Tokoh Muslim Aceh Singkil: Pemda yang Tak Mau Gereja Berdiri
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tokoh masyarakat Muslim Aceh Singkil, Ramli Manik membantah informasi yang menyebutkan bahwa perang agama antara Islam dengan Kristen menjadi penyebab aksi pembakaran rumah ibadah Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) di Desa Dangguran, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, tanggal 13 Oktober 2015 silam.
Menurutnya, kehidupan antarumat beragama khususnya Islam dan Kristen di Aceh Singkil tidak pernah bermasalah, apalagi konflik.
"Semuanya baik-baik saja. Sebelum peristiwa pembakaran gereja, tidak ada konflik antara Islam dengan Kristen di Aceh Singkil," ujar Ramli kepada satuharapan.com usai mengadukan masalah kebebasan beragama dan beribadah di Aceh Singkil ke Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kawasan Menteng, Jakarta Pusat, hari Jumat (23/4).
Lebih lanjut, terkait belum dikeluarkanya surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 13 gereja, dia berpendapat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) tidak ingin ada gereja yang berdiri di Aceh Singkil.
Sebab, Ramli melanjutkan, Pemkab tidak memberikan bantuan sedikit pun kepada jemaat ke-13 gereja tersebut. Pemkab malah mempersulit proses pengurusan surat IMB.
“Kalau pandangan saya begitu (Pemkab tidak mau gereja berdiri di Aceh Singkil),” ucapnya.
“Karena, bila Bupati tidak bertindak membedakan suku, agamar, ras, dan antargolongan (SARA), seharusnya memfasilitasi dan memerintahkan FKUB, Departemen Agama, dan dinas lainnya membantu jemaat gereja mengurus surat IMB-nya,” dia menambahkan.
Oleh karena itu, Ramli meminta pemerintah pusat harus terlibat dalam menyelesaikan persoalan kebebasan beragama dan beribadah di Aceh Singkil. Pihak kepolisian dan Badan Intelijen Negara pun diharapkannya mencari aktor intelektual peristiwa pembakaran gereja pada 13 Oktober 2015 lalu.
Batal Keluarkan IMB 11 Gereja
Sebelumnya, di tempat yang sama, Ketua Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas), Boas Tumangger, mengeluhkan ketidakkonsistenan FKUB dan Pemkab dalam memverifikasi proses pengurusan surat IMB 13 gereja di Kabupaten Aceh Singkil, pascakejadian 13 Oktober 2015.
Dia menceritakan, ketidakkonsistenan itu berawal di hari Senin (4/4), dimana FKUB Aceh Singkil menyatakan bahwa dari 13 gereja di Aceh Singkil akan mendapatkan surat IMB. Namun, hanya selang beberapa jam kemudian, tim verifikasi yang dibentuk Pemkab menyatakan hanya delapan gereja yang lolos dan berhak mendapatkan surat IMB.
Secara mengagetkan, dia melanjutkan, pada hari yang sama, FKUB menyatakan hanya lima gereja yang lolos verifikasi untuk mendapatkan surat IMB.
Bahkan, seminggu berselang, Senin (11/4), kata Boas, FKUB kembali menginformasikan bahwa hanya empat gereja yang lolos verifikasi dan berhak mendapatkan surat IMB.
“Alasannya, ada peraturan pemerintah Provinsi Aceh yang menyatakan pendukung tidak bisa dari agama yang sama. Tapi mereka tidak kasih tahu nama gereja yang lolos verifikasi,” kata Boas.
Akhirnya, menurutnya, pada hari Kamis (14/4), Departemen Agama Aceh Singkil memanggil 13 panitia pembangunan gereja dan merekomendasikan 11 gereja berhak mendapatkan surat IMB.
Namun, hari Rabu (20/4), kata Boas, FKUB Aceh Singkil membatalkan rekomendasi tersebut dan meminta seluruh gereja merombak dokumen pengurusan surat IMB yang telah dibuat.
Di Aceh Singkil terdapat 24 bangunan gereja, namun hanya satu gereja yang memiliki surat IMB, itu pun diperoleh pada tahun 1935.
Pada tanggal 19 Oktober 2015, Pemerintah Aceh Singkil merobohkan 10 bangunan gereja yang tidak memiliki surat IMB. 13 bangunan gereja yang tersisa pun diminta untuk mengurus surat IMB sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun, hingga hari ini, FKUB dan Pemerintah Aceh Singkil belum mengeluarkan surat IMB, meskipun gereja-gereja tersebut telah berusaha melengkapi persyaratan yang ditetapkan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...