2015, Jakarta Tuan Rumah Sidang Raya Dewan Gereja Asia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – General Secretary Christian Conference of Asia/CCA, Rev. Dr Henriette Hutabarat Lebang mengatakan tahun depan tanggal 20-27 Mei 2015, akan ada Sidang Raya Dewan Gereja Asia (CCA), di mana tuan rumahnya adalah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) dan PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) yang akan terselenggara di Jakarta.
Tema kegiatan CCA 2015 nantinya adalah “Living Together in the Household of God” artinya tinggal bersama semua makhluk ciptaan Tuhan di dalam rumah tangga Tuhan, seperti disampaikan Henriette saat ditemui satuharapan.com di acara Theological Workshop on 14th CCA Assembly Theme, di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/7). Workshop tersebut diselenggarakan selama empat hari, 22-25 Juli 2014.
Perlu diketahui, workshop diselenggarakan guna mendalami tema Sidang Raya CCA baik secara alkitabiah maupun teologi, dalam konteks masyarakat Asia yang majemuk saat ini, serta membahas apa peran gereja dalam kehidupan bersama masyarakat Asia yang majemuk itu.
CCA adalah persekutuan 101 gereja, dan 17 dewan gereja nasional di 21 negara Asia. Kegiatan workshop ini dihadiri oleh para teolog dan para ahli dari negara-negara Asia untuk menggumuli tema yang akan diusung. Negara-negara Asia yang hadir itu antara lain Indonesia, Korea, Jepang, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Malaysia, Australia, Selandia Baru, Sri Lanka, Iran, Nepal Bhutan, Bangladesh, Timor Leste, Myanmar, Kamboja, Laos.
Dalam workshop yang merupakan konsultasi internasional itu juga dibicarakan mengenai tempat penyelenggaraan Sidang Raya CCA di Jakarta sebagai tuan rumah perhelatan lima tahunan tersebut. Peserta workshop lebih kurang 50 orang yang hadir.
“Banyak masalah yang terjadi di dunia, misalnya konflik di berbagai tempat antar suku, agama, human security, serta masalah ekologi. Tetapi dari semua masalah itu, kita hendak mencari solusi bagaimana bisa hidup di dalam rumah tangga Allah, dalam arti alam ciptaan Tuhan beserta seluruh ciptaannya, bagaimana kita bisa merawat relasi antar manusia, dan relasi antar makhluk ciptaan Tuhan, juga relasi kita dengan Allah,” kata Henriette.
Perwakilan negara Asia dalam workshop tersebut pada umumnya masing-masing satu orang perwakilan, karena konsultasi ini merupakan kelompok kecil yang memikirkan tema ini dari konteks pengalaman mereka sebagai masyarakat di Asia.
Dibahas pula bagaimana gereja perlu bersikap akan semua masalah yang terjadi di sekitarnya, seperti banyaknya terjadi penindasan, perdagangan manusia (human trafficking) itu semua bentuk penindasan di abad 21 yang tidak sesuai dengan rencana Allah. Jika ada manusia tertindas, alam tertindas, itu bukanlah rencana Allah.
Gereja didesak untuk berperan sebagai aktor dalam mencari solusi, baik melalui kesaksiannya, cara hidup, dan relasinya dengan orang-orang lain di dalam masyarakat, serta melalui kerja sama antar agama, antar kelompok, supaya masyarakat dapat mengalami damai bersama dalam kelimpahan hidup. Kelimpahan hidup artinya bukan cuma kelimpahan materiil saja, tetapi juga mengalami damai sejahtera dan keadilan.
Menjadi aktor dalam arti misalnya gereja melakukan kerja sama lintas agama. Seperti yang dilaksanakan pada 26 Februari–1 Maret 2013 lalu, CCA bekerja sama dengan Federation of Asian Bishop Conference (FABC), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dari agama Katolik, International Conferenceof Islamic Scholar (ICIS) menyelenggarakan program Moslem and Christian Leaders Conference, yang memiliki keprihatinan sama terhadap masalah keadilan dan konflik ekonomi sosial.
“Kami bersama-sama merencanakan program yang mengundang teman-teman Islam untuk membicarakan masalah. Tema yang dibahas tentang bagaimana bersama-sama mempromosikan damai dan keadilan di Asia, apa peranan agama-agama di situ,” kata Henriette.
Kerja sama lintas agama seperti itu untuk selanjutnya akan diadakan kembali, mungkin dengan konsep berbeda, ungkap Henriette menambahkan.
Tema CCA Sebelumnya
Konferensi CCA sebelumnya tahun 2010 diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia. Saat itu tema yang dibahas adalah “Call for Prophecy, Heal to Reconcile”, artinya gereja terpanggil untuk melakukan peranan profetis, juga terpanggil untuk melakukan peranan menyembuhkan dan memulihkan.
Kita tahu banyak sekali konflik-konflik yang terjadi di negara Asia, bukan hanya di Indonesia. Ada juga konflik dalam keluarga, dalam masyarakat, antar etnis, antar kelompok agama, bahkan pilihan politik yang berbeda seringkali menyebabkan ketegangan dan konflik.
Gereja bukan pihak yang berkonflik, tetapi bagaimana peranan gereja sebagai pihak yang menyembuhkan luka-luka dalam masyarakat, bahkan luka-luka dalam gereja sendiri yang banyak juga terjadi pertentangan antar gereja, semua perlu proses penyembuhan, rekonsiliasi.
Sebagaimana amanat injil, kalau Yesus mengajarkan untuk mengampuni, kita juga harus saling mengampuni, saling menolong, saling menopang, saling menerima, saling berdamai satu dengan yang lain, ini peran yang perlu menjadi kesaksian gereja.
Dari sidang raya tahun 2010, tentu melahirkan pokok-pokok program, nanti di Sidang Raya CCA 2015 akan mengevaluasi sejauh mana pencapaiannya, lalu merencanakan lagi untuk lima tahun ke depan. Dalam evaluasi kita juga bisa lihat apa yang perlu ditingkatkan, diperbaiki, karena masyarakat Asia juga terus berubah, apa panggilan gereja di tengah masyarakat yang berubah itu.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...