Pemimpin Syiah Bahrain Dicabut Kewarganegaraannya
BAHRAIN, SATUHARAPAN.COM – Pelapor khusus kebebasan beragama dan keyakinan Perserikatan Bangsa-bangsa (OHCHR) mendesak pemerintahan Sunni Bahrain untuk menghentikan diskriminasi terhadap mayoritas dan pemimpin spiritual Syiah yang diusir dari kerajaan yang berada di Teluk itu pekan ini.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan hari Kamis (24/4), disebutkan bahwa kasus yang menimpa Hussain Mirza Abdelbaqi Najati adalah ilustrasi gamblang tentang penganiayaan yang lebih luas terhadap Syiah di Bahrain. Najati pergi ke Lebanon, setelah dia dan 30 orang lain dicabut kewarganegaraan mereka oleh pemerintah Bahrain.
Pakar OHCHR (Office of the High Commissioners for Human Rights), Heiner Bielefeldt, dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa dia telah menghubungi pemerintah Bahrain untuk menegaskan "keprihatinan yang serius" atas kasus tersebut. Dia mengatakan hal itu tampaknya merupakan "diskriminasi termotivasi agama" dengan melawan Najati.
"Saya telah menerima informasi dari sumber terpercaya bahwa pada 23 April, Hussain Mirza Abdelbaqi Najati terpaksa meninggalkan negerinya sendiri ke Lebanon setelah mendapatkan tekanan besar dan pelecehan oleh pihak berwenang," kata pernyataan itu.
Departemen Dalam Negeri Bahrain dalam pernyataan yang diterbitkan di situsnya pada Rabu (23/4) mencabut kewarganegaraan Bahrain atas Najati, dan perintah untuk mengusir dia dari negara itu. Hal itu mungkin karena posisinya sebagai pemimpin agama senior dan berpengaruh di antara umat Syiah yang merupakan mayoritas penduduk negeri itu.
Menjadi Tanpa Kewarganegaraan
"Dengan mentargetkan tokoh agama Syiah paling senior dan berpengaruh di Bahrain untuk mengintimidasi dan diskriminasi terhadap seluruh komunitas Muslim Syiah di negara itu, karena keyakinan agama, kata dia.
"Diskriminasi atas dasar agama atau keyakinan merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan yang fundamental," kata dia menambahkan.
Najati adalah perwakilan pemimpin Syiah Irak di Bahrain yang berbasis pada Ayatollah Ali al-Sistani. Dia pria kelahiran tahun 1960 dari orangtua Iran di Bahrain.
Najati adalah salah satu dari 31 orang yang kewarganegaraannya dicabut pada tanggal 7 November 2012 oleh keputusan Kementerian Dalam Negeri. Keputusan itu membuat dia menjadi tanpa kewarganegaraan (stateless).
Pihak OHCHR mendesak pemerintah Bahrain untuk membatalkan keputusan yang dinilai sewenang-wenang, dan untuk memfasilitasi kembalinya Najati dari Lebanon. "Hukum internasional, khususnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, melarang perampasan kebangsaan, termasuk atas dasar agama," kata pakar OHCHR.
"Saya mengerti bahwa Najati secara konsisten menahan diri terlibat dalam politik, dan telah mempertahankan posisinya dalam kegiatan yang tetap di ranah agama,” kata pelapor khusus itu.
"Dia juga tidak diketahui memiliki catatan menganjurkan penggunaan kekerasan atau tindakan yang melemahkan keamanan nasional atau ketertiban umum…” kata Bielefeldt, mantan kepala kantor nasional hak asasi manusia Jerman yang ikut mendirikan pos PBB pada tahun 2010.
Najati dan 30 orang lainnya dicopot kewarganegaraannya atas tuduhan bahwa mereka telah mengganggu keamanan negara, setahun lebih setelah pihak berwenang menghadapi pemberontakan kelompok Syiah pada Maret 2011.
Kementerian Dalam Negeri Bahrain pekan ini menuduh Najati mengumpulkan dan mendistribusikan dana atas nama Sistani. Setelah dideportasi, dia pergi ke Lebanon pada hari Rabu.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...