4 Menteri Paparkan Kebijakan Pemerataan Pembangunan di Papua
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Perhatian pemerintah pada pembangunan Papua meningkat tajam dibandingkan era sebelumnya.
Hal itu tampak ketika empat menteri Kabinet Kerja memaparkan ‘Visi Indonesia Sentris: Pemerataan Pembangunan di Papua’, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kantor Staf Presiden, dan Jaringan Pemberitaan Pemerintah, di Jakarta, hari Minggu (5/3).
Disebutkan Nawacita menjadi landasan program prioritas Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan pada butir ketiga Nawacita disebutkan ‘Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan’.
Janji itu diwujudkan dalam pemerataan pembangunan yang tidak bertumpu pada ‘Jawa Sentris’ –apalagi ‘Jakarta Sentris’- melainkan menyebar ke berbagai wilayah, termasuk kawasan paling timur Indonesia.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, mengatakan pembangunan di Papua dan Papua Barat dilandaskan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
“Pembangunan di Papua dilakukan untuk mewujudkan keadilan, pemerataan, serta berkurangnya kesenjangan, baik ketimpangan miskin-kaya maupun ketimpangan antar wilayah,” kata Basuki seperti dilansir dari ksp.go.id, hari Senin (6/3).
Ia menyatakan, tahun 2017 ini anggaran kementeriannya berkisar pada angka Rp 7,6 triliun untuk pembangunan di dua provinsi di Papua. “Sekitar Rp 5 triliun untuk anggaran pembangunan infrastruktur Papua dan Rp 2 triliun untuk Papua Barat,” kata Basuki.
Pembangunan infrastruktur di Papua antara lain untuk program jalan Trans Papua, sepanjang 4.300 kilometer, jalan perbatasan sejauh 1.800 kilometer, serta pembangunan bandara, pelabuhan, dan bendungan.
Untuk menurunkan tingginya harga kebutuhan pokok di Wamena, pemerintah membuat jalan yang menghubungkan Wamena—Habema—Kenyam—Mumugu.
“Indah sekali suasana jalan yang membelah pegunungan itu, seperti di Swiss,” kata Menteri Basuki.
Basuki menyampaikan, Presiden Jokowi direncanakan berkunjung ke jalan Trans Papua akhir bulan ini. “Kalau bisa, nanti akan off road di situ,” katanya.
Lampu Surya
Dalam kesempatan itu, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menyampaikan program Kementerian ESDM di Papua antara lain mencakup pembangunan listrik 514 Megawatt, listrik pedesaan, pembangkit energi baru dan terbarukan, paket lampu surya, jaringan gas kota, BBM satu harga, LNG tangguh, sumur bor air tanah dan dana transfer pusat ke daerah.
Jonan menekankan, dana yang dikucurkan untuk dua provinsi di Papua total mencapai Rp 57 triliun. Jumlah itu sudah termasuk Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Desa.
“Jauh lebih besar dibandingkan pendapatan negara dari Freeport yang Rp 8 triliun setahun,” katanya.
Jonan sempat memperagakan bagaimana efektivitas penggunaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) di Papua. Ia optimistis Lampu Tenaga Surya Hemat Energi LTSHE akan menerangi ratusan ribu kepala keluarga (KK) di Papua.
“Lampu tenaga surya ada 120.000 KK ditambah dengan 16.000 KK, dan 85 persennya ada di Papua di bukit-bukit, tahun ini atau tahun depan yang penting sudah ada lampunya. Nah setelah itu jaringan listriknya dibangun seperti yang kita jelaskan,” ujar Jonan.
LTSHE merupakan terobosan untuk menerangi desa-desa yang masih gelap gulita, yang jumlahnya mencapai lebih dari 2.500 desa di seluruh Indonesia. Paket LTSHE akan dibagikan kepada penerima manfaat yang berada di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, daerah terisolir dan pulau terdepan atau jauh dari jangkauan PLN.
