1.200 Orangutan Kembali Terancam Oleh Pengrusakan Hutan
JAKARTA, SATUHARAPAN.CM – Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni, ditandai dengan situasi kritis keberlangsungan hidup orangutan di lanskap Sungai Putri, Ketapang, Kalimantan Barat.
Hasil penelusuran Greenpeace Indonesia, menemukan masih adanya kegiatan penebangan liar dan pengangkutan kayu yang justru terjadi di dalam konsesi PT Mohairson Pawan Khatulistiwa (PT MPK).
Greenpeace meminta pemerintah segera turun tangan menindak tegas PT MPK, dan pelaku pengrusakan serta memberlakukan perlindungan total habitat bagi ribuan orangutan ini.
Sudah lebih dari setahun, sejak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memerintahkan PT MPK, untuk memulihkan lanskap Sungai Putri, namun hingga kini perintah tersebut belum sepenuhnya dipatuhi.
PT MPK, dinilai sebagai pihak yang bertanggungjawab merusak habitat bagi sekitar 950-1200 ekor orangutan, yang tinggal di kawasan gambut Sungai Putri, karena telah membangun kanal sepanjang 8 kilometer, sehingga membahayakan spesies yang kini terancam punah.
Beberapa bulan setelah sanksi KLHK dijatuhkan, Greenpeace Indonesia, menemukan sebuah eskavator tengah mengeruk parit di samping kanal utama di areal konsesi PT MPK.
“Kami telah melaporkan pelanggaran ini kepada pemerintah namun belum ada tindakan tegas. PT MPK tidak patuh menjalankan sanksi dan masih membiarkan pengrusakan lahan gambut terjadi di dalam konsesi milik mereka sendiri,” kata Ratri Kusumohartono Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Diakui Ratri, PT MPK memang telah mulai membangun sekat kanal namun penyekatan tersebut masih menyisakan kanal terbuka. Kondisi ini telah dimanfaatkan para pembalak liar yang beroperasi menggunakan kanal ini.
“Kami juga menemukan sekitar 6 titik penebangan liar di dalam konsesi perusahaan MPK, termasuk di areal habitat orangutan. Kelambanan menutup kanal juga menyulitkan pergerakan orangutan untuk mencari makan dan bertahan hidup,” kata Ratri.
Menurut Wetlands International Indonesia, lahan gambut yang telah rusak berpotensi menimbulkan bahaya bagi habitat di dalamnya.
“Pengrusakan ini harus segera dipulihkan untuk mencegah dampak kerusakan lebih jauh, seperti risiko kebakaran, akses penebangan liar dan emisi gas rumah kaca,” kata Irwansyah Reza Lubis dari Wetlands International Indonesia.
Hasil analisis terbaru Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Yayasan IAR Indonesia, apabila hutan Sungai Putri dibuka, hal ini dapat menyebabkan kematian ratusan individu orangutan, dan juga menyebabkan kerusakan permanen lahan gambut yang kaya akan karbon, yang tentunya akan berdampak besar bagi perekonomian dan kesehatan masyarakat pada kawasan ini, serta berkontribusi meningkatkan angka emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Pembukaan kanal gambut, merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 jo Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
“Meski jelas melanggar tetapi Kementerian LHK tidak konsisten, karena pernah menerbitkan Rencana Kerja Usaha PT MPK tahun 2015 yang secara resmi mengizinkan pembangunan kanal,” kata Ratri.
Temuan-temuan terbaru ini, mengindikasikan rendahnya kepatuhan PT MPK dalam menjalankan instruksi KLHK. “Jika PT MPK terbukti kembali melakukan pengrusakan Sungai Putri, maka seharusnya diberikan sanksi lebih berat” kata Ratri.
“Greenpeace meminta pemerintah menerapkan perlindungan total lanskap Sungai Putri, termasuk melarang segala kegiatan yang sifatnya merusak hutan di habitat orangutan terbesar ketiga di Kalimantan Barat ini.” kata Ratri. (greenpeace.org)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...