MK Kecewa Tak Diundang Presiden
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mahkamah Konstitusi kecewa terhadap sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak mengundang mereka dalam pertemuan para ketua lembaga negara membahas penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK.
"Seyogianya pimpinan MK diundang dalam pertemuan tersebut untuk didengar keterangannya dan ikut bersama-sama para ketua lembaga negara lainnya dalam rangka mencari solusi yang terbaik sebagai jalan keluar dari dampak peristiwa tersebut," kata Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva, yang didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya saat konferensi pers di Jakarta, Minggu dinihari sekitar pukul 02.00 WIB.
Hamdan mengatakan bahwa delapan hakim konstitusi yang ada saat ini seolah-olah dan terkesan turut bersalah dalam peristiwa tersebut yang mengakibatkan Presiden tidak mengundang unsur pimpinan MK yang ada dalam pertemuan para ketua lembaga negara.
"Pada pertemuan tersebut MK diperlakukan sebagai obyek, padahal UUD 1945 menempatkan MK sebagai lembaga negara juga," katanya.
Walaupun ada peristiwa tersebut, lanjut Hamdan, MK tidak terhalang dalam menjalankan fungsi konstitusionalnya karena masih ada delapan hakim konstitusi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tetap dapat sah menjalankan tugasnya.
"Sampai saat ini MK tetap menjalankan tanggung jawab konstitusinalnya," kata Hamdan mewakili delapan hakim konstitusi.
Tetap bertanggung jawab
Dia juga mengatakan MK dan seluruh hakim konstitusi bertanggung jawab penuh berdasarkan sumpah jabatan, demi bangsa dan negara.
"Putusan-putusan MK yang telah dijatuhkan selama ini berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan tetap sah," tegas Hamdan.
Dia mengatakan tertangkapnya Akil Mochtar karena dugaan suap dalam perkara Pilkada juga tidak akan mempengaruhi keabsahan putusan MK.
"Putusan MK oleh sembilan hakim konstitusi. Ketua MK berfugsi memimpin sidang dan rapat dalam pengambilan dan pengucapan putusan. Suara hakim konstitusi, termasuk ketua dan wakil ketua, dalam musyawarah adalah sama," jelasnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM yang diduga menerima uang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
"Penyidik menangkap tangan beberapa orang di kompleks Widya Chandra, dengan inisial AM, CHN, dan CN," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi, dalam jumpa pers.
Johan mengatakan, AM merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi, sementara CHN seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan CN seorang pengusaha.
Di Widya Chandra, penyidik menyita uang dolar Singapura, perkiraan sementara, senilai Rp2 miliar hingga Rp3 miliar, yang diduga merupakan pemberian CHN dan CN kepada AM terkait yang diduga terkait sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Setelah itu, lanjut Budi, KPK juga melakukan operasi tangkap tangan di sebuah hotel di wilayah Jakarta Pusat, dan menahan dua orang yang dengan inisial HB dan DH. (Antara)
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...