritas telah diberikan perlindungan di provinsi paling utara, Dohuk, dekat perbatasan dengan Turki, di mana ‘’kota tenda’’ telah didirikan untuk pengungsi, termasuk komunitas Yazidi, Armenia, Turkomen dan minoritas lainnya.
Warga Kristen yang melarikan diri dari daerah Mosul juga mendapatkan tempat untuk perlindungan di wilayah itu, dan terlihat perbedaan relasi dengan Warga Sunni yang selama ini dinilai sebagai ganjalan bagi Kurdi untuk memerintah sendiri di wilayahnya, terutama oleh pemerintahan Sadham Husein.
Pengungsi Kristen Irak ditempatkan di ibu kota, Erbil dan sekitarnya, dan di Provinsi Sulaymaniyah. Banyak yang menyewa flat, atau menempati gedung-gedung publik. Ratusan keluarga Kristen telah ditampung di tiga mal yang belum selesai dibangun di komunitas Kristen Kurdi di Erbil dan Ankawa. Di wilayah ini, Natal tahun lalu dirayakan warga Kristen dengan lebih tenang ketimbang wilayah lain.
Tujuannya Merdeka
Kurdistan, seperti diungkapkan Presidennya, Massoud Barzani terus menuntut referendum untuk Kurdistan. Jatuhnya Sadham Husein telah menjadi titik awal bangsa ini bangkit dan terus bernegosiasi dengan Baghdad.
Status otonomi yang diperoleh merupakan kemajuan yang penting, termasuk pembagian dengan Baghdad atas hasil kekayaan minyak dari wilayah itu melalui hak mendapatkan 17 persen dari budget tahunan Irak.
Di sisi lain Kurdistan dengan pasukannya juga telah menunjukkan kemampuan untuk menghadapi ISIS dan membangun kekuatan militer sendiri. Perjuangan selama berpuluh tahun yang dihadapi bangsa ini tempaknya memberi pengalaman untuk memanfaatkan momentum bagi bangsa ini.
Pasukan Kurdistan bahkan belakangan ini menunjukkan mereka mampu membendung laju serangan ISIS, sementara pasukan pemerintah pernah mengalami kemerosotan moral akibat kasus korupsi. Dan sekarang pasukan Kurdi terus merayakan kemenangan atas berbagai pertempuran dengan ISIS.
Referendum untuk Kurdistan tampaknya menjadi isu yang menonjol. Dalam sebuah wawancara dengan BBC News, Presiden Wilayah Otonom Kurdistan Irak, Massoud Barzani mengatakan, "Segala sesuatu yang terjadi baru-baru ini menunjukkan bahwa adalah hak Kurdistan untuk mencapai kemerdekaan. Mulai sekarang, kita tidak akan menyembunyikan bahwa itu adalah tujuan kami. Irak sekarang secara efektif berpartisipasi."
Namun referendum Kurdi, sebagaimana sejarah bangsa ini, tampaknya tidak akan menjadi masalah besar dalam negeri Irak sendiri. Kepentingan berbagai negara di sekitarnya dan negara kuat lainnya justru yang akan menentukan jalannya referendum, termasuk pembicaraan di Perserikatan Bangsa-bangsa.
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...