Loading...
DUNIA
Penulis: Reporter Satuharapan 16:00 WIB | Rabu, 29 Januari 2014

Otoritas Swedia Tahan Orangtua Pemukul Anak yang Tidak Jalankan Ibadah

Ilustrasi. (Foto: Antara)

STOCKHOLM, SATUHARAPAN.COM – Pasangan suami-istri, Azizul Raheem Awalludin dan Shalwati Nurshal asal Malaysia ditahan otoritas Swedia sejak pertengahan Desember lalu. Mereka diduga memukul Ammar (12), anak laki-laki mereka yang tidak menjalankan salat. Hal ini menimbulkan protes dari Malaysia untuk membebaskan kedua warga yang ditahan Swedia. Anak mereka sendiri kini masih diasuh otoritas setempat.     

Sebuah sumber yang dekat dengan keluarga mengatakan, orangtua telah memarahi anak itu dan memukul tangannya karena tidak menjalankan salat. Dia mengatakan anak itu tidak menderita luka memar setelah dipukul.

"Mungkin setelah memarahi, anak itu pergi ke sekolah termenung dan gurunya mendekatinya, menanyakan 'Apa yang terjadi?' Si anak lalu bercerita. Guru anak itu memberi tahu kepala sekolah. Sebuah laporan kemudian dibuat oleh kepala sekolah dan dalam satu hari, semua anak-anaknya diambil dari sekolah dan orangtua mereka langsung ditangkap," kata sumber itu. Namun, ada juga yang membertiakan bahwa pasangan suami istri itu dilaporkan kepada pihak berwenang oleh warga yang melihat mereka memukul anaknya..

Menurut Astro Awani pada hari Kamis (23/1), penahanan mereka agar diperpanjang selama dua minggu lagi. Tidak ada sistem jaminan di Swedia. Jadi, orangtua itu dapat ditahan sampai sidang selesai. Namun, ada kasus di mana pengadilan secara rutin merilis terdakwa menunggu persidangan dianggap tidak berisiko meninggalkan negara. Dan, mereka tidak diizinkan untuk melihat anak-anak mereka yang telah diserahkan kepada sebuah rumah asuh di negara itu.

Azizul Raheem Awalludin (suami) seorang direktur Dewan Pariwisata Malaysia di Swedia. Sementara, istrinya Shalwati Nurshal adalah guru di negara Malaysia sedang mengambil cuti tanpa gaji untuk menemani suami bertugas di negara itu sejak tiga tahun lalu. Pasangan tersebut turut membawa empat anak mereka berusia antara tujuh hingga 14 tahun ke negara itu.

Pasangan itu juga berpeluang untuk dibebaskan jika polisi tidak memiliki cukup bukti untuk menuntut mereka.

Pindah Orangtua Asuh

Bernama melaporkan anak-anak tidak bahagia di rumah asuh mereka. Anak tertua, Aisyah (14) dan saudara-saudaranya yang berusia (12, 11, dan 7) merasa gelisah, berada di tempat orang tua asuhnya, karena menyajikan makanan tidak halal dan memelihara anjing.

“Meskipun mereka tidak memberi kami makan makanan yang haram, [tetapi] kami berbagi peralatan dan perabotan yang digunakan untuk [memasak] makanan haram,” katanya.

Gadis itu juga mengatakan pemerintah Swedia tidak memungkinkan mereka untuk bertemu keluarga yang telah terbang dari Malaysia untuk melihat mereka.

Salah satu anak, yang diidentifikasi bernama Ammar mengatakan, "Saya rindu ibu dan ayah. Kami ingin kembali ke Malaysia, tetapi mereka tidak akan membiarkan kita. Kami sangat sedih setiap kali kami kembali dari sekolah dan orangtua kami tidak ada." katanya. Namun, kini anak-anak, bebas untuk bergerak sendiri, termasuk naik transportasi umum.

Sumber keluarga mengatakan pasangan tersebut telah meminta keluarga asuh lain untuk merawat anak-anak mereka dan juga meminta mereka untuk diletakkan di bawah perawatan sementara di kedutaan Malaysia.

Di Malaysia sendiri sudah ada gerakan aksi dari masyarakat melalui twitter agar pemerintah Swedia membebaskan pasangan itu.   

Direktur Jenderal Wisata Malaysia Datuk Mirza Mohammad Taiyab mengatakan pemerintah telah mengirim seorang pejabat ke Swedia untuk mendapatkan update langsung tentang masalah tersebut.

Demo Bebaskan Warga Malaysia

Sebuah kampanye sedang berlangsung untuk membebaskan pasangan asal Malaysia yang ditahan karena memukul anak mereka di Swedia.

Kampanye di Malaysia sudah mulai dengan posting tweets untuk memprotes keputusan menggunakan hashtag # SwedenLetThemGo, dan politisi Malaysia telah berbicara menentang langkah tersebut. Di akun Facebook sendiri sudah terkumpul lebih dari 14.000 pengikut. Dalam lima hari ketika adanya laporan media Malaysia yang menyatakan bahwa anak pertama Azizul dan Shalwati yang bernama Aisyah menyampaikan tidak nyaman tinggal di sebuah rumah di mana makanan haram disajikan.

"Swedia sangat berani melarang kekerasan terhadap anak dan itu adalah terpuji. Namun, mereka harus memahami perbedaan antara pelecehan dan mengajar pelajaran," kata seorang anggota parlemen Malaysia.

Rohani Abdul Karim, Menteri Malaysia untuk Keluarga mengatakan kepada media Malaysia bahwa pemerintah telah melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan kasus ini melalui hubungan diplomatik, “Kami percaya tidak ada kekerasan terhadap anak yang terjadi. Itu mungkin hanya kesalahpahaman tentang orang tua yang mendidik anak-anak mereka dan menanamkan nilai-nilai agama Islam yang baik terhadap mereka sejak dini,” jelasnya.

Skandinavia sejak tahun 1979 memang telah melarang semua bentuk hukuman fisik dari, memukul dan menarik rambut kepada seorang anak. Di bawah hukum Swedia, bahkan jika orang tua tidak bersalah, mereka masih akan kehilangan hak asuh anak-anak mereka.

Untuk merebut kembali hak asuh, mereka perlu mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mendapatkan anak-anak mereka kembali. Jika orang tua ditemukan bersalah, ada hukuman penjara wajib minimal sembilan bulan. (bbc .co.uk/thestar com.my/ bharian.com.my)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home