PBB Desak Korut Akhiri Pelanggaran HAM
JENEWA, SATUHARAPAN.COM - Korea Utara harus segera mengambil tindakan secepatnya untuk menghentikan pelanggaran dan kejahatan terhadap kemanusiaan, kata beberapa diplomat pada Kamis (1/5) saat PBB meninjau catatan HAM negara Asia yang terisolasi tersebut.
Namun, Korut malah menyerang balik kritikan tersebut dan mengatakan laporan terbaru dari para penyidik PBB dirancang untuk “mencemarkan” nama baiknya.
Sebagian besar diplomat yang berada di Dewan HAM PBB di Jenewa menyuarakan kemarahannya terhadap “pelanggaran HAM meluas dan sitematis” yang digambarkan secara detail dalam laporan Februari, berisi catatan pelanggaran berat yang terjadi di negara komunis itu, mencakup pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, dan kekerasan seksual.
“Kami khawatir bahwa pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan terus terjadi tanpa terjerat hukum,” ungkap utusan Inggris untuk PBB, Karen Pierce.
Korea Utara menolak mentah-mentah laporan tersebut. Salah seorang diplomat tinggi negara itu, Choe Myong Nam, pada Kamis menekankan bahwa laporan tersebut penuh dengan penyimpangan.
Beberapa negara memuji kemajuan yang dicapai Korea Utara di beberapa area, seperti pengurangan angka kematian anak dan reuni antara keluarga yang terpisah karena konflik yang terjadi di Semenanjung Korea.
Namun, Duta Besar AS Robert King mengatakan kepada dewan tersebut bahwa Washington “khawatir dengan meluasnya pemberlakuan kerja paksa, termasuk tenaga kerja anak-anak, di fasilitas tahanan.”
Dia mengimbau Pyongyang untuk mengakui pelanggaran HAM di negaranya dan secepatnya mengambil langkah untuk mengakhiri pelanggaran tersebut.
Sementara itu Chuandong Chen dari Tiongkok mendesak komunitas internasional memperlakukan Korea Utara “dengan cara yang adil”.
Utusan Korea Utara untuk PBB di Jenewa itu mengatakan bahwa negaranya sudah membuat kemajuan dalam sejumlah bidang sejak Universal Periodic Review terakhir, yang harus dilakukan 193 negara anggota PBB setiap empat tahun sekali.
Dia menekankan legislasi baru untuk melindungi hak asasi anak-anak, wanita, dan orang cacat, memperluas sistem perawatan kesehatan dan pendidikan, memperluas upaya untuk memberikan cukup makanan untuk bangsa yang sering kelaparan, dan program rumah gratis.
Tapi, menurutnya, upaya untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia justru terancam oleh tekanan bermotif politik dan ancaman militer dari kekuatan luar, serta “sanksi ekonomi memberatkan”, yang dikenakan oleh komunitas internasional kepada negara bersenjata nuklir tersebut. (AFP/Ant)
Editor : Sotyati
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...