Sejarawan: Jokowi Harus Minta Maaf atas Kekeliruan Negara pada Tragedi 1965
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, mengatakan Presiden Joko Widodo harus meminta maaf atas kekeliruan negara pada tragedi 1965.
Menurutnya, permintaan maaf atas tragedi pembantaian orang-orang yang dituduh komunis dan anggota Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965 itu tidak bisa diwakilkan, sekalipun oleh jajaran menterinya.
“Presiden perlu minta maaf pada kekeliruan yang dibuat negara pada tragedi 1965. tidak bisa diwakilkan,” kata Asvi dalam acara Simposium Nasional 'Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan', di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, hari Senin (18/4).
Pernyataan Asvi ini sekaligus mengkritik pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan, di tempat yang sama, saat memberikan kata sambutan. Luhut menegaskan Pemerintah tidak memiliki pemikiran untuk meminta maaf terkait tragedi 1965.
Bahkan Luhut menyatakan, Pemerintah tahu langkah terbaik untuk bangsa Indonesia terkait tragedi pembantaian orang-orang yang dituduh komunis dan anggota Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965.
Rehabilitasi Soekarno
Selain itu, dia mengatakan, Pemerintah juga harus mencabut segala peraturan yang menghadirkan stigma dan diskriminasi terkait tragedi 1965. Menurutnya, korban tragedi 1965, harus direhabilitasi.
Asvi menyebutkan, ada dua elemen yang harus direhabilitasi Pemerintah, yakni Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, dan seluruh korban Gerakan 30 September (G30S).
Dia mengatakan Ketetapan MPRS Nomor 23 Tahun 1967 dan Ketetapan MPR Nomor 1 Tahun 2003 telah mengakibatkan penahanan dan perlakuan yang tidak layak kepada Soekarno.
“Sebaiknya Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres (Keputusan Presiden) rehabilitasi atas Soekarno dan korban G30S,” ujar Asvi.
Pandangan berbeda disampaikan penulis buku Di Balik Tragedi 1965, Sulastomo. Dia berpendapat tak perlu ada permintaan maaf dari Pemerintah terkait tragedi 1965.
Menurutnya, hal terpenting yang dilakukan saat ini adalah mencegah peristiwa pembantaian serupa tidak terjadi lagi dia masa mendatang.
“Sebagai manusia, kita harus mencegah peristiwa itu tidak terjadi lagi,” kata dia.
Editor : Bayu Probo
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...