Joas Adiprasetya: Trinitas Tak Halangi Dialog Antaragama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penegasan orang Kristen tentang doktrin Allah Trinitas bukan menjadi penghalang bagi relasi dengan umat beragama lain. Malah, itu dapat menjadi penegasan atas pentingnya keberagaman dalam kesatuan.
Suasana Seminar di GPIB Paulus, Senin (27/4). |
Ini diungkapkan oleh Ketua Sekolah Tinggi Teologi Jakarta Joas Adiprasetya dalam Seminar “Dalam Solidaritas dengan Sesama Anak Bangsa, Gereja Mengembangkan Persaudaraan Lintasiman Menanggulangi Radikalisme” di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Paulus, Jakarta Pusat, Senin (27/4).
Jadi, dialog antaragama tidak sekadar mencari titik temu dan dasar bersama. Namun, juga memasuki relung batin masing-masing untuk berdioalog dengan diri sendiri. Menurut Joas, terobosan ini dilakukan oleh Dewan Gereja Dunia (The World Council of Churches/WCC) dengan program Christian Self Understanding/CSU).
Sebab, secara oikoumenis-global, kita tengah memasuki undangan baru dalam relasi dengan umat beragama lain. Umat lain bukan lagi sang liyan religius yang sekadar membuat kita bertanya: Siapa mereka? Apa yang mereka percayai? Bagaimana mereka beribadah? Mengapa mereka melakukan itu? Mengapa mereka mempercayai itu? Dan sebagainya.
Jeirry Sumampouw, Sekretaris Eksekutif bidang Diakonia PGI (berdiri) memberi pengantar sebelum seminar dimulai. Para panelis dari kiri ke kanan: Ihsan Ali-Fauzi, Joas Adiprasetya, Martin Sinaga (moderator), dan Trisno S. Sutanto. |
Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pondok Indah ini menegaskan bahwa yang kita hadapi sekarang adalah kegelisahan batin yang secara kolektif mengundang kita untuk bertanya: Siapa kita di hadapan mereka? Apa yang sesungguhnya perlu kita percayai setelah kita mengenali apa yang mereka percayai? Singkatnya dibutuhkan sebuah pemahaman diri kristiani—CSU.
CSU
Dokumen CSU WCC yang diberi judul Who Do We Say That We Are? Christian Identity in a Multi-religious World sebenarnya sudah dimulai sejak 2022. Perjumpaan aktual dengan umat berbeda iman membuat kita harus menanyakan lagi mengenai identitas diri kita. Dan, pada titik itu, pertanyaan kita justru menuntun kita pada penemuan kembali milik siapakah kita? Dan, siapakah yang kita layani?
Singkatnya, makin interreligious hidup kita, makin religious pula iman kita. Jadi, dokumen CSU WCC ini menegaskan bahwa hubungan relasi antariman menjadi bagian integral dari identitas kekristenan kita.
Setelah memberi justifikasi teologis mengenai perlunya perumusan ulang pemahaman diri Kristiani di hadapan kemajemukan agama, dokumen ini kemudian membahas beberapa pokok ajaran penting Kristen. Mulai, dari Allah Trinitas, Sang Pencipta, Yesus Kristus Sang Kehidupan Dunia, Roh Allah yang Memberi Kehidupan, Kitab Suci, Gereja, dan Eskatologi. Namun, dari tujuh loci theologici tersebut tampak jelas lensa Trinitarian sangatlah kental dipergunakan.
Diakui, doktrin Allah Trinitas memunculkan masalah dalam relasi kekristenan dengan Islam dan Yudaisme. Trinitas menjadi tantangan bagi monoteisme tegas. Masalah ini sering memunculkan kesalahpahaman bahwa Trinitas sama dengan triteisme, oleh Islam dan Yudaisme atau orang Kristen sendiri.
Dokumen CSU kemudian menandaskan bahwa “Kita dapat menemukan bahwa daripada ini menjadi halangan bagi keterlibatan dengan agama lain, Trinitas—dengan penegasannya pada pentingnya keberagaman dalam kesatuan dan sebuah persekutuan yang melibatkan perbedaan—dapat menyediakan sebuah model untuk memahami keterlibatan pada keberagaman dunia kita.”
“Bagi orang Kristen, berbicara mengenai Allah Trinitas dapat memfasilitasi pemahaman yang bermanfaat bagi relasi dengan umat beriman lain, bahwa Yesus Kristus tak dapat menjadi sebuah sumber yang rampung atau eksklusif bagi pengenalan akan Allah ... dan, dengan demikian dapatkah kita mengusulkan, relasi kita dengan agama lain, orang Kristen sekaligus dapat memperkaya pemahaman tentang iman Trinitas?” dokumen itu menyatakan.
Baca juga: |
Jadi, jelas melalui dokumen CSU, doktrin Trinitas dikedepankan sebagai kerangka dasar dialog antariman. Asumsi dasarnya adalah perbedaan dan bukan persamaan yang membuat dialog sungguh-sungguh autentik. Justru, hal yang secara mendasar berbeda, jika memang substantial bagi iman Kristen, tidak bisa tidak, kita pegang teguh. Malah, yang substantial itu harus memberi dorongan bagi keterlibatan relasional dengan umat beriman lain.
Selain Focus Group Discussion dan seminar itu rencananya pada 16 Mei akan ada Jalan Damai Lintas Agama dari Monas, Jl Thamrin hingga Bundaran Hotel Indonesia. Lalu, pada 17-24 Mei akan ada aksi sosial dan donor darah. Pada 24 Mei malam di Ocean Ecopark Ancol, ada ibadah dan perayaan HUT ke-65 PGI. Acara di Ancol dimeriahkan artis-artis Kristen: Judika, Harvey Malaiholo, Victor Hutabarat, Soraya Togas, Lex Trio, Yerikho VG, Masnait VG, Jimmie Manopo Band. Dan, puncaknya pada hari ulang tahun, 25 Mei, ada diskusi, seminar dan peluncuran buku di kantor pusat PGI, Grha Oikoumene.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...