Jenaka Bernegara
"Dunia ini sangat menderita. Bukan karena dahsyatnya orang yang berperilaku tidak benar, melainkan karena orang benar yang tinggal diam." (Napoleon Bonaparte)
SATUHARAPAN.COM – Bagaimana kita memahami kebenaran serius yang dibuat jenaka sehingga terasa menjadi berat untuk dijalani, dibandingkan dengan ketidakbenaran yang dibuat jenaka sehingga terasa ringan untuk berbuat tidak benar? Kebenaran yang dibuat jenaka menimbulkan motivasi untuk berbuat benar, namun ketidakbenaran yang dibuat jenaka juga menimbulkan motivasi untuk berbuat tidak benar.
Rabu lalu di layar kaca ditayangkan, acara Mata Najwa yang mengangkat ”Negeri Jenaka” sebagai tema. Pembicaraan membahas mudahnya para politisi berkata berbeda pada saat berbeda, bahkan sering kali bertolak belakang dengan pernyataannya sendiri pada saat yang berbeda.
Talkshow itu membuat kita berpikir, jika negara ini dikendalikan oleh mereka yang menganggap kejenakaan sah-sah saja sekalipun sampai memelintir kebenaran demi mencapai tujuan, kapankah negara ini akan menjadi negara yang dihormati karena integritas? Disayang oleh Yang Maha Kuasa karena menjaga keteladanannya sebagai bangsa berakhlak tinggi seperti yang dahulu sering kita dengungkan? Mungkin Najwa Shihab sedang mengajak kita, seluruh bangsa ini, untuk mawas diri: kebenaran itu memang berat dijalankan, sementara ketidakbenaran sering datang berbaju malaikat sehingga kita mudah terjerumus saat berada di persimpangan jalan untuk memilih.
Dalam ibadah Minggu kemarin, seorang pengkhotbah menyatakan bahwa menjaga kehidupan yang benar memang tidak mudah. Godaan selalu ada di sekitar sambil mengincar kesempatan. Kenikmatan yang dijanjikan oleh sikap yang menyimpang dari kebenaran sering kali tak tertahankan. Akan tetapi, kita juga diingatkan bahwa Tuhan tak pernah tidur, dan dalam kemahakuasaan-Nya, satu per satu kita diperhatikan Nya. Sekalipun kebenaran sering sulit dijalankan, ada janji bahwa bagi umat-Nya telah tersedia rencana yang indah.
Bagi bangsa Indonesia, tahun ini dan tahun depan akan menjadi tahun yang penuh tantangan. Pemilihan pimpinan daerah maupun negara akan memicu suasana adu kepentingan demi kemenangan. Godaan dalam berbagai bentuk telah dan akan datang silih berganti, agar pilihan jatuh pada mereka yang paling gencar memengaruhi calon pemilih. Dan bersikap naif dengan meyakini bahwa hanya mereka di dunia politiklah yang akan bersinggungan dengan godaan, hanya akan membenarkan apa yang ditengarai oleh Napoleon Bonaparte. Tanggung jawab kita sebagai bangsa adalah menjaga apa yang telah ”dititipkan” kepada kita: negara kepulauan terbesar di dunia, bangsa dengan penduduk ke-4 terbesar dunia, negara demokrasi terbesar ke-3 dunia, negara dengan pertumbuhan ekonomi kelompok terbesar dunia.
Inilah saatnya mengingat dan setia berpegang pada kebenaran yang sejati: hati nurani. Tidak mudah, tidak ringan. Namun janji akan kemenangan di akhir itu tetap. Seraya mengingat pesan Napoleon Bonaparte, bahwa diam itu bukan pilihan saat merajalelanya orang berperilaku tidak benar. Orang benar pun perlu menyatakan sikapnya.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...