Rizal Ramli Nekat Revisi Target Proyek Listrik Jadi 16.167 MW
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, menyatakan telah mengubah proyek target listrik 35.000 megawatt menjadi 16.167 megawatt. Menurutnya, kapasitas sebanyak 35.000 MW yang harus dicapai dalam waktu lima tahun tidak realistis.
“Setelah kami bahas, 35.000 megawatt itu tidak mungkin dicapai dalam waktu lima tahun. Mungkin 10 tahun (baru) bisa. Kenapa? Karena kalau seandainya dibangun semuanya pun dalam lima tahun, terjadi sampai 35.000, maka PLN akan mengalami kesulitan keuangan,” kata Rizal Ramli usai mengadakan rapat bersama beberapa kementerian dan lembaga terkait proyek target listrik di Kantor Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya di Jalan M.H Thamrin no 8 Jakarta Pusat, hari Senin (7/9).
Setelah melakukan kajian, kebutuhan riil listrik pada saat beban puncak sampai 2019 adalah sebesar 74.525 MW. Kemudian, pada 2015 beban puncak PLN memncapai 50.856 MW. Saat ini pembangunan pembangkit listrik yang sedang dibangun sebesar 7000 MW. Jika program 35.000 MW dipaksakan ditambah dengan 7000 MW tersebut maka akan ada ketersediaan kapasitas pembangkit sebesar 95.586 MW sampai 2019.
Padahal, lanjut dia, kebutuhan sampai 2019 pada beban puncak hanya 74.525 MW sehingga ada kapasitas idle sebesar 21.331 MW. Sesuai aturan yang ada, kata dia, PLN harus membeli 72 persen listrik yang dihasilkan swasta.
Ketentuan ini berlaku baik untuk listrik yang digunakan PLN maupun tidak digunakan. Dengan perhitungan tersebut, maka ada kewajiban PLN untuk membeli listrik swasta sebesar USD 10,763 miliar per tahun.
“Nah setelah evaluasi ternyata yang betul-betul mungkin dan harus selesai sampai lima tahun itu sekitar 16.000 megawatt. Itupun sudah pekerjaan yang sangat besar. Nah yang lainnya bisa masuk dalam tahap lima tahun berikutnya.”
Kemudian, dia menyebut proyek ini sebagai proyek percepatan pembangunan dan diversifikasi listrik (PPD Listrik). Menurutnya, Indonesia perlu diversifikasi agar tidak lagi menggantungkan diri kepada pusat listrik tenaga uap atau batu bara karena dampaknya terhadap polusi.
Percepatan 16.167 MW
Dalam keterangannya, Rizal juga mengungkapkan akan mempercepat pelaksanaan pembangkit listrik 16.167 MW dengan beberapa langkah. Yaitu, mempercepat negosiasi, pembebasan lahan, serta meninjau harga penjualan yang lebih kompetitif dan lebih menarik bagi investor.
Pihaknya hanya akan memberikan waktu selama enam bulan kepada pemilik konsesi untuk segera merealisasikan pembangunan proyek listrik tersebut.
“Tadi Pak Sofyan (Dirut PLN) menegaskan sama saya semua akan dikasih waktu enam bulan. Kalau enam bulan tidak juga ada kemajuan maka konsesi akan dicabut. Ini penting karena beginian cukup banyak lah. Kita ingin betul-betul yang masuk ini yang punya kemampuan, modal dan kemampuan untuk menjadikan proyek listrik ini menjadi kenyataan,” kata dia.
Jika konsensinya dicabut, maka pemerintah akan menawarkan proyek ini kepada innvestor lain. Dengan syarat, investor baru tersebut harus punya dana, teknologi dan pengalaman.
Kemudian, pembangunan pembangkit listrik ini nantinya akan diutamakan menggunakan energi terbarukan. Jadi, nanti sumber listrik Indonesia tidak hanya berasal dari gas karena biayanya yang mahal bila dibandingkan dengan sumber-sumber energi terbarukan seperti geothermal atau panas bumi, biodisel dan air.
Editor : Eben E. Siadari
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...