Menurut Rupa dan Gambar Allah
Ketika manusia menganggap diri sebagai allah, dia akan menganggap manusia lain atau ciptaan lain sebagai budak, yang boleh diperlakukan apa saja.
SATUHARAPAN.COM – Ketika membaca Daftar Keturunan Adam (Kej. 5:1-5), mata hati saya tertumbuk pada kalimat, yang seakan diulang bagai refrein, ”menurut rupa”. Jika Adam diciptakan menurut rupa Allah, maka Adam mempunyai anak Set menurut rupa dan gambarnya. Set diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Adam. Itu berarti, semua Manusia (Adam berarti manusia) diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah.
Menurut gambar dan rupa Allah berarti memiliki hubungan yang istimewa dengan Allah dan menjadi wakil Allah di bumi. Itu berarti manusia diciptakan dalam hubungan dengan Allah. Manusia tidak diciptakan untuk lepas dari Allah. Manusia diciptakan dalam persekutuan dengan Allah.
Kenyataan ini menjadi penting karena manusia pada akhirnya memutuskan diri untuk melepaskan dirinya dari persekutuan dengan Allah itu. Dan ketika manusia berseteru dengan Allah—menganggap diri sama dengan Allah—maka dia tidak lagi memandang diri sebagai wakil Allah, tetapi malah allah sendiri. Dan ketika manusia menganggap diri sebagai allah, maka dia akan menganggap manusia lain atau ciptaan lain sebagai budak, yang boleh diperlakukan apa saja.
Bukti terkini adalah penyerangan oleh kelompok bersenjata terhadap awak media Charlie Hebdo, Paris, Prancis pada Rabu yang menyebabkan sedikitnya 12 orang tewas. Tentu, kita dapat mengerti bahwa ada sekelompok orang yang tidak setuju dengan majalah satire itu. Tetapi, pembunuhan dengan alasan apa pun tak dapat dibenarkan karena kematian manusia adalah prerogatif Sang Pencipta.
Jika ada pembalasan dendam, maka persoalan itu pun tidak akan ada habisnya. Dan perubahan terjadi tatkala manusia menyadari bahwa dia adalah ciptaan Allah, yang menghargai ciptaan lain, karena dicipta menurut gambar dan rupa Allah. Manusia harus kembali ke hakikatnya: serupa dan segambar dengan Allah—karena itu harus tunduk kepada Allah. Perlu kerendahan hati di sini.
Itu jugalah yang tampak dalam kisah pembaptisan Yesus orang Nazaret di Sungai Yordan. Meski Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa Yesus lebih berkuasa dari dirinya, namun Yesus memaksa Anak Zakharia itu untuk membaptis diri-Nya (Mrk. 1:7). Alasan Yesus: ”menggenapkan seluruh kehendak Allah” (Mat. 3:15). Bagi Yesus, kehendak Bapa lebih penting ketimbang hierarki dan kepantasan.
Mungkin karena itulah, setelah pembaptisan, terdengar suara dari surga: ”Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (Mrk. 1:11). Tindakan Yesus—yang tetap kukuh meminta baptis dari Yohanes Pembaptis—memperlihatkan kerendahan hati-Nya. Kristus dibaptis! Dan sebagai orang-orang yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah, kita perlu mengikuti ajakan St. Gregorius dari Nazianze: ”Marilah kita turun ke air bersama Dia, supaya kita juga naik bersama Dia!”
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...