Jengkol, Bercitra Negatif tetapi Disukai
SATUHARAPAN.COM – Sebut jengkol, maka yang terbayang pertama kali adalah bau. Walau aromanya tidak sekuat petai, setelah dikonsumsi tubuh akan mengeluarkan bau menyengat melalui urin, feses, dan keringat, yang terkadang lebih mengganggu dibanding mengkonsumsi petai.
Jengkol, mengutip dari Wikipedia, memang dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan, terutama bila dimakan segar sebagai lalap.
Jengkol, atau juga disebut jering, adalah tumbuhan dari suku polong-polongan (Fabaceae), khas Asia Tenggara. Jengkol banyak ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Tanaman ini biasanya dimanfaatkan bijinya untuk dimasak maupun dimakan segar, akan tetapi karena baunya itu jengkol mendapatkan stigma negatif.
Jengkol memiliki nama Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C.Nielsen, dengan sinonim Archidendron jiringa, Pithecellobium jiringa, atau Pithecellobium lobatum. Masyarakat Barat menyebutnya dogfruit atau jering bean. Di daerah penyebarannya di Asia Tenggara, jengkol dikenal dengan berbagai nama lokal. Di Malaysia, jengkol disebut disebut jering, di Myanmar disebut da nyin thee, dan di Thailand disebut luk-nieng atau luk neang.
Di sebagian daerah di Indonesia, menurut buku Obat Asli Indonesia (1967) karya Dr A Seno Sastroamidjojo, jengkol juga disebut blandingan atau jarieng.
Jengkol adalah tumbuhan pohon, yang tingginya dapat mencapai 26 meter. Buah jengkol berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna cokelat mengilap.
Bijinya yang dalam keadaan matang keras, berubah menjadi lunak dan empuk setelah direbus atau sedikit liat setelah digoreng. Tekstur inilah yang membuatnya disukai, walaupun beberapa orang juga menyukai konsumsi biji mudanya dalam keadaan mentah, yang jauh lebih keras dan pahit.
Kulit biji jengkol memiliki getah berwarna keunguan yang meninggalkan jejak yang sulit dihapus dari pakaian. Semakin tua,warna biji akan mengarah ke warna kuning dan akhirnya merah atau cokelat setelah benar-benar matang.
Dari segi nutrisi, jengkol mengandung vitamin, asam jengkolat, mineral, dan serat yang tinggi. Nilai nutrisinya per 100 gram, dikutip dari Wikipedia, adalah karbohidrat 25,67 gram, serat pangan 1,76 gram, lemak 1,45 gram, dan protein 14,19 gram.
Biji jengkol, berdasarkan studi yang dilakukan JS Wong, “Acute Anuric Renal Failure Following Jering Bean Ingestion” (2007), sedikit beracun karena adanya kandungan asam jengkol, sebuah asam amino yang dapat menyebabkan djenkolism (keracunan biji jengkol). Gejala yang muncul, menurut studi SG Adler dan JJ Weening, dalam studi “A Case of Acute Renal Failure” (2006) antara lain terjadinya kejang otot, pirai, retensi urin, dan gagal ginjal akut.
Kondisi tersebut terutama dialami pria, dan tidak bergantung pada berapa jumlah biji yang disiapkan. Setiap individu dapat mengonsumsi jengkol tanpa insiden, tapi dapat mengalami gagal ginjal pada kesempatan lain.
Khasiat dan Manfaat Jengkol
Biji jengkol umumnya diolah menjadi semur, dan dikenal oleh orang Sunda sebagai ati maung atau "hati macan". Jengkol dapat pula digoreng, dengan atau tanpa balado, atau digulai. Setelah diolah, jengkol akan mengeluarkan aroma khas, yang bagi sebagian orang dianggap dapat menggugah selera dan memiliki cita rasa khas, sedikit kelat dengan tekstur agak liat.
Selain disemur, biji jengkol juga dapat dibuat menjadi keripik, seperti halnya emping dari melinjo, dengan cara ditumbuk hingga pipih, dikeringkan, dan digoreng.
Wikipedia menyebutkan efek negatif bau sebenarnya dapat dikurangi dengan perendaman atau perebusan. Bau karena menyantap jengkol, bisa diatasi dengan membersihkan diri dengan peralatan kebersihan yang mengandung pengharum, seperti pasta gigi, cairan kumur, sabun, dan deodoran. Bau pada waktu kencing dapat dikurangi apabila pembilasan dilakukan sebelum dan sesudah kencing dengan jumlah air yang cukup atau bila perlu dibilas dengan cairan pembersih.
Dr Seno Sastroamidjojo menyebutkan jengkol memiliki khasiat obat. Daunnya yang muda, dimanfaatkan secara tradisional mengobat luka iris, sementara abu dari daun yang tua yang ditambahkan minyak dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat kudis. Dinding polongnya, yang ditumbuk, dapat dijadikan sebagai sabun atau obat pencuci rambut.
Kulit jengkol, juga memiliki khasiat sebagai pengusir tikus. Tulisan yang dapat dibaca di i.litbang.pertanian.go.id, bertahun 2013, menyebutkan petani rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, mengumpulkan kulit jengkol dari ladang, pasar tradisional, atau dapur, lalu menyebarkannya di sawah. Sawah pun bebas dari serangan tikus.
Tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat.
Kandungan suatu tanaman dalam satu familia biasanya tidak berbeda jauh. Petai, salah satu jenis biji-bijian berbau tak sedap yang terbukti mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi, berada dalam satu familia (Leguminosae) dengan jengkol. Dengan dasar ini, penelitian tentang aktivitas antioksidan dan aktivitas penangkap radikal biji jengkol perlu dilakukan, sehingga akhirnya diharapkan nilai ekonominya akan meningkat. Di samping itu, perlu juga dilakukan skrining fitokimia awal untuk mengetahui gambaran kandungan kimia dalam biji jengkol terutama turunan polifenol dan flavonoid yang mendukung aktivitasnya sebagai antioksidan dan penangkap radikal.
Editor : Sotyati
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...