Wawancara Rahasia Tokoh Papua Merdeka Dilansir Media Australia
Dalam wawancara tersebut, tokoh itu meminta agar Indonesia dengan sukarela dan berbesar hati melepas Papua untuk merdeka.
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Sehari menjelang hari ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM), 1 Desember, sebuah wawancara rahasia dengan aktivis kemerdekaan Papua yang sedang menjalani hukuman 15 tahun penjara, dilansir oleh media Australia, Fair Fax Media.
Dalam wawancara tersebut, tokoh itu meminta agar Indonesia dengan sukarela dan berbesar hati melepas Papua untuk merdeka.
Sebagaimana diberitakan oleh Sydey Morning Herald (30/11 ), Filep Karma, pemimpin gerakan kemerdekaan Papua Barat yang kini sudah 10 tahun menjalani hukuman karena mengibarkan bendera OPM berlambang bintang kejora, secara rahasia memberikan kesempatan wawancara kepada FairFax Media di sebuah kamar hotel di Jayapura.
Dalam wawancara itu, Karma menuduh pemerintah Indonesia selama ini melakukan diskriminasi rasial terhadap rakyat Papua. Ia menyatakan Papua berhak membangun negara dan membangun tanah mereka sendiri atas dasar budaya Melanesia, bukan Melayu..
Karma mendapat kesempatan keluar dari penjara sejenak pada 15 November lalu untuk menghadiri pernikahan putrinya. Polisi segera membawanya ke penjara setelah resepsi selesai.
Dalam resepsi pernikahan putrinya, Karma datang dengan mengenakan bendera Bintang Kejora mini yang tergantung di dadanya. Ia menolak segala upaya meringankan hukumannya termasuk remisi karena berkelakuan baik maupun amnesti atau pembebasan bersyarat. Ia menolaknya karena yakin, suatu saat hal itu akan dijadikan sebagai pengakuan bersalah diam-diam dirinya.
Atas hukuman yang dijalaninya, PBB dan Amnesty International telah meminta pembebasannya dan menyebutnya sebagai tahanan politik.
"Adalah hak saya untuk bebas tanpa syarat karena semua orang memiliki hak untuk bicara," kata Karma, yang pada 1 Desember 2004 mengibarkan bendera Bintang Kejora pada sebuah upacara di Jayapura. Ia dituduh melakukan pengkhianatan kepada negara dan dihukum karena perbuatan tersebut.
Presiden Joko Widodo yang sangat populer di kalangan masyarakat Papua, merencanakan mengunjungi Papua dalam waktu dekat. Meskipun demikian, pemerintahan Jokowi tampaknya akan tetap menganggap mengibarkan bendera Bintang Kejora sebagai kegiatan ilegal.
Dalam sejumlah wawancara, Jokowi mengatakan prioritas utamanya atas Papua adalah pembangunan ekonomi dan sosial. Upaya mempersempit kesenjangan Papua dengan wilayah lain di Indonesia, menurut Jokowi, akan membuat sentimen separatis Papua berkurang.
Karma mengatakan Jokowi bisa saja seorang yang baik. Namun, itu tidak menjadikan jaminan bagi kesejahteraan rakyat Papua. "Kami tidak tahu siapa yang akan menjadi presiden sesudah Jokowi, sehingga dia bukan jaminan bagi kami."
"Saya menawarkan solusi dan menurut pendapat saya, solusi win-win adalah -- jika memang benar Jokowi menganggap negara ini negara demokratis dan bukan penjajah Papua, dia harus mempersiapkan rakyat Papua untuk memperoleh kemerdekaan. Dia harus memfasilitasinya, seperti Australia memfasilitasi Papua Nugini memperoleh kemerdekaannya."
Menurut Karma, Indonesia harus menghindari terulangnya proses kemerdekaan Timor Leste, yang dalam hemat dia, mempermalukan Indonesia sendiri.
Jika Indonesia memberikan kemerdekaan kepada Papua, kata Karma, rakyat Papua akan menghargai Indonesia sebagai negara demokratis.
Menurut Karma, rakyat Papua akan berkata, "Well, Indonesia memang kejam, tetapi negara ini telah menyadari kesalahannya dan kini bertindak lebih baik, dan Indonesia adalah bangsa yang sungguh-sungguh demokratis."
Terkait dengan hal itu, Wakapolda Papua, Paulus Waterpauw, mengatakan kepolisian Indonesia dewasa ini sudah lebih memiliki kesadaran hak asasi manusia daripada dulu. Dan Presiden Joko Widodo, menurut dia, memiliki pendekatan yang tepat.
"Saya kira apabila ada seseorang yang mampu melakukan apa yang dilakukan Jokowi -- bicara dengan rakyat, duduk dan makan bersama rakyat, mendengar persoalan mereka lalu menetapkan kebijakan untuk menyelesaikannya, saya kira isu Papua dapat diselesaikan," tutur dia, seperti dikutip oleh Sydney Morning Herald.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...