Presiden Jokowi Harap Setnov Ikuti Aturan Undang-Undang
MANADO, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapan atas pemanggilan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto (Setnov) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait korupsi kasus Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik.
Presiden Jokowi menegaskan bahwa semua sudah diatur menurut peraturan perundang-undangan.
“Buka undang-undangnya semua. Buka undang-undangnya. Aturan mainnya seperti apa, di situlah diikuti,” kata Presiden Joko Widodo usai membuka kongres ke-20 Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Manado, Sulawesi Utara, hari Rabu (15/11) siang.
Sebelumnya Ketua DPR Setya Novanto menolak dipanggil oleh KPK, baik sebagai saksi maupun tersangka. Ia beralasan, pemanggilan dirinya harus mendapatkan persetujuan tertulis Presiden, karena posisinya sebagai pejabat negara.
Surat Setya Novanto ke KPK
Secara terpisah tersangka kasus korupsi KTP elektronik, Setya Novanto, yang merupakan ketua lembaga tinggi negara, yaitu ketua DPR dan ketua umum DPP Partai Golkar, lagi-lagi tidak hadir dalam pemeriksaan kasus itu, Rabu ini.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengungkap, kuasa hukum Novanto mengirim surat tentang ketidakhadiran kliennya itu.
"Hari ini dijadwalkan pemeriksaan Setya Novanto sebagai tersangka. Panggilan pertama sudah disampaikan KPK minggu lalu secara patut untuk jadwal pemeriksaan 15 November 2017," kata Diansyah, di Jakarta, hari Rabu (15/11).
Pemanggilan itu merupakan yang pertama pasca Novanto ditetapkan kembali menjadi tersangka dugaan korupsi kasus KTP elektronik, Jumat lalu (10/11).
Menurut dia, sekitar pukul 10.00 WIB, KPK menerima surat tertanggal 14 November 2017 dengan kop surat suatu kantor pengacara.
"Surat pemberitahuan tidak dapat memenuhi panggilan KPK itu berisikan tujuh poin yang pada pokoknya sama dengan surat sebelumnya," kata dia.
Berikut tujuh poin isi surat ketidakhadiran Novanto sebagai tersangka korupsi KTP elektronik itu:
1. Klien telah menerima surat panggilan KPK tanggal 10 November 2017 untuk menghadap penyidik KPK
2. Dalam surat panggilan menyebutkan memanggil Setya Novanto, pekerjaan Ketua DPR RI dan seterusnya.
3. Bahwa berdasarkan:
- Pasal 1 (3) UUD 1945: Negara Indonesia adalah Negara Hukum
- Pasal 20 A huruf (3) UUD 1945
- Pasal 80 UU No 17 Tahun 2014
- UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan
4. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 224 ayat (5) (Hak Imunitas Anggota DPR) dan Pasal 245 ayat (1)
5. Bahwa adanya permohonan "judicial review" tentang wewenang memanggil klien kami selaku Ketua DPR RI dan seterusnya.
6. Bahwa pernyataan Ketua KPK tentang Pansus Angket dan seterusnya.
7. Bahwa adanya tugas negara pada klien kami untuk memimpin dan membuka Sidang Paripurna DPR pada 15 November 2017
Berdasarkan alasan-alasan hukum diatas, maka klien kami belum bisa memenuhi panggilan tersebut sampai adanya putusan MK terhadap permohonan "judicial review" yang kami ajukan itu.
Adapun surat itu ditandatangani Fredrich Yunadi, kuasa hukum Setya Novanto.
Dengan tembusan kepada presiden Indonesia, ketua MK, ketua MA, ketua Komnas HAM, kepala Kepolisian Indonesia, jaksa agung, kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, kepala Polda Metro Jaya, kepala Kejaksaan Tinggi DKI, klien, dan pertinggal. (Setkab/Antara)
Editor : Melki Pangaribuan
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...