16 Menlu Perempuan Desak Taliban Beri Akses Perempuan Afghanistan ke Pendidikan
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Menteri luar negeri perempuan dari 16 negara di seluruh dunia mengatakan pada hari Jumat (25/3) bahwa mereka "sangat kecewa" karena gadis-gadis Afghanistan ditolak aksesnya ke sekolah menengah dan meminta Taliban untuk membatalkan keputusan mereka.
Penguasa Taliban Afghanistan secara tak terduga memutuskan untuk tidak membuka kembali sekolah pada hari Rabu (23/3) untuk anak perempuan di atas kelas enam. Ini mengingkari janji dan memilih untuk menenangkan basis garis keras mereka dengan mengorbankan hak perempuan dan semakin mengasingkan diri dari komunitas internasional. Sejauh ini, mereka menolak menjelaskan keputusan mendadak tersebut.
"Sebagai perempuan dan sebagai menteri luar negeri, kami sangat kecewa dan prihatin bahwa anak perempuan di Afghanistan ditolak aksesnya ke sekolah menengah musim semi ini," kata Menteri Luar Negeri Albania, Andorra, Australia, Belgia, Bosnia, Kanada, Estonia, Jerman, Islandia , Kosovo, Malawi, Mongolia, Selandia Baru, Swedia, Tonga dan Inggris mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama.
Mereka mengatakan keputusan itu "sangat mengganggu, karena kami berulang kali mendengar komitmen mereka untuk membuka semua sekolah untuk semua anak."
"Kami menyerukan kepada Taliban untuk membalikkan keputusan mereka baru-baru ini dan untuk memberikan akses yang sama ke semua tingkat pendidikan, di semua provinsi negara itu," tambah mereka.
Dunia enggan untuk secara resmi mengakui penguasa baru Afghanistan, khawatir Taliban akan memberlakukan tindakan keras dan pembatasan serupa, terutama membatasi hak perempuan atas pendidikan dan pekerjaan, seperti ketika mereka lakukan sebelumnya ketika memerintah negara itu pada akhir 1990-an.
Para menteri mengatakan mereka "mengawasi dengan seksama apakah Taliban memenuhi jaminan mereka."
"Kami akan mengukur mereka dengan tindakan mereka, bukan dengan kata-kata mereka," kata mereka. "Cakupan dan tingkat keterlibatan negara-negara kami di Afghanistan di luar bantuan kemanusiaan akan dikaitkan dengan pencapaian mereka dalam hal ini."
Mereka mengatakan akses ke pendidikan adalah hak asasi manusia yang menjadi hak setiap gadis dan perempuan, dan bahwa "tidak ada negara yang mampu untuk tidak memanfaatkan potensi dan bakat seluruh rakyatnya." (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...