Terkait Jaminan Keamanan, Sherpa Boikot Pendakian ke Everest
NEPAL, SATUHARAPAN.COM – Para pemanduan pendakian ke puncak Everest asal Nepal, Sherpa, memboikot dan menyebabkan sejumlah pendakian dibatalkan. Mereka telah mengemasi tenda-tenda mereka dan meninggalkan base camp pendakian ke Gunung Everest di Nepal.
Walkout itu untuk menghormati 16 dari rekan-rekan mereka yang meninggal pekan lalu akibat longsoran salju mematikan yang pernah tercatat di gunung itu.
Boikot ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam musim pendakian yang kacau di Nepal. Sebagian besar pendakian dilakukan pada pertengahan Mei, ketika cuaca paling baik, tetapi perusahaan ekspedisi sudah mulai membatalkan pendakian mereka akibat tragedi hari Jumat itu.
Sebanyak 13 jenazah Sherpa telah ditemukan, dan tiga lainnya masih hilang. Mereka diperkirakan telah meninggal. "Tisdak mungkin bagi kami untuk terus mendaki sementara ada tiga teman kami yang terkubur dalam salju," kata Dorje Sherpa Everest berpengalaman dari masyarakat di pegunungan Himalaya yang terkenal karena keterampilan dan daya tahan mereka pada ketinggian.
Sherpa adalah sebuah kelompok etnis di Nepal dan telah membantu orang asing yang mendaki puncak Everest yang menjulang tinggi di negara itu. Mereka makin terkenal sejak Sherpa Tenzing Norgay dan Sir Edmund Hilary dari Selandia Baru menjadi yang pertama mencapai puncak pada tahun 1953.
"Saya tidak bisa membayangkan melangkah di atas mereka, " kata dia. Tidak jelas apakah semua dari sekitar 400 Sherpa di gunung itu akan bergabung dalam aksi boikot. Tusli Gurung, pemandu yang berada di base camp pada hari Rabu memperkirakan bahwa hampir setengah Sherpa telah meninggalkan kawasan itu.
Perdebatan Soal Jaminan
Banyak perusahaan ekspedisi telah membatalkan pendakian, tetapi beberapa perusahaan kecil berharap untuk terus melakukan pendakian.Tahun ini, tercatat ada 334 pendaki dari seluruh dunia yang diberi izin. Mereka masing-masing membayar US$ 10.000 (Rp 114 juta) untuk mendaki Everest. Izin syuting dan biaya lainnya menghasilkan lebih banyak uang untuk pemerintah di Kathmandu. Jika ekspedisi dibatalkan pemerintah harus mengembalikan biaya tersebut.
Bencana tersebut telah mengangkat perdebatan tentang risiko dan jaminan keamanan bagi Sherpa di Everest. Dan pendakian pada bulan Mei itu merupakan bisnis yang penting bagi Nepal.
Pemerintah Nepal mengatakan bahwa akan membayar kepada keluarga Sherpa yang meninggal sekitar Rp 40.000 rupee atau sekitar US$ 415 (Rp 4,7 juta). Namun para Sherpa menilai seharusnya keluarga korban dibayar lebih banyak. Mereka juga mendapatkan asuransi sebesar US$ 10.000 (Rp 114 juta).
Pemerintah juga mengatakan akan memberikan dana setiap tahun lima persen dari pendapatan pendakian di Everest, angka yang jauh di bawah yang dituntut Sherpa sebesar 30 persen. Nepal mendapatkan penghasilan sekitar US$ 3,5 juta (Rp 40 miliar) per tahun dari pendakian Everest. (theguardian.com/aljazerra.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...