Paus Fransiskus Hibur Adik Pendeta yang Dibunuh Ekstremis
ROMA, SATUHARAPAN.COM – Paus Fransiskus pada hari Sabtu (22/4) menghibur adik seorang pendeta Prancis yang dibunuh oleh militan Islam di sebuah gereja di Normania saat dia memberikan penghormatan melalui doa khusus kepada keberanian para martir Kristen di abad ke-20 dan 21.
Paus menggenggam tangan Roselyne Hamel, di mana kakaknya, Pdt. Jacques Hamel (85) meninggal karena digorok saat kebaktian pada 26 Juli 2016.
Paus dengan suara pelan berbicara pada Hamel saat makan malam di Basilika St. Bartolomeus di Pulau Tiberina di Roma. Dia baru saja mendengar dari rekan sejawatnya di gereja bahwa kakaknya dibunuh oleh dua pemuda yang telah diradikalisasi oleh sebuah kelompok yang menanamkan kebencian.
Paus mengatakan bahwa warisan para martir zaman modern mengajarkan kepada kita bahwa dengan kekuatan cinta, kelemahlembutan, seseorang bisa melawan arogansi kekerasan perang dan dengan sabar akan mencapai kedamaian.
Minggu depan, Paus akan melakukan dua perjalanan ziarah ke Mesir, sebuah negara Arab yang didominasi Muslim di mana pada tanggal 9 April lalu, pada pekan suci yang dirayakan umat Kristen yaitu Minggu Palma, dua bom bunuh diri di gereja Koptik membunuh 45 orang.
Dalam kebaktian yang diselenggarakan pada hari Sabtu (22/4), Paus berdoa agar orang-orang Kristen yang teraniaya dilindungi dan kedamaian segera datang ke dunia.
Paus kemudian menceritakan bagaimana dia tersentuh saat tahun lalu berkunjung ke fasilitas penahanan imigran di Lesbos, Yunani, seorang ayah Muslim dengan tiga anak mengatakan kepadanya bahwa istrinya adalah seorang Kristen. Dia digorok oleh teroris yang tiba-tiba datang dan bertanya apa agama mereka.
Paus kemudian melanjutkan bahwa istri duda itu mati terbunuh di depan matanya saat dia menolak melepaskan salib yang ia kenakan.
“Dia melihat kita dari surga,” kata Paus.
Paus kemudian mengajak beberapa pengungsi Lesbos bersamanya naik pesawat kembali ke Italia.
Dalam khotbahnya pada hari Sabtu, Paus juga memuji penderitaan pada pengungsi yang ditahan di fasilitas penahanan, meratapi “kesepakatan internasional tampaknya lebih penting daripada hak asasi manusia.”
Dia memuji orang Italia dan Yunani karena menyambut puluhan ribu pengungsi dan para migran yang diselamatkan dari laut. Dia berharap semangat murah hati yang sama akan ‘menginfeksi’ negara-negara lain di Eropa yang telah resisten terhadap pengungsi.
Selama kebaktian, beberapa nama dari orang yang meninggal karena iman mereka dibacakan dengan suara lantang. Mereka termasuk seorang pendeta Italia, Giuseppe Puglisi, yang menentang mafia Sisilia dan dibunuh oleh tukang pukul di Palermoy pada tahun 1993.
Di antara mereka, yang menerima penghormatan adalah Paul Schneider, seorang pendeta Gereja Reformasi yang dibunuh di kamp konsentrasi Buchenwald Nazi pada bulan Juli 1939, beberapa saat sebelum Perang Dunia II.
Putra Schneider, Karl A. Schneider mengatakan pada hari Sabtu (22/4) bahwa gereja tersebut memiliki tugas untuk waspada terhadap negara. Dia mengatakan ayahnya terbunuh karena dia ingin memastikan orang-orang Jerman mempertahankan orientasi Kristen di negara dan masyarakat. (apnews)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...