Lokalisasi Dolly Surabaya Ditutup 18 Juni
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memastikan lokalisasi Dolly akan ditutup pada 18 Juni 2014 lebih cepat sehari dibandingkan rencana awal.
"Mungkin maju tanggal 18, tidak mundur," kata Risma usai bertemu dengan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri di Jakarta, Senin (2/6).
Risma mengatakan, saat ini Pemerintah Kota Surabaya mempersiapkan transfer pekerjaan sehingga eks PSK itu nantinya bisa berusaha dan keluar dari pekerjaan sebelumnya.
"Kita ajarkan buat kue, kerajinan, telur asin dan lain-lain. Artinya kita bisa melakukan itu, kita harus angkat saudara kita yang tertindas," kata Risma.
Lebih lanjut Risma mengatakan, sebanyak 1.200-an eks PSK Dolly sudah diverifikasi dan saat ini jumlahnya bertambah menjadi 1.400 orang.
Sebagai antisipasi agar eks PSK itu tidak kembali lagi, maka akan dilakukan pemantauan dan razia rutin.
Karena eks PSK itu 99 persen bukan warga Surabaya, maka Risma meminta bantuan Kementerian Sosial untuk merehabilitasi mereka terutama yang akan kembali ke kampung asalnya.
"Kami minta bantuan dari Kemensos untuk uang saku eks PSK, untuk mucikari dari Gubernur Jawa Timur.
Pemkot Surabaya merekondisikan alih profesi dan siapkan infrastrukturnya," kata Risma.
Tri Rismaharini mengaku penutupan lokalisasi Dolly merupakan bentuk pertanggungjawabannya sebagai umara atau pemimpin terhadap kesejahteraan warganya.
"Saya umara, saya bertanggungjawab terhadap kesejahteraan. Bukan bicara itu dosa atau tidak, karena di situ ada yang menderita," kata Risma.
Risma juga mengatakan dirinya bukan sebagai penjaga moral tapi lokalisasi tersebut menimbulkan banyak masalah dan telah merusak pikiran anak-anak.
Ia mencontohkan adanya PSK tua yang melayani anak-anak, ada anak-anak yang melakukan hubungan seksual dengan sesama temannya dan banyak lagi masalah lainnya.
Menurut Risma, para PSK tersebut adalah pihak yang tertindas karena mereka terjebak oleh mucikari dan himpitan masalah ekonomi.
Misalnya, dalam satu hari seorang PSK bisa melayani 10 orang dengan bayaran sebesar Rp 150 ribu per orang tapi yang didapat PSK tersebut hanya Rp 50 ribu karena harus membayar utang, kata Risma.
"Hal inilah yang menjadi alasan kenapa kami melakukan pengalihprofesian. Sebenarnya bukan menutup tapi mengalihkan profesi mereka dari prostitusi," kata Risma. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...