PM Pakistan: Cabut Moratorium Hukuman Mati bagi Teroris
Di Pakistan terdapai 8.000 terpidana mati yang belum dieksekusi.
ISLAMABAD, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Pakistan akan mencabut moratorium hukuman mati pada kasus-kasus yang berkaitan dengan teror, seperti disampaikan kantor Perdana Menteri Pakistan mengumumkan hari Rabu (17/12).
Pernyataan itu dikeluarkan sehari setelah kelompok teroris Taliban membunuh 141 orang dalam serangan terhadap sebuah sekolah di mana korbannya sebagian besar adalah anak-anak sekolah.
Serangan terhadap sekolah yang dikelola militer di barat laut kora Peshawar merupakan serangan teror paling mematikan dalam sejarah Pakistan dan telah memicu kecaman dan sikap yang jijik secara luas di dunia.
Para pemimpin politik dan militer negara itu telah bersumpah untuk menghapus pemberontakan kelompok Islamis yang bercokol di wilayah itu yang telah membunuh ribuan warga Pakistan biasa dalam beberapa tahun terakhir.
"Perdana menteri telah menyetujui penghapusan moratorium eksekusi hukuman mati dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan terorisme," kata seorang pejabat dari kantor Perdana Menteri Nawaz Sharif.
Sejak 2008
Hukuman gantung disebutkan dalam kitab undang-undang Pakistan dan hakim terus juga menjatuhkan hukuman mati, tetapi de facto moratorium eksekusi mati telah ada sejak tahun 2008.
Hanya satu orang telah dieksekusi mati sejak saat itu, yaitu seorang tentara yang dihukum oleh pengadilan militer dan digantung pada bulan November 2012.
Kelompok hak asasi manusia, Amnesty International, memperkirakan bahwa Pakistan memiliki lebih dari 8.000 orang dalam tahanan yang dijatuhi hukuman mati, dan sebagian besar telah melawati proses banding.
Para pendukung hukuman mati di Pakistan berpendapat bahwa itu adalah satu-satunya cara yang efektif untuk menangani bencana militansi di negeri itu.
Sistem pengadilan ini sangat lambat, dengan kasus yang sering berlangsung selama bertahun-tahun, dan ada ketergantungan terhadap keterangan saksi dan perlindungan sangat sedikit bagi hakim dan jaksa.
Intimidasi
Ini berarti kasus teror sulit untuk dituntut, sebab, kelompok ekstremis dapat mengintimidasi saksi dan pengacara dalam tuduhan balik yang menjatuhkan.
Bahkan ketika militan yang terpojok, mereka sering dibebaskan segera setelah vonis dengan jaminan, atau mereka mampu melanjutkan kegiatan mereka dari balik jeruji besi penjara.
Awal tahun ini seorang pria Inggris dalam penjara di kota garnisun Rawalpindi atas tuduhan penghujatan ditembak oleh penjaga penjara yang dicuci otak menjadi radikal oleh tahanan ekstremis.
Pada bulan September seorang hakim yang memerintahkan pelaksanaan hukuman gantung dalam kasus pembunuhan yang dilakukan pada tahun 1996, tapi keputusan itu tidak dilakukan.
Pada bulan Juni tahun lalu pemerintah Sharif yang baru terpilih membatalkan moratorium dalam upaya menindak penjahat dan militan Islamis. Tapi dua pekan kemudian mengumumkan tidak melanjutkan eksekusi mati setelah adanya protes dari kelompok hak asasi, dan kemudian didukung Presiden Asif Ali Zardari.
Pejabat Uni Eropa menunjukkan tahun lalu bahwa jika Pakistan kembali melaksanakan hukuman mati, hal itu bisa membahayakan kesepakatan perdagangan yang sangat berharga dengan blok tersebut.
Sebuah delegasi Uni Eropa memperingatkan hak itu akan dilihat sebagai "kemunduran besar" jika Pakistan kembali menjalankan hukuman gantung. (AFP)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...