Sekum PGI: Semua Agama Tawarkan Damai pada Dunia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Umum (Sekum) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom, mengatakan setiap agama menawarkan damai sejahtera kepada dunia. Sebab, setiap agama memiliki cita-cita mewujudkan tanpa kekerasan, adil, dan tanpa pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Menurut dia, tidak ada agama yang tidak mendambakan suasana damai.
“Pada dasarnya setiap agama menawarkan damai sejahtera kepada dunia ini. Dunia tanpa kekerasan, dunia yang adil, dan tanpa pelanggaran HAM, adalah cita-cita yang terus diperjuangkan di dunia hingga hari ini. Tak satu agama pun di dunia ini yang tak mendambakan suasana damai,” ujar Pendeta Gomar dalam pesan singkat yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, Kamis (23/7).
Namun permasalahannya, menurut dia, ketika memasuki ruang publik terjadi perebutan ruang dan pengaruh para penganut masing-masing agama. Bahkan, untuk mencapai titik damai bagi dirinya, manusia sering mengorbankan rasa damai orang lain. “Itu yang sering kita lupakan. Padahal, perdamaian sejati ada dalam kebersamaan dan perdamaian sejati, yang selalu mensyaratkan keadilan bagi semua manusia,” ujar Pendeta Gomar.
Lebih lanjut, dia mengatakan, dalam menciptakan keadilan agar semua manusia dapat merasakan damai, maka perlu ditempatkan Pancasila dan konstitusi sebagai pijakan bersama untuk mengembangkan perdamaian dan kerukunan di Indonesia.
Sejarah membuktikan, Indonesia mampu menjaga perdamaian dan merajut kerukunan di tengah keragaman yang ada. “Kerukunan yang otentik lahir dari pengalaman eksistensial masyarakat dan bangsa kita,” ujar Sekum PGI itu.
Sumbangan Bagi Dunia
Pendeta Gomar menambahkan, hal tersebut menjadi sumbangan Indonesia bagi peradaban dunia di masa depan, ketika konflik dan perang mewarnai perjalanan manusia di belahan dunia lain. Sebab, seperti ucapan Profesor Stevan Bevand–teolog Katolik dari Provinsi Chicago, Amerika Serikat– di masa depan Islam akan menjadi peradaban.
“Dalam kondisi itu, Islam Indonesia (yang toleran dan kompetibel dengan demokrasi dan HAM) akan ikut berperan besar dalam membentuk peradaban dunia yang adil dan damai,” ujar dia.
Meski begitu, Pendeta Gomar tidak memungkiri di Indonesia terjadi sejumlah gesekan, sebagai sebuah dinamika berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, hal tersebut tak lantas bisa menyebut Indonesia telah gagal menerapkan kerukunan.
Misalnya, dia melanjutkan, insiden di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, tidak seorang pun bisa menerima insiden itu terjadi dengan alasan apa pun. Bahkan sejak awal, PGI telah mengecam insiden itu dan meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) segera mengusut dan menyelesaikan masalah dengan adil, sama seperti dengan kasus-kasus sebelumnya, yang pernah menghiasi perjalanan keragaman hidup Indonesia.
“Kita bersyukur masalah ini bisa segera dapat diatasi. Terima kasih kepada pemerintah dan aparat negara, juga para pemimpin agama yang hadir meneduhkan umatnya masing-masing,” ucap Pendeta Gomar.
Bingkai Toleransi
Oleh karena itu, kata dia, PGI mengimbau negara tidak kalah dengan kelompok-kelompok intoleran. Usut dan tindak tegas segala kelompok yang memaksakan kehendak yang mencederai konstitusi dan HAM. Namun, pendekatan keempat bingkai toleransi seperti yang disampaikan oleh Kiai Ma’ruf Amin bisa menjadi rujukan dan tidak semata pendekatan keamanan.
Bingkai toleransi menurut Ma'ruf Amin–perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI)–ada empat, yakni bingkai politik (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kemudian bingkai teologis (teologi kerukunan, bukan teologi konflik), selanjutnya bingkai juridis (pembuatan dan penegakan hukum), serta bingkai sosiologis (local wisdom)
“Saya juga mengimbau para pemimpin umat untuk mencerdaskan umatnya dalam beragama. Hanya dengan demikian kita bisa merajut perdamaian dan kerukunan di tengah kemajemukan ini,” ucap Sekum PGI itu.
Lebih lanjut, Pendeta Gomar berharap insiden yang terjadi di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, mampu menyadarkan umat beragama di Indonesia akan adanya merajut damai dan kerukunan. Masyarakat Indonesia juga harus konsisten mengatakan tidak ada satu wilayah pun di Indonesia yang hanya dikuasai oleh etnis atau agama tertentu. “Kita harus konsisten memperjuangkan bahwa agama apa pun memiliki hak dan perlindungan yang sama dalam menjalankan kebebasannya beragama, di mana pun di Nusantara ini,” ujar dia.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Filsafat Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Profesor Azyumardi Azra mengatakan dibutuhkan pengembangan program deradikalisasi, penguatan kerukunan, peningkatan komunikasi sosial, dan pengembangan media sosial, ke arah peace journalism (jurnalisme damai) yang tidak memprovokasi, untuk meningkatkan kewaspadaan dan ketahanan nasional.
“Perlunya dikembangkan program deradikalisasi, penguatan kerukunan, peningkatan komunikasi sosial, dan pengembangan media sosial, ke arah peace journalism, dan bukan memprovokasi untuk meningkatan kewaspadaan dan ketahanan nasional,” ujar dia.
Editor : Sotyati
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...