Mari Bersyukur!
SATUHARAPAN.COM Samuel, keponakanku, hadir di rahim tanpa disadari ibunya. Ketika belum genap tujuh bulan dalam kandungan, ia sudah lahir ke dunia. Sangat mungil badannya, harus berada di kotak inkubator dengan enam tetes infus per menit dan bantuan oksigen. Dari jauh, ia bak botol air mineral berselimut kain.
Hampir setiap hari aku mengunjunginya. Dan, setiap kali itu aku mengamati perkembangannya: aku melihat bahunya bergerak naik turun menarik dan menghembuskan napas, tangan mungilnya mulai bergerak seakan melambai ke arah siapa pun, kakinya mulai bergerak mengangkat selimutnya.
Ketika kemudian dia pulang dari rumah sakit, hangatnya kasih sayang orangtua dan penerimaan akan kehadirannya menjadi hal penting bagi hidupnya. Dan, dia mendapatkan semuanya itu dari kakek-nenek, om-tante, dan ayah-ibunya.
Namun, kehangatan kasih sayang itu tak juga menghapus lemahnya anggota tubuhnya, bercampurnya oksigen dengan asap menimbulkan nafasnya tersengal, ditambah lagi ketika susu botol masuk bersamaan dengan asap-asap itu, menyebabkan dia tersedak hingga dia harus kembali ke rumah sakit. Samuel pun akhirnya harus pergi meninggalkan semuanya kembali ke Tuhannya.
Dari dua bulan kehidupan singkat Samuel, aku belajar bahwa alam ini menyediakan oksigen yang dapat kita hirup tanpa membeli. Namun, apabila paru-paru kita tak mampu lagi menarik hembuskan nafas itu, tak-akan ada lagi gunanya sebanyak apa pun oksigen kita temui.
Hidup Samuel yang singkat memberiku rasa syukur setiap kali masih mampu menarik dan menghembuskan napas. Bahwa bukan karena kemampuan dan kepintaranku paru paru atau alat tubuhku melaksanakan tugasnya, akan tetapi karena Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup. Dan itu artinya hidup untuk melakukan sesuatu, hidup untuk bersyukur.
Saudaraku, mari bersyukur!
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...