1 Tahun Jokowi-JK, Intoleransi Beragama Semakin Parah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ayub Manuel Pongrekun, mengatakan Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang telah berusia satu tahun gagal menjamin warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing masing.
Aksi-aksi intoleransi, menurut dia, justru semakin meningkat, seperti pembakaran dan pembongkaran gereja yang terjadi sejak hari Selasa (13/10) lalu, di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Daerah Istimewa Aceh. “Setahun kepemimpinan Jokowi-JK gagal memberikan jaminan kepada warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Justru aksi-aksi intoleransi semakin meningkat di sejumlah daerah di Indonesia,” ucap Ayub dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Rabu (21/10).
Bahkan sebelumnya, dia menyebutkan, berbagai peristiwa memilukan terkait kehidupan antarumat beragama di Indonesia terjadi, di antaranya terbakarnya musala di Distrikl Karubaga, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua, saat umat Muslim melaksanakan salat Idul Fitri 1436 Hijriah. Kemudian pelarangan ibadah di Gereja Protestan Indonesia (GPI) Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung, hari Minggu (12/7).
Bahkan, Ayub melanjutkan, pelarangan ibadah yang menyebabkan pendeta beserta keluarga terpaksa diungsikan juga terjadi di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Saman Bantul, Kota Yogyakarta, hari Selasa (14/7). Kemudian, ada juga perobohan Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) Bukit Temindung, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, yang juga terjadi hari Selasa (14/7).
“Ditambah peristiwa yang menimpa jemaat Ahmadiyah, serta jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Kota Bogor dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelphia, Kota Bekasi, yang dua minggu sekali menggelar ibadah di depan Istana Negara karena gerejanya disegel,” tutur Ayub.
Cabut Perber 2 Menteri
Berangkat dari hal tersebut, Ayub mengingatkan, Pemerintahan Jokowi-JK akan adanya ancaman disintegrasi bangsa yang tengah menghantui Indonesia, seiring dengan meningkatnya aksi intoleransi terhadap kaum minoritas selama setahun ke belakang.
Oleh karena itu, Ayub meminta Presiden Jokowi segera menyelesaikan persoalan intoleransi tanpa pandang bulu. Presiden Jokowi harus segera menunaikan janji politiknya, mencabut Peraturan Bersama (Perber) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, yang telah melegitimasi kekerasan atas nama agama di Indonesia.
“Jokowi-JK harus serius mengimplementasikan Nawacita, yang menempatkan intoleransi sebagai masalah pokok bangsa ketiga setelah merosotnya kewibawaan negara dan melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional,” ujar dia.
Dia juga berharapa aparat keamanan bergerak cepat menangkap aktor intelektual dari sejumlah kasus pengrusakan, pembakaran rumah ibadah, penganiayaan, intimidasi, dan ancaman, yang mengatasnamakan agama. Tujuannya, memulihkan rasa percaya masyarakat kepada aparat keamanan dan mencegah aksi-aksi serupa menyebar ke daerah lain.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...