Pesan Natal, Paus Kecam Kekerasan pada Umat Agama Minoritas
VATIKAN, SATUHARAPAN.COM - Paus Fransiskus mencam kekerasan oleh jihadis dan "penindasan yang brutal" terhadap umat agama minoritas. Dia mengatakan hal itu dalam pesan Natal kepada sekitar 1,2 miliar umat Katolik dunia.
Berbicara kepada massa yang berkumpul di lapangan Basilika Santo Petrus, Paus asal Argentina yang populer itu juga menyerukan untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak akibat "ketidakpedulian dan penderitaan."
"Urbi et Orbi" pesan kedua yang tradisional disampaikan untuk kota dan dunia pada penutupan tahun diguncang oleh perang dan kekerasan akibat fundamentalisme agama, terutama di Irak, Suriah, Nigeria dan yang terbaru terhadap anak-anak sekolah di Pakistan.
"Benar-benar ada begitu banyak air mata pada Natal ini," katanya dalam pesan itu.
Tanpa menyebut nama kelompok jihadis Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS), dia mengatakan, Kristen di Irak dan Suriah "terlalu lama menderita efek dari konflik yang sedang berlangsung" dan "bersama-sama dengan mereka yang termasuk kelompok etnis dan agama lainnya, menderita penganiayaan yang brutal."
Ada "terlalu banyak pengungsi, orang buangan dan pengungsi, orang dewasa dan orang tua, dari daerah ini dan seluruh dunia," kata dia. Pembunuhan dan penyanderaan dari Timur Tengah ke Nigeria dan di tempat lain harus berhenti, katanya.
Paus berusia 78 tahun itu mengatakan bahwa "anak-anak dibantai, termasuk oleh serangan bom di mana anak Allah lahir" di Tanah Suci. Dia juga mencela "ketidakpedulian", dan secara eksplisit mengecam aborsi, menyesalkan anak-anak "dibunuh sebelum melihat cahaya".
Dia mengatakan, semoga Yesus menyelamatkan sejumlah besar anak-anak yang menjadi korban kekerasan, dijadikan komoditi perdagangan atau dipaksa untuk menjadi tentara.
"Semoga Dia memberikan kenyamanan kepada keluarga anak-anak yang meninggal di Pakistan pekan lalu," katanya menambahkan, mengacu pada 149 orang, termasuk 133 anak-anak sekolah, yang meninggal di Peshawar oleh Taliban.
Di Baghdad, di mana sekitar 150.000 orang Kristen Irak melarikan diri dari kekerasan jihadis sejak Juni, perayaan Natal yang dibasahi oleh air mata akibat peristiwa ini.
"Kami tidak memiliki perasaan sukacita," kata Rayan Dania Sabri di Gereja Baghdad Ascension. "Bagaimana kita bisa bersukacita ketika ada ribuan orang masih tinggal di kamp-kamp dan sekolah dalam kondisi yang buruk?"
Beralih ke masalah-tempat lain di seluruh dunia, Francis mendesak Ukraina untuk "mengatasi ketegangan, menaklukkan kebencian dan kekerasan dan berangkat untuk perjalanan baru persaudaraan dan rekonsiliasi".
Dia menyerukan perdamaian di "seluruh Timur Tengah" dan melanjutkan upaya menuju "dialog" antara Israel dan Palestina.
Perdamaian juga penting di Afrika, terutama di Nigeria "di mana lebih banyak darah tengah ditumpahkan." Juga di Libya, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah dan Republik Demokratik Kongo.
Dia menyebutkan korban Ebola di Liberia, Sierra Leone dan Guinea dan berterima kasih kepada mereka yang "berani" membantu orang sakit.
Ratu Elizabeth II dari Inggris juga memberi penghormatan kepada mereka "yang tidak mementingkan diri" dan menjadi staf dan tenaga bantuan medis memerangi epidemi Ebola. Dia menyampaikan itu dalam pidato tahunan yang disiaran pada hari Natal.
Di Sierra Leone, semua perayaan Natal publik dibatalkan akibat krisis Ebola. Tentara dikerahkan selama musim liburan ini untuk mencegah perayaan, kata para pejabat.
Natal di Suriah dan Palestina
Di Suriah, orang Kristen di kota-kota yang dilanda perang, seperti di Homs sedang menjalani Natal pertama mereka dalam tiga tahun perang sipil. Di lingkungan Hamidiyeh, warga menghiasi lingkungan dengan pohon berwarna cerah dan palungan yang terbuat dari puing-puing dibuat di tengah-tengah reruntuhan.
Di Betlehem, pada malam Natal didahului perayaan pada malam terbesar di kota Tepi Barat, dan akan berpuncak pada misa tengah malam di Gereja Nativity. Gereja itu dibangun di atas tempat di mana orang-orang Kristen percaya bahwa Maria melahirkan Yesus.
Para pemuda memainkan seruling (bagpipe) dan drum berbaris ke gereja dalam prosesi yang dipimpin oleh Patriark Gereja Latin di Yerusalem, Fouad Twal. Dalam kotbahnya, Twal menyerukan "perdamaian di Yerusalem", di mana bentrokan antara Israel dan Palestina mengguncang kota itu selama berbulan-bulan. Dia menyerukan "kesetaraan dan saling menghormati" di antara semua agama.
Dia juga meminta pembangunan kembali Gaza, yang pada musim panas ini dilanda perang selama 50 hari antara Hamas dan Israel di mana lebih dari 2.200 orang meninggal.(AFP)
Kepala Pasukan UNIFIL: Posisi PBB di Lebanon Berisiko Didudu...
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Kepala pasukan penjaga perdamaian PBB mengatakan pada hari Jumat (1/11) bahw...