Loading...
HAM
Penulis: Reporter Satuharapan 15:24 WIB | Senin, 17 Februari 2014

Kuburlah Kami Hidup-hidup: Buku Utang Kita pada Indonesia

Kuburlah Kami Hidup-hidup: Buku Utang Kita pada Indonesia
Todung Mulya Lubis saat memberikan komentar atas buku Kuburlah Kami Hidup-hidup yang diluncurkan pada Minggu (16/2) di Pisa Kafe Mahakam, Jakarta Selatan. (Foto-foto: Equivalent Pangasi)
Kuburlah Kami Hidup-hidup: Buku Utang Kita pada Indonesia
Pdt. Albertus Patty menyebut buku Kuburlah Kami Hidup-hidup karya Anick HT sebagai bentuk pembebasan.
Kuburlah Kami Hidup-hidup: Buku Utang Kita pada Indonesia
Juru bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Zafrullah Ahmad Pontoh menyatakan buku Kuburlah Kami Hidup-hidup sebagai pesan perjuangan kebebasan beragama.
Kuburlah Kami Hidup-hidup: Buku Utang Kita pada Indonesia
Abdul Moqsith Ghazali mengatakan buku ini sebagai bentuk kemarahan Anick atas situasi keberagamaan di Indonesia.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Todung Mulya Lubis, pakar hukum sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Legal Roundtable (ILR), mengatakan buku “Kuburlah Kami Hidup-hidup” menceritakan banyak hal tentang utang kita pada bangsa Indonesia.

“Buku ini menceritakan banyak hal tentang utang kita untuk bangsa Indonesia ke depan, untuk membangun kembali persamaan kita, membangun kembali kemajemukan kita, membangun kembali kebhinekaan kita. Saya tidak tahu siapa yang akan terpilih sebagai Presiden, tetapi buku ini layak untuk dititipkan ke presiden terpilih nanti,” ujar Todung.

Dalam peluncuran buku yang dilakukan pada Minggu (16/2) di Pisa Kafe Mahakam, Jakarta Selatan itu, Todung mengatakan, “Tidak tepat untuk berbicara mengenai minoritas dan mayoritas. Kita berbicara mengenai hak warga negara, itulah yang diperjuangkan Anick dan kawan-kawan.”

Kuburlah Kami Hidup-hidup: Sebuah Buku Pembebasan

Selain Todung, sejumlah tokoh turut hadir dan memberikan komentar atas buku kumpulan puisi esai itu, di antaranya Pdt. Albertus Patty.

Berty, demikian ia biasa dipanggil, mengatakan “Anick berhasil merekam pergumulan hidup dan suara hati the voice of the voiceless, mereka yang selama ini tak terdengar suaranya. Berhasil merekam persoalan mereka yang the invisible, mereka yang tidak kelihatan karena orang yang sengaja tidak mau melihat, tidak mau peduli pada nasib dan teriakan juga persoalan yang mereka alami.”

“Namun kelompok-kelompok ini yang diberi label sebagai pelanggar hukum, bahkan dikonstruksi sebagai pelanggar hukum-hukum agama sehingga diberikan kepada mereka, yaitu label sesat. Dan karena sesat, mereka harus dihancurkan,” Berty melanjutkan.

Ia kemudian mengapresiasi buku ini sebagai salah satu bentuk usaha pembebasan.

“Buku ini adalah pembebasan salah satunya pembebasan terhadap kaum yang tertindas, yang mengalami ketidakadilan. Buku ini bagi saya memberikan peluang untuk menceritakan kisah kaum yang selama ini tersisihkan, terdiskriminasi oleh karena agama,” ujar Berty.

Kuburlah Kami Hidup-hidup: Sebuah Pesan Perjuangan Kebebasan Beragama

Juru bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Zafrullah Ahmad Pontoh pada kesempatan yang sama mengatakan buku karya Anick HT itu telah cukup menggambarkan situasi keberagamaan yang pelik di Indonesia. Melalui peluncuran buku itu, Pontoh berharap akan kebebasan beragama di Indonesia.

“Kita berharap bahwa apa yang beliau (Anick, Red) gambarkan ini dapat diinsafi oleh mereka yang memiliki hati, empati untuk melihat ke depan dan berjuang untuk bangsa kita, bangsa Indonesia yang lebih baik, yang akan memberikan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan selalu bertumpu pada konstitusi,” ujar Pontoh.

Ia menekankan bahwa inilah sesungguhnya yang menjadi pesan yang perlu diambil dari buku “Kuburlah Kami Hidup-hidup” karya Anick HT, untuk memperjuangkan kebebasan beragama.

Dalam kesempatan tersebut, Pontoh juga menyampaikan harapannya untuk para pemimpin bangsa.

Ia mengatakan, “kita juga berharap bawa pemimpin kita ke depan bisa mengambil manfaat dan pelajaran dari apa yang ditulis oleh Mas Anick dan oleh mas anick-mas anick lainnya. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan yang terbaik untuk bangsa ini, dan 2014 kita berharap menjadi awal terwujudnya harapan kita itu.

Kuburlah Kami Hidup-hidup: Refleksi Masa Silam, Petunjuk Masa Depan

Hadir pula Abdul Moqsith Ghazali dalam peluncuran buku “Kuburlah Kami Hidup-hidup” yang turut memberikan komentar atas buku yang ditulis oleh Anick HT itu.

Ia mengatakan, “Anick adalah orang yang konsisten di dalam kemarahannya. Jika dulu marah di jalanan, kini Anick marah di dalam bait-bait puisi. Judul buku yang sangat provokatif, “Kuburlah Kami Hidup-hidup”, adalah bentuk kemarahan Anick yang luar biasa.”

Moqsith turut menyampaikan pendapatnya mengenai konten buku tersebut.

“Karena itu menurut saya, buku ini di samping sebagai refleksi masa silam sekaligus merupakan petunjuk untuk menapaki masa depan karena kita tahu tantangan yang kita hadapi sekarang adalah bagaimana kebebasan beragama dan berkeyakinan itu bisa tegak di Indonesia.”

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home