Paket program LTSHE mencakup panel surya kapasitas 20 watt peak, empat lampu LED, baterai, biaya pemasangan, dan layanan purna jual selama tiga tahun. Prinsip kerja LTSHE adalah energi dari matahari ditangkap oleh panel surya, diubah menjadi energi listrik kemudian disimpan di dalam baterai. Energi listrik di dalam baterai ini yang kemudian digunakan untuk menyalakan lampu.
LTSHE dapat beroperasi maksimum hingga 60 jam. Pembagian LTSHE ini merupakan program lanjutan dari Super Ekstra Hemat Energi (SEHEN) yang pertama kali diinisiasi tahun 2012 lalu.
Tahun ini Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 332,8 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Targetnya, sebanyak 95.729 paket LTSHE akan diserahkan kepada enam provinsi tertimur Indonesia, yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Tol Laut dan Tol Udara
Sementara itu Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menekankan disparitas harga Indonesia timur dan barat akan bertahap selesai dengan pembangunan tol laut dan udara di timur Indonesia.
“Kita akan lakukan tol udara dari Timika akan ada flight ke Ilaga dan ini adalah gambar adanya subsidi angkutan dari pemerintah bagi saudara-saudara kita di Papua,” kata Budi.
Dibangunnya tol laut dan tol udara akan membuat Papua menjadi wilayah yang strategis untuk pendistribusian logistik. Untuk tol laut direncanakan selesai pada awal 2017, sedangkan tol udara rencananya selesai akhir 2017.
“Dengan kargo udara dan laut, membuat Papua semakin strategis. Ekonomi juga akan makin meningkat, karena turunnya harga hingga 40 persen dari biasanya,” kata Budi.
Pemerintah sedang giat membangun infrastruktur di Papua. Papua yang mayoritas hanya bisa dijangkau udara, mulai dibangun moda transportasi laut dan daratnya.
Salah satu program Kemenhub adalah tol udara. Ada anggaran subsidi yang cukup lumayan untuk menjangkau pelosok Papua yang hanya dapat dirambah dengan pesawat via udara. Pemerintah mengalokasikan Rp 300 sampai 400 miliar untuk tol udara dari kota-kota besar dari Sentani, Wamena, Timika dan Dekai.
Internet Sampai ke Pelosok
Dalam kesempatan itu juga, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, memaparkan bahwa penduduk Jakarta dan kota-kota besar di Jawa saat ini boleh berbangga dapat menikmati akses internet dengan kecepatan 7 Megabytes per second (Mbps), setara dengan Singapura, Bankok dan Kuala Lumpur.
“Namun, saudara-saudara kita di kawasan lain masih banyak yang merasakan internet dengan kapasitas 306 Kbps atau satu per dua puluh tiga dari kecepatan di Jakarta,” katanya.
Ironisnya, dengan akses internet lebih lambat, harga yang mereka bayarkan justru lebih mahal sekitar 65 persen.
“Di sinilah pemerintah akan masuk, di saat hitung-hitungan bisnisnya tak masuk bagi pihak korporasi,” kata Rudiantara.
Menkominfo juga menyampaikan target Pemerintah Indonesia dapat memiliki satelit sendiri. Untuk itu, ia merencanakan tender satelit dapat dilakukan pada akhir 2017.
Rudi optimistis tahun 2021 Indonesia dapat meluncurkan satelit baru yang dapat menjangkau ke pelosok negeri.
“Bu Menkes minta ada 9.000 puskesmas yang harus dihubungkan ke internet, segala rujukan dan lain-lain tidak perlu lagi bawa berkas ke rumah sakit umum daerah, lalu sekolah ada sekitar 300.000. Jadi tahun 2019 harus kena akses internet. Oleh karena itu, kita fokuskan satelit Indonesia ini,” jelas Rudi.
Satelit itu akan digunakan untuk mendukung jaringan backbone telekomunikasi di Tanah Air. Menurutnya, masih banyak daerah terpencil di seluruh Indonesia yang tak bisa dijangkau jaringan kabel atau seluler.
Saat ini, satelit Indonesia dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi hingga perbankan. Beberapa di antaranya adalah Telkom, Indosat, Pasifik Satelit Nusantara (PSN), hingga Bank BRI.
Editor : Eben E. Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...