Wali Kota Betlehem: Natal Tahun Ini Sulit Bagi Palestina
Tahun ini untuk pertama kali Vatikan berpartisipasi dalam perayaan Natal di Betlehem
BETLEHEM, SATUHARAPAN.COM – Vera Baboun, Wali Kota Betlehem, Palestina, menegaskan bahwa Natal tahun ini di tempat kelahiran Yesus Kristus ini akan berlangsung sangat sederhana. Rakyat Palestina sedang prihatin.
Namun, Baboun juga mencatat bahwa salah satu kardinal Vatikan akan berpartisipasi dalam upacara penyalaan lampu-lampu pohon Natal yang dijadwalkan pada 6 Desember. Ini menandai dimulainya perayaan Natal di Betlehem.
Dalam wawancara dengan situs “Nashra” Lebanon, pekan lalu, Baboun mengatakan: “Kami berdoa bagi perdamaian tahun ini mengingat keadaan yang menyakitkan kami lalui. Keadaan yang menunjukkan tidak adanya perdamaian.”
“Namun, penyalaan lampu-lampu pohon Natal bulan depan akan menjadi tanda bagi munculnya kasih dan perdamaian. Dan, doa-doa akan diadakan untuk pertama kalinya berbarengan dengan Vatikan,” penganut Katolik Roma ini berharap.
Baboun menegaskan bahwa perayaan tahun ini akan terbatas pada Misa, pertemuan dengan para Patriark Gereja di Manger Square. Ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, saat ada berbagai perayaan. Ini karena kondisi yang sulit yang dialami oleh rakyat Palestina.
Pariwisata turun 60 Persen
Awal September lalu, anggota Dewan Kota Betlehem, Maher Canawati menjelaskan bahwa karena isu peperangan, pariwisata di Palestina menurun sampai 60 persen selama konflik Gaza, yaitu dari 50.000 menjadi hanya sekitar lebih kurang 20.000 wisatawan.
“Pemasukan bagi kota Betlehem dari sektor pariwisata sekitar 60-70 persen, maka isu perang ini sangat memengaruhi kami,” kata Canawati yang sengaja datang ke Jakarta untuk menjelaskan kondisi terakhir Palestina.
Menurutnya, peperangan yang terjadi di tanah Palestina bukanlah karena masalah agama, melainkan hanya persoalan kepentingan bisnis melalui upaya pencaplokan wilayah yang dilakukan Israel dan Amerika Serikat.
“Dunia melihat konflik itu seolah-olah ada masalah agama, khususnya di Indonesia, ini yang biasanya saya dengar dari para reporter. Saya adalah warga Kristen Palestina, jadi masalah yang sebenarnya bukan konflik agama atau etnis, melainkan karena kepentingan suatu kelompok yang ingin mencaplok bagian dari wilayah kami, mungkin karena uang atau kepentingan terkait lainnya yang kemudian dipolitisasi,” kata Canawati.
Kendati demikian, Canawati tidak ingin membicarakan politik terlalu jauh, karena sangat rumit. Tetapi yang paling penting untuk dia sampaikan, di Palestina itu warganya bukan hanya beragama Islam, melainkan juga ada Kristen, Katolik, bahkan Yahudi. Dan, Canawati adalah seorang Kristen, bagian dari 20 persen warga minoritas di Palestina.
“Jadi masalah utamanya bukan pembunuhan agama tertentu, tetapi ada kepentingan lain yang jauh dari hal-hal berbau agama maupun etnis, sehingga karena kepentingan tersebut menyebabkan konflik dan perang yang terus menerus,” ungkapnya.
Perang antara Israel dan Hamas di Palestina dimulai sejak 3 Juli di jalur Gaza, berlangsung selama 50 hari, namun saat ini sudah dilakukan gencatan senjata.
Baca juga:
- Sekolah Rusia Dibangun di Jl Vladimir Putin, Palestina
- Apa yang Terjadi Jika Timur Tengah Tanpa Orang Kristen?
- Natal di Betlehem: Masyarakat Lokal Berjuang Melawan Produk Buatan Tiongkok
- Warga Palestina Kristen: Kami Menyapa Tuhan, Allah
- Dewan Kota Betlehem: Warga Palestina Tidak Membenci Israel
- Mahmoud Abbas Mengundang Paus Fransiskus Mengunjungi Palestina
- Dubes Palestina: Kekristenan Lahir di Palestina
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...