21 Pelari Tewas Akibat Cuaca Dingin di China
BEIJING, SATUHARAPAN.COM-Sebanyak 21 orang tewas ketika cuaca sangat dingin melanda selama ultramaraton di daerah pegunungan di Provinsi Gansu, China, memicu kemarahan publik pada hari Minggu (23/5) karena kurangnya perencanaan darurat.
Lomba marathon sejauh 100 kilometer (62 mil) dimulai pada hari Sabtu (22/5) dari daerah yang indah di sebuah tikungan di Sungai Kuning yang terkenal dengan tebing terjal dan tiang bebatuan. Rute ini akan membawa pelari melalui ngarai dan perbukitan di dataran tinggi gersang di ketinggian lebih dari 1.000 meter (3.300 kaki).
Perlombaan dimulai pukul 09:00 pagi waktu setempat dengan pelari yang mengenakan kaos oblong dan celana pendek ketika langit mendung, menurut foto yang diposting di akun media sosial di kawasan Hutan Batu Sungai Kuning di Jingtai, sebuah distrik di bawah yurisdiksi kota Baiyin.
Sekitar tengah hari pada hari Sabtu, bagian pegunungan dari perlombaan dilanda hujan es, hujan yang membekukan dan angin kencang yang menyebabkan suhu anjlok, pejabat dari Baiyin mengatakan pada jumpa pers pada hari Minggu (23/5).
“Hujan semakin deras dan deras,” kata Mao Shuzhi, peserta yang saat itu berada sekitar 24 kilometer menuju garis akhir perlombaan. Menggigil dalam kedinginan, dia berbalik sebelum mencapai bagian ketinggian, karena pengalaman buruk sebelumnya mengalami hipotermia.
"Awalnya saya sedikit menyesal, mengira itu mungkin hanya hujan yang lewat, tetapi ketika saya melihat angin kencang dan hujan kemudian melalui jendela kamar hotel saya, saya merasa sangat beruntung karena saya membuat keputusan," kata Mao kepada Reuters.
Upaya penyelamatan besar-besaran dimulai, dengan lebih dari 1.200 penyelamat dikirim, dibantu oleh drone pencitraan termal, detektor radar, dan peralatan pembongkaran, menurut media pemerintah.
Tanah longsor setelah cuaca buruk juga menghambat pekerjaan penyelamatan, kata pejabat dari Baiyin, sekitar 1.000 kilometer barat ibu kota China, Beijing.
Sebanyak 172 orang mengikuti lomba tersebut. Hingga Minggu, 151 peserta telah dipastikan aman. Seorang pelari terakhir yang hilang ditemukan tewas pada pukul 09.30 pada hari Minggu, sehingga jumlah korban tewas menjadi 21, kata media pemerintah melaporkan.
Wilayah Jingtai mengalami suhu paling rendah enam derajat Celcius (43 derajat Fahrenheit) pada hari Sabtu, tidak termasuk angin dingin.
Baiyin, termasuk Jingtai, diperkirakan menghadapi angin sedang hingga kuat dari hari Jumat malam hingga Sabtu, menurut Administrasi Meteorologi China di Beijing pada Jumat malam.
Sebuah laporan terpisah di situs web layanan cuaca provinsi pada hari Kamis memperkirakan penurunan suhu yang "signifikan" di sebagian besar Gansu, termasuk Baiyin, hingga hari Minggu.
"Hari sangat panas sebelum perlombaan, dan meskipun ramalan cuaca mengatakan akan ada angin dan hujan sedang di Baiyin pada hari Sabtu, semua orang percaya itu akan ringan," kata Mao. “Di barat laut China kering.”
Kematian tersebut memicu kemarahan publik di media sosial China, dengan kemarahan terutama ditujukan pada pemerintah Baiyin atas kurangnya perencanaan darurat.
“Mengapa pemerintah tidak membaca ramalan cuaca dan melakukan penilaian risiko?” tulis seorang komentator. “Ini benar-benar bencana akibat ulah manusia. Bahkan jika cuacanya tidak terduga, di mana rencana kontinjensinya?"
Pada jumpa pers, pejabat Baiyin membungkuk dan meminta maaf, mengatakan bahwa mereka sedih dengan kematian tragis para pelari dan bahwa mereka harus disalahkan. "Angin terlalu kencang, selimut termal kami telah robek," tulis seorang pelari di ruang obrolan WeChat tempat Mao berada.
Banyak pelari menderita hipotermia dan tersesat dalam angin kencang dan hujan lebat, menurut tangkapan layar yang diambil oleh Mao dari pesan di ruang obrolan. "Beberapa tidak sadar dan mulutnya berbusa," tulis pelari lainnya.
Pemerintah Provinsi Gansu telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki lebih lanjut penyebab kematian tersebut, menurut laporan People's Daily. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...