Isu dan Perspektif Jender Penting dalam Membangun Perdamaian
BOSSEY, SATUHARAPAN.COM – Realitas dunia memperlihatkan meningkatnya peran perempuan dan perspektif perempuan dalam proses penyelesaian konflik secara damai.
Di satu sisi ada masalah meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia, termasuk perkosaan pada perempuan dan penyiksaan pada anak-anak dalam konflik bersenjata yang terjadi. Dan di sisi lain hal itu juga membuka perlunya perspektif jender dalam melihat konflik bersenjata, dan terutama menjadi bagian penting yang dibahas dalam negosiasi untuk membangun perdamaian.
Masalah jender telah menjadi bagian dari resolusi Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) No.1325 pada tahun 2000. Resolusi itu menyebutkan tentang semua aktor yang terlibat dalam negosiasi dan pelaksanaan kesepakatan damai untuk mengadopsi perspektif jender yang mencakup kebutuhan khusus dan pengalaman perempuan dan anak perempuan selama repatriasi dan pemukiman kembali, rehabilitasi, reintegrasi dan pasca rekonstruksi konflik.
Dewan Dereja-gereja Dunia (DGD) mencatat para perempuan pemimpin agama yang bekerja pembangun perdamaian di komunitas mereka. Namun masih ada masalah tentang apakah mereka benar-benar tahu tentang resolusi tersebut? Bagaimana komunitas agama dapat menggunakannya untuk melobi untuk agen aktif dalam perundingan damai, serta untuk memastikan bahwa kebutuhan khusus mereka ditangani dan diurus sebagai bagian dari agenda perdamaian agenda?
Lokakarya
Dari realitas itu Institut Ekumenis DGD (World Council of Churches /WCC Ecumenical Institute) di Bossey, Swiss akan menyelenggarakan pelatihan dan lokakarya “Women's pilgrimage towards justice and peace” pada 9 -13 Juni 2014.
Lokakarya dan pelatihan ini akan menyediakan ruang dialog tentang bagaimana pria dan perempuan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang damai. Hal ini merupakan bagian dari "ziarah ekumenis menuju keadilan dan perdamaian" yang dibahas dalam Sidang Raya DGD ke-10 di Bussan, Korea Selatan, tahun lalu.
Lokakarya dilakukan dengan presentasi ilmiah dan analitis, narasi kreatif, percakapan dan refleksi. Lokakarya ini ditujukan untuk pengembangan kelompok perempuan dalam advokasi terhadap agen aktif dalam membangun perdamaian.
Lokakarya ini bertujuan untuk membuat Resolusi 1325 Dewan Keamanan PBB dapat diakses oleh perempuan religius sehingga untuk membangun kapasitas mereka dalam advokasi dan peningkatan kesadaran tentang isu-isu yang mempengaruhi mereka. (oikoumene.org)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...