30 Tahun Konvensi Hak Anak: Reklame Rokok di Kota Layak Anak
SOLO, JAWA TENGAH, SATUHARAPAN.COM – Sebuah papan reklame berisi iklan produk rokok, tampak menjulang di dekat salah satu SMK swasta di jalur utama Solo-Surabaya, Rabu (20/11). Bagian bawah papan reklame itu sering digunakan rombongan pelajar berkumpul.
Tak hanya di lokasi itu saja, baliho reklame produk rokok juga dikepung deretan sekolah yaitu SMK Negeri 4, SMK Negeri 5, SMK Negeri 6, SMK Negeri 7, dan SMP Negeri 12 Solo. Ketua Forum Anak Surakarta, Belva Aulia, menyayangkan reklame dan sponsor produk rokok, masih banyak terpasang di Solo yang menerima penghargaan tertinggi di Indonesia sebagai kota Layak Anak.
"Masih banyak kita temukan reklame atau kegiatan sponsor produk rokok. Kami berharap dan terus berjuang untuk adanya peraturan daerah yang melarang atau membatasi reklame produk rokok. Kami meyakini, orang, terutama anak atau remaja jika di sekitarnya ada yang merokok atau melihat reklame atau sponsor rokok yang sangat menarik, itu akan mempengaruhi mereka untuk mencoba rokok. Jadi pengaruh sekitar itu sangat besar," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM), Agus Sutrisno mengakui, reklame produk rokok masih menjadi ganjalan meraih penghargaan kota layak anak bagi Solo dengan predikat Paripurna.
"Solo diapresiasi pemerintah pusat sebagai Kota Layak Anak dengan predikat Utama. Tinggal selangkah lagi predikat Paripurna, tetapi terganjal masih adanya reklame rokok atau sigaret. Kota Layak Anak harus benar benar bebas dari pengaruh iklan produk rokok. Ini butuh perjuangan luar biasa yang didukung semua pihak, pemerintah, anak-anak, dunia usaha, dan lainnya."
Pendapatan Asli Daerah kota Solo tahun ini dari reklame rokok lebih dari setengah miliar rupiah. Forum Anak Kota Surakarta bersama pegiat perlindungan anak mencatat hingga di penghujung tahun 2019 ini ada 1.472 reklame produk rokok yang masih terpasang di Solo, termasuk dekat sekolah. Namun, Pemkot Solo mencatat hanya ada 110-an reklame rokok. Ribuan reklame itu mengepung kawasan pendidikan maupun lokasi aktivitas anak dan remaja. Tak jarang ditemui, warga merokok di dekat anak-anak.
Padahal, salah satu poin indikator untuk mendapat predikat Kota Layak Anak antara lain pembentukan forum anak, ketersediaan fasilitas ramah anak dan kawasan bebas rokok maupun reklame produk rokok.
Konvensi Hak Anak tahun 1989, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, menyebutkan keluarga menjadi yang pertama dan utama dalam melakukan perlindungan terhadap anak. Termasuk salah satunya perlindungan dari bahaya rokok.
Peringatan 30 tahun Konvensi Hak Anak itu dirayakan di Solo dengan membangun sebuah monumen, Rabu (20/11). Perwakilan Badan Anak-Anak PBB, UNICEF Indonesia, Debora Comini, ketika meresmikan monumen Konvensi Hak Anak mengatakan, anak memiliki hak istimewa sebagai warganegara yang harus dipenuhi dan mendapat perlakuan khusus.
"Konvensi Hak Anak sedunia mengenalkan anak sebagai bagian dari warganegara yang tentu saja lebih muda harus mendapat perhatian dan perlakuan khusus. Segala haknya dipenuhi, diberi ruang khusus, suaranya istimewa, aspirasi harus didengarkan jika perlu dikeraskan supaya terdengar yang lainnya," katanya.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengungkapkan pemerintah akan terus berupaya memenuhi hak anak sesuai Konvensi Hak Anak Dunia.
"Ke depan tentunya hak anak dan perlindungan anak di Indonesia akan terus kita lakukan dan terpenuhi. Dari arah regulasi pemerintah kita kan sudah jelas, sejak 30 tahun lalu, semua kebijakan untuk melindungi anak," kata Bintang Darmawati. (voaindonesia.com)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...