Konferensi Perdamaian Suriah: Jumat ini Para Pihak Bertemu Terpisah
JENEWA, SATUHARAPAN.COM - Pembicaraan antara oposisi dan pemerintah Suriah hari Jumat (24/1) ini di Jenewa, Swiss diharapkan memberikan hasil terbaik, setelah pernyataan keras pada sesi pembukaan konferensi perdamaian untuk Suriah di Monterux.
Pemerintah Suriah menyatakan bahwa prioritas utama dalam dialog perdamaian adalah menghentikan terorisme, sementara pihak oposisi mengisyaratkan situasi yang belum siap untuk bernegosiasi langsung dengan pemerintah yang ingin mereka gulingkan. Hal itu menimbulkan keraguan bahwa setelah pembicaraan pada hari Kamis (23/1) proses perdamaian akan dimulai.
Setelah pembicaraan pada hari Rabu (22/1) di Montreux, Swiss, di mana kedua pihak melontarkan pernyataan yang tajam dan saling menyerang, mediator PBB dan Liga Arab akan berbicara dengan para pihak secara terpisah. Komentar mereka menegaskan posisi yang masih keras akibat hampir tiga tahun terjadi perang saudara. Namun diharapkan pembicaraan pada Jumat ini muncul situasi yang lebih baik.
Menteri Luar Negeri Suriah, Walid Al-Moallem, mengatakan setelah konferensi perdamaian yang tegang, bahwa prioritas pemerintahnya adalah untuk "memerangi terorisme." " Hal ini membuka jalan bagi dimulainya proses politik dan dialog internal Suriah tanpa intervensi asing," kata dia.
Setidaknya 130.000 orang telah terbunuh dalam pertempuran yang dimulai pada Maret 2011 di mana pemberontakan menentang pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad. Pertempuran di Suria telah menjadi perang yang melibatkan kekuatan regional, yaitu Iran dan Arab Saudi, dan juga dipengarusi situasi pasca perang dingin antara Rusia dan Amerika Serikat yang mendukung sisi yang berlawanan.
Belum Bisa Bertemu
Al -Moallem menolak pihak Barat yang mendukung Koalisi Suriah Nasional untuk di lepaskan, dan tidak efektif sebagai penengah. Dia bersikeras bahwa negosiasi politik apapun harus berlangsung tanpa gangguan luar dan dengan orang-orang yang benar-benar mewakili Suriah.
Haitham Al-Maleh, seorang tokoh oposisi Suriah, veteran dan anggota senior koalisi, pada hari Kamis (23/1) mengatakan mungkin tidak ada pembicaraan antara kedua delegasi secara tatap muka pada hari Jumat, seperti yang diharapkan. Mediator dari utusan gabungan PBB dan Liga Arab, Lakhdar Brahimi, akan terus berbicara secara terpisah dan bergantian (kaukus) di antara kedua pihak.
"Saya tidak berpikir kami siap untuk itu. Gap terlalu besar," kata dia. Al-Maleh, lawan lama pemerintahan Al-Assad yang menghabiskan bertahun-tahun di penjara Suriah, mengatakan hal itu sebagai "tidak mudah" untuk duduk di ruangan yang sama dengan para pejabat Al-Assad pada pembukaan konferensi perdamaian hari Rabu (22/1).
"Saya memandang mereka dan berpikir, apakah mereka benar-benar orang Suriah seperti saya? Bagaimana mereka bisa duduk di sana dan mempertahankan rezim pembunuh tersebut. Bagaimana?" tanya dia.
Rouhani Usulkan Pemilu
Para delegasi yang mewakili pemerintah Al-Assad tinggal di Hotel de la Paix atau Peace Hotel di Jenewa. Sementara Koalisi oposisi tinggal di Intercontinental, di hotel yang pernah digunakan Presiden AS, Jimmy Carter, bertemu pada tahun 1977 dengan ayah Al-Assad, Hafez, untuk membahas prospek perdamaian Timur Tengah.
Pengungsi Suriah tinggal di kamp Kilis di Turki selatan mengatakan bahwa negosiasi di Swiss tidak akan mengubah nasib mereka. "Apakah oposisi dan pemerintah (Suriah) duduk di meja perundingan tidak ada bedanya. Orang-orang Suriah telah ditinggalkan sendirian, dan masyarakat internasional mengabaikan mereka," kata Mustafa pengungsi dari Rejab.
Pembicaraan yang tegang pada hari Rabu di kota Montreux, dipandang para diplomat asing sebagai pertanda akhir kekuasaan Al-Assad, dan mediasi tingkat tinggi hanya menghasilkan sedikit kemajuan. Namun Lakhdar Brahimi mengatakan bahwa kedua pihak mungkin akan bersedia untuk “membungkuk” mengenai bantuan kemanusiaan, gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
Di tempat lain Swiss, Forum Ekonomi Dunia di Davos, Presiden Iran, Hassan Rouhani, pada hari Kamis (23/1) menyebut pemilu baru di Suriah. Dia mengatakan negaranya akan menghormati hasil perundingan.
"Solusi terbaik adalah untuk mengatur pemilihan umum yang bebas dan adil di Suriah" dan sekali surat suara dilemparkan "kita semua harus menerima" hasilnya, kata dia.
Iran, sekutu dekat Al-Assad, dilarang berpartisipasi dalam pembicaraan yang diselenggarakan di Swiss untuk mengakhiri perang sipil di Suriah, setelah PBB membatalkan undangannya. (AFP/ria.ru)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...