Sejumlah Negara Hadiri Pertemuan Pembebasan Papua di London
PORT VILA, SATUHARAPAN.COM - Tatkala Presiden Joko Widodo kembali mengunjungi Papua untuk ke sekian kalinya pada akhir pekan ini, pulau paling timur Indonesia itu juga akan menjadi pokok pembicaraan oleh berbagai tokoh dari seluruh dunia di London. Saat ini tengah berlangsung persiapan penyelenggaraan pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP), yang dijadwalkan pada 3-4 Mei di Westminster, London.
Sejumlah negara Pasifik hadir pada acara ini diwakili oleh pemimpin negaranya.
IPWP adalah jejaring global lintas partai yang beranggotakan politisi dan anggota parlemen dari seluruh dunia yang mendukung penentuan nasib sendiri bagi Papua. Sejumlah anggota parlemen dari Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Prancis dan negara-negara Eropa lainnya, Australia, negara-negara Amerika Selatan dan negara-negara Pasifik Selatan ikut bergabung dalam jejaring ini.
Dari Vanuatu dilaporkan beberapa pemimpin negara-negara Pasifik Selatan tengah menuju London untuk berpartisipasi pada pertemuan tersebut. Di antara pemimpin negara yang akan hadir, menurut laporan radionz.co.nz, adalah Perdana Menteri Tonga, Akilisi Pohiva. Sedangkan negara Vanuatu akan diwakili oleh Menteri Pertanahan, Ralph Regenvanu. Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama, beberapa waktu lalu mengumumkan ia merencanakan perjalanan ke Inggris untuk menghadiri perayaan ulang tahun ke-90 Ratu Inggris. Belum diketahui apakah ia akan menghadiri pertemuan IPWP.
Pertemuan itu juga akan dihadiri oleh delegasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yaitu organisasi rakyat Papua yang merupakan wadah berbagai kelompok pro-penentuan nasib sendiri Papua. Menurut Tim Kerja ULMWP di Indonesia, Markus Haluk, delegasi ULMWP akan terdiri dari Sekjen ULMWP, Octovianus Mote, Jurubicara ULMWP, Benny Wenda yang sekaligus penyelenggara pertemuan, Rex Rumakiek dan Leoni Tanggama.
"Hanya Tuan Jacob Rumbiak, Pak Edison Waromi, Mama Yosepa Aloman dan saya yang ke Vanuatu, menghadiri pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG)," kata Markus Haluk, kepada satuharapan.com, lewat pesan seluler hari ini (29/4).
Menteri Pertanahan Vanuatu, Ralph Regenvanu, mengatakan pengakuan global terhadap penentuan nasib sendiri Papua semakin bertumbuh. Dia katakan, telah banyak perubahan signifikan dalam iklim politik di Papua selama satu tahun terakhir.
Tahun lalu, ULMWP mencapai pengakuan keanggotaan sebagai observer (pengamat) di organisasi sub regional Pasifik, MSG. Menurut Regenvanu, ini merupakan cermin dukungan internasional yang berkembang kepada rakyat Papua untuk mewujudkan aspirasi yang sah bagi penentuan nasib sendiri.
Pertemuan IPWP di London sendiri antara lain mengagendakan pembahasan strategi untuk menyelenggarakan penentuan nasib sendiri yang diawasi oleh lembaga internasional di Papua pada akhir dekade ini.
Selain pertemuan ini, di Oxford juga akan diadakan konferensi sehari pada hari Senin (2/5) berjudul 'The Day of Betrayal', yang akan meninjau kembali proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, dari perspektif akademik, hukum dan hak asasi manusia.
Sebagai catatan, Pepera adalah referendum yang diselenggarakan di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-bangsa pada 1969, yang secara resmi mengintegrasikan Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, seiring dengan berbagai temuan penelitian sejarah, para kelompok pro-penentuan nasib sendiri mengatakan referendum itu berlansung di bawah tekanan dan bahkan paksaan, sehingga tidak sesuai dengan standar internasional. Mereka mengklaim, rakyat Papua tidak dikonsultasikan tentang proses referendum tersebut.
Sementara itu, di Port Vila, ibukota Vanuatu, hari ini terjadi unjuk rasa di depan kantor sekretariat MSG. Unjuk rasa ini dimotori oleh Free West Papua Association Vanuatu, menuntut agar MSG memberikan keanggotaan penuh kepada ULMWP serta membatalkan keanggotaan Indonesia.
Unjuk rasa ini seyogyanya dilangsungkan bersamaan dengan pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) khusus MSG untuk membahas penetapan Direktur Jenderal MSG pada 30 April. Namun KTT ditunda menjadi 3 Mei menyusul masih terdapatnya ketidaksepakatan dari Fiji, tentang diplomatnya yang ditunjuk sebagai direktur jenderal.
Walaupun sejumlah negara Pasifik Selatan menyatakan dukungan terhadap ULMWP dan penentuan nasib sendiri Papua, ada juga negara yang tetap mendukung Papua sebagai bagian dari Indonesia, seperti Papua Nugini dan Fiji. Indonesia sendiri sampai saat ini tidak mengakui ULMWP sebagai perwakilan rakyat Papua.
Editor : Eben E. Siadari
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...