Kita, Kakus dan Telepon Seluler
SATUHARAPAN.COM – Berapa banyak penduduk dunia ini memiliki telepon selular? Perserikaran Bangsa-bangsa (PBB) menyebut data sekitar 6,5 miliar dari tujuh miliar penduduk dunia memiliki alat komunikasi yang menandai kemajuan teknologi abad ini.
Angka ini berarti hanya 500 juta penduduk dunia yang tak memiliki telepon seluler. Kemungkinan mereka adalah penduduk yang sangat miskin, sehingga tak mampu membeli alat komunikasi yang sebenarnya semakin murah.
Warga lain yang tak memiliki kemungkinan adalah bayi hingga balita yang belum bisa menggunakan alat ini. Dan yang lain adalah warga senior yang sudah sangat senior (usia lanjut) yang sudah tak bisa menggunakannya. Namun demikian, banyak warga yang memiliki alat komunikasi ini lebih dari satu.
Untuk Indonesia, berapa penduduk yang telah menggunakan telepon selular? Menurut Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI), 2011 sebanyak 240 juta dari 258 juta penduduk. Tahun 2013 jelas angkanya lebih besar, bahkan mungkin telah melebihi jumlah penduduk.
Kakus dan Toilet
Tapi coba bandingkan dengan data lain. Berapa banyak penduduk dunia ini yang memiliki akses pada toilet atau kakus yang sehat dan sistem sanitasi yang baik? PBB menyebutkan data, 4,5 miliar penduduk dunia yang sudah memiliki akses pada tolilet dan sanitasi.
Data ini menunjukkan bahwa ada 2,5 miliar penduduk dunia yang tidak memiliki akses pada sanitasi dan toilet. PBB Menyebutkan 1,1 miliar buang air di tempat terbuka alias sembarangan. Mereka bisa karena tidak mempunyai akses pada toilet dan sanitasi yang sehat, tetapi mungkin juga karena perilakunya.
Kalau dibuat diagram irisan antara pemilik telepon selular dan akses ke tolilet yang sehat, maka ada dua miliar penduduk dunia ini yang memiliki telepon selular tetapi buang air masih sembarangan. Ini adalah paradoks yang kita saksikan di abad canggih ini.
Di mana orang-orang tanpa akses toilet ini? Menurut data UNICEF dan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) tahun 2013, jumlah terbesar orang-orang tanpa toilet (kakus) ada di India, yaitu sekitar 626 juta.
Dan Indonesia menjadi juara kedua setelah India, yaitu 63 juta. Angka ini menunjukkan bahwa sekitar 25 persen penduduk Indonesia tidak memiliki akses pada kakus dan sanitasi yang sehat. Namun kemungkinan besar mereka memiliki telepon seluler. Sedangkan negara dengan perkakusan yang masih buruk adalah Pakistan (40 juta), Ethiopia (38 juta), dan Nigeria (34 juta).
Respons Lambat
PBB sengaja menghadirkan data dua hal ini pada peringatan pertama Hari Toilet Dunia, kemarin (19/11). Hal ini menjadi perharian besar karena sepertiga penduduk dunia tidak memiliki akses ke toilet yang sehat.
Masalahnya, bicara toilet sering dianggap tabu. Padahal, masalah buang air sembarangan ini memiliki konsekuensi tinggi dalam kesehatan dan penyebaran penyakit menular. Masalah toilet ini justru diyakini bagian dari yang membuat capaian target pembangunan milenium tidak mudah dicapai.
Soal toilet adalah soal kesehatan lingkungan. Hal ini akan terkait dengan pembangunan sumber daya manusia, dan kemiskinan. Tapi ini juga soal martabat manusia. “Tanpa akses ke sanitasi adalah eufemisme yang menggambarkan bermartabat dari miliaran orang," kata Catarina de Albuquerque, Pelapor Khusus PBB tentang hak manusia untuk air minum yang aman dan sanitasi.
Di negara berkembang, menurut PBB, akibat sanitasi dan kakus yang buruk, kerugiannya mencapai US$ 260 miliar (hampir sepadan dengan Rp 3000 triliun). Ribuan anak balita meninggal tiap tahun karena diare akibat buruknya sanitasi. Tetapi dunia lambat merespons, ketimbang misalnya, kasus kecelakaan yang menewaskan puluhan pelajar di kota metropolitan.
Jadi, soal kakus bukan soal yang tabu. Ini soal serius, dan global, bahkan tentang martabat manusia. Dan Indonesia ternyata tergolong yang masih buruk. Sayangnya warga kita masih banyak yang berkomunikasi canggih dengan telepon selular, tetapi buang air masih sembarangan.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